Jepang Pertimbangkan Gunakan Dua Vaksin Covid-19 Berbeda dalam Vaksinasi
Jepang mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan suntikan dua vaksin Covid-19 dari produsen yang berbeda untuk mempercepat pelaksanaan program vaksinasi di seluruh negeri.
Oleh
pascal s bin saju
·3 menit baca
TOKYO, SENIN — Otoritas Jepang sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk mencampur suntikan vaksin Covid-19 dari AstraZeneca dengan vaksin Covid-19 yang telah dikembangkan oleh perusahaan lain. Langkah itu dipandang perlu untuk mempercepat pelaksanaan program vaksinasi di seluruh negeri.
Menteri Reformasi Administrasi dan Peraturan, Taro Kono, yang bertanggung jawab penuh atas suksesnya pelaksanaan program vaksinasi di Jepang, mengatakan hal itu pada Minggu (29/8/2021) di Tokyo, Jepang. Penggabungan dua suntikan vaksin dari produsen berbeda itu, misalnya, dilakukan dengan suntikan vaksin AstraZeneca untuk dosis pertama dan suntikan vaksin Pfizer/BioNTech atau Moderna untuk dosis kedua.
”Saya sudah meminta Kementerian Kesehatan untuk memberikan pendapat tentang penggunaan vaksin AstraZeneca untuk dosis pertama dan vaksin Pfizer untuk dosis kedua, atau AstraZeneca sebagai suntikan pertama dan Moderna sebagai dosis kedua,” kata Kono, menteri yang bertanggungjawab atas peluncuran vaksin, kepada Televisi Fuji.
Jepang telah menyetujui penggunaan vaksin AstraZeneca pada Juli 2021 dan kini telah mengamankan sekitar 2 juta dosis vaksin tersebut. Sebelumnya, Jepang mengandalkan penggunakan vaksin yang diproduksi oleh perusahaan farmasi Pfizer Inc/BioNTech SE dan Moderna Inc.
Menurut Kono, penggabungan suntikan vaksin AstraZeneca dengan vaksin lain itu akan mempercempat pelaksanaan vaksinasi. Juga dapat memperpendek interval waktu antara suntikan pertama dan kedua saat menggunakan vaksin AstraZeneca. Dua dosis AstraZeneca diberikan dengan selang waktu delapan minggu, lebih lama dari vaksin lain. Dengan menggabungkan suntikan vaksin dari dua produsen berbeda, lamanya interval itu dapat dipersingkat.
Jepang saat ini sedang berjuang melawan gelombang infeksi terburuk akibat penularan Covid-19 varian Delta. Infeksi harian baru akibat lonjaan vairan ini telah melebihi 25.000 pada Sabtu (28/9/2021), lonjakan tertinggi untuk pertama kali dalam bulan ini.
Rasio vaksinasi negara itu tertinggal dari negara-negara maju lainnya. Jepang telah memvaksinasi 54 persen penduduknya dengan setidaknya satu dosis dan 43 persen penduduknya telah divaksinasi penuh.
Pada Kamis lalu, Jepang menangguhkan penggunaan sekitar 1,63 juta dosis vaksin Moderna setelah petugas menemukan ada ampul (botol) vaksin yang terkontaminasi. Penangguhan ini meningkatkan kekhawatiran akan kekurangan vaksin ketika Jepang berusaha mempercepat vaksinasi di tengah lonjakan kasus.
Kementerian Kesehatan mengatakan, kontaminasi dilaporkan dari beberapa situs vaksinasi. Beberapa dosis mungkin telah diberikan, pejabat Jepang mengatakan, tetapi sejauh ini tidak ada laporan soal efek buruk pada kesehatan.
Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk menetapkan keadaan darurat Covid-19 untuk sejumlah wilayah yang akan berlangsung hingga 12 September 2021. Kebijakan untuk mencegah lonjakan infeksi Covid-19 itu meluas hingga mencakup 70 persen wilayah Jepang.
Saat ini keadaan darurat penuh sedang berlangsung di 21 prefektur, termasuk megapolitan Tokyo. Sumber pemerintah itu juga mengatakan, masih ada empat prefektur lainnya, yakni Kochi, Saga, Nagasaki, dan Miyazaki, yang ditambahkan ke dalam kondisi darurat semu (kuasi) sehingga menjadi 20 prefektur.
Keadaan darurat semu memungkinkan para gubernur untuk memberlakukan pembatasan bisnis di area tertentu di wilayah masing-masing. Dengan perluasan keadaan darurat, lebih dari 70 persen dari total 47 prefektur di Jepang terkena pembatasan untuk meredam lonjakan Covid-19.
Perluasan cakupan keadaan darurat diberlakukan setelah terjadi 21.500 kasus harian baru Covid-19 yang dilaporkan di seluruh negeri, Selasa (24/8/2021). Delapan prefektur mencatat rekor infeksi akibat varian Delta yang sangat menular. Pada Sabtu kemarin, kasus harian mencapai rekor tertinggi dalam bulan ini, yakni 25.000 kasus.
Pembatasan di Jepang lebih longgar daripada penguncian yang terlihat di beberapa negara. Otoritas memerintahkan restoran agar tutup lebih awal dan berhenti menyajikan alkohol dengan imbalan subsidi. Selama keadaan darurat, restoran diharuskan tutup pada pukul 20.00 waktu setempat.
Sementara fasilitas komersial utama termasuk supermarket dan pusat perbelanjaan diharuskan untuk membatasi jumlah pelanggan yang diizinkan masuk pada waktu yang sama. (REUTERS/AP/CAL)