Budaya Kerja 996 Dirombak, Pekerja di China Khawatir Gaji Dikurangi
Pemerintah China gencar membongkar budaya bekerja 996 atau dari pukul 09.00 hingga 21.00 selama enam hari setiap pekan. Pola kerja seperti itu dinilai tidak sehat dan tidak menyejahterakan pekerja.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
BEIJING, SABTU – Pemerintah China gencar membongkar budaya bekerja 996 atau dari pukul 09.00 hingga 21.00 selama enam hari setiap pekan yang dinilai tidak sehat. Sejumlah perusahaan di atas kertas tampak mulai mematuhi aturan ketenagakerjaan yang baru. Akan tetapi, ternyata hal ini berimbas kepada karyawan mengalami pemotongan gaji.
Kasus pertama dilaporkan terjadi di perusahaan ByteDance, induk dari media sosial TikTok. Para karyawan mengungkapkan, perusahaan tidak lagi memberlakukan jam kerja 996. Jam kerja kembali normal, yaitu 8 jam per hari.
”Namun, waktu kami menerima gaji bulan Agustus, jumlahnya berkurang 17 persen,” kata seorang karyawan yang meminta identitasnya dirahasiakan kepada kantor berita Reuters, Jumat (3/9/2021). Menurut dia, beban kerja yang diberikan perusahaan setelah penghapusan 996 tetap sama.
Istilah ”996” pertama kali diutarakan oleh pendiri perusahaan teknologi Alibaba, Jack Ma, pada 2019. Ia mengatakan bahwa 996 adalah berkah dan keunggulan China. Para karyawan, terutama di perusahaan-perusahaan yang berkutat dengan teknologi, bekerja selama enam hari setiap pekan, dari pukul 09.00 hingga 21.00.
Berkat jam kerja yang panjang ini, China bisa mengejar Barat. Ma menjelaskan, ini adalah kunci kesuksesan perusahaan teknologi China sekarang bisa setara dengan raksasa-raksasa digital di Silicon Valley, Amerika Serikat.
Permasalahannya, aturan 996 ini merupakan paksaan, bukan pilihan karyawan untuk menentukan apabila ia ingin melakukan lembur atau tidak. Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan China dijabarkan bahwa jam kerja setiap hari adalah 8 jam atau setara dengan 44 jam setiap pekan. Adapun lembur ditentukan paling banyak menghabiskan 36 jam dalam kurun satu bulan.
Umumnya, perusahaan memberi gaji dua kali lipat apabila karyawan bekerja di akhir pekan dan tiga kali lipat jika bekerja di hari libur nasional. Skema ini dinilai licik karena memanipulasi karyawan mengorbankan waktu istirahat mereka. Akibatnya, tingkat stres masyarakat bertambah. Mereka tidak memiliki waktu bersosialisasi. Dampak yang mulai dirasakan bangsa China ialah menurunnya angka kelahiran.
Terdapat pula kasus-kasus ekstrem yang berujung kepada sakit, bahkan kematian. Pada Desember 2020, seorang karyawan di perusahaan teknologi Pinduoduo meninggal akibat kelelahan. Setelah diselidiki, aparat penegak hukum menemukan bahwa karyawan di perusahaan itu rata-rata bekerja 300 jam per pekan.
Jam kerja panjang juga terjadi di perusahaan-perusahaan kurir dan transportasi berbasis daring. Pekerja dan pengemudi dikenai target antarjemput paket dan penumpang yang tinggi sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk beristirahat, bahkan makan dengan baik.
Dilansir dari BBC, lembaga swadaya masyarakat Buletin Tenaga Kerja China (CLB) yang berbasis di Hong Kong mencatat, dalam periode 2016-2021 ada 131 protes dari pekerja di sektor transportasi. Mereka ada yang melakukan mogok kerja, membuat petisi daring, dan ada pula yang berunjuk rasa di kantor pusat perusahaan.
Menaggapi hal ini, Pemerintah China mengatakan bahwa sistem kerja 996 tidak sah dan dilarang. Meskipun begitu, reaksi dari masyarakat beragam. Ada yang senang karena beban kerja berkurang, tetapi ada juga yang cemas pendapatan mereka dipotong karena tidak semua perusahaan transparan dengan sistem gaji dan remunerasi karyawan.
”Pemerintah akan meninjau ulang kinerja setiap perusahaan. UU Ketenagakerjaan wajib dipenuhi tanpa terkecuali dan karyawan yang menentukan sendiri apabila mereka hendak mengambil lembur, mulai dari lama lembur hingga jumlah hari,” demikian kutipan rilis Kementerian Ketenagakerjaan China yang diterbitkan di kantor berita nasional Xinhua.
Sejumlah langkah telah diambil oleh pemerintah daerah dan sektor swasta. Di Xiamen, pemerintah daerah mengeluarkan aturan setiap karyawan wajib diberi istirahat 20 menit setiap selesai bekerja selama 4 jam. Perusahaan Didi dan JD.com juga mengizinkan karyawan mereka membentuk serikat pekerja. Ini adalah hal langka di budaya kerja perusahaan China.
Dalam wawancara dengan media Vice, Wang Zhibo, dosen ekonomi dan manajemen Universitas Normal China Selatan, sebuah perguruan tinggi ilmu pendidikan, menjelaskan bahwa permasalahan inti dari 996 adalah kesenjangan ekonomi. Kelas menengah China dengan kelas berpendapatan rendah memiliki jarak penghasilan yang lebar.
”Para karyawan perusahaan teknologi di atas permukaan tampak sebagai bagian dari kelas menengah. Namun, jika uang lembur dihilangkan, mereka dengan mudah terperosok ke dalam garis kemiskinan,” ujarnya.
Rekan Wang, Luo Yan, menuturkan bahwa sejatinya perusahaan-perusahaan teknologi itu juga tidak memiliki aset yang besar. Apabila perusahaan membayar upah lembur karyawan sesuai aturan, mereka akan bangkrut. (Reuters)