Kerala dan Maharashtra dalam Pengawasan Pemerintah India
Pemerintah India kini memusatkan perhatian ke Negara Bagian Kerala dan Maharashtra yang menyumbang sekitar 70 persen kasus infeksi Covid-19 di negara itu. Sejauh ini, laju infeksi di negara bagian itu terkendali.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
NEW DELHI, JUMAT — Pemerintah India meminta Pemerintah Negara Bagian Kerala dan Maharashtra untuk mempertimbangkan pemberlakuan jam malam guna mengurangi kegiatan dan interaksi warga di wilayah tersebut. Tindakan ini dinilai perlu karena kedua negara bagian itu melaporkan lebih dari 40.000 infeksi Covid-19 baru dalam dua hari berturut-turut.
Infeksi Covid-19 di India telah menurun dan sempat mencapai angka 25.166 kasus per hari, level terendah dalam lima bulan terakhir pada pertengahan bulan ini. Namun, dalam tiga hari terakhir meningkat tajam, terutama di Kerala yang baru-baru ini merayakan festival besar.
Berdasarkan data pemerintah, Jumat (27/8/2021), Negara Bagian Kerala yang terletak di ujung selatan India menyumbang 60 persen kasus baru dalam sepekan terakhir dan lebih dari total kasus aktif. Sementara Negara Bagian Maharashtra menyumbang 16 persen kasus baru.
Pada Jumat (27/8/2021), terdapat 44.658 kasus Covid-19 baru dan membuat total kasus di India mencapai 32,6 juta kasus, terbanyak kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Terdapat 496 kasus kematian dalam 24 jam terakhir dan menjadikan jumlah korban jiwa akibat Covid-19 di negara ini mencapai 436.861 orang.
”Lebih banyak upaya yang perlu dilakukan utuk menahan peningkatan laju infeksi,” kata Kementerian Dalam Negeri India dalam sebuah pernyataan. Tindakan terpadu, seperti pelacakan kontak, vaksinasi, dan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat, perlu dilakukan oleh warga di kedua negara bagian ini.
Meski mengalami kenaikan, temuan Reuters di Distrik Malappuram di Kerala, sebuah distrik dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi serta kenaikan kasus infeksi yang juga tinggi, hanya 25 persen dari 344 tempat tidur yang dikhususkan bagi pasien Covid-19 terisi di rumah sakit. Tingkat kematian pasien Covid-19 di Kerala masih lebih rendah, yaitu 0,5 persen dibandingkan dengan angka kematian nasional, yaitu 1,4 persen dan Negara Bagian Uttar Pradesh sebesar 1,3 persen.
Para pejabat kesehatan di Kerala mengatakan, tes cepat (swab antigen) membuat mereka bisa mendeteksi lebih dini kasus infeksi baru. Tingkat pengujian di negara tersebut mencapai 86 orang per 100 penduduk.
”Pengawasan mereka bagus. Mereka mendeteksi kasus lebih awal dan pengujian mereka sangat terfokus. Selain itu, banyak warga di Kerala memiliki tingkat pendidikan yang memadai. Jadi, hal itu membantu,” kata MD Gupte, pensiunan Direktur Institut Epidemiologi Nasional.
TS Anish, anggota Komite Ahli Covid-19 Kerala, mengatakan, negara bagian sekarang fokus pada vaksinasi. ”Jika Anda dapat memvaksinasi dalam jumlah besar, Anda akan mendapatkan infeksi, tetapi sistem kesehatan Anda tidak akan kewalahan,” katanya.
Perpanjangan waktu
Pemerintah Selandia Baru memutuskan untuk memperpanjang pembatasan kegiatan warga selama empat hari ke depan. Setelah itu, pemerintah berencana untuk mulai melakukan pelonggaran. Meski begitu, kegiatan bisnis dan sekolah tetap tidak bisa melakukan kegiatan. Pemerintah bahkan menutup kota terbesar di Selandia Baru, Auckland, setidaknya hingga dua pekan mendatang.
”Kita melihat awal dari dataran tinggi kasus. Kehati-hatian masih diperlukan,” kata Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Ardern memerintahkan semua wilayah Selandia Baru, kecuali Auckland dan Northland, untuk menurunkan level pembatasannya ke level 3 mulai Rabu, 1 September mendatang. Pada level pembatasan ini, kegiatan bisnis hanya bisa beroperasi untuk memenuhi pesanan daring dan layanan nirsentuh. Bar dan restoran tidak menerima kunjungan tamu kecuali pesanan untuk dibawa pulang.
Seluruh tempat umum akan tetap ditutup. Sedangkan kegiatan pernikahan dan pemakaman terbatas untuk maksimal 10 orang.
Selandia Baru melaporkan adanya 70 kasus baru Covid-19. Seluruh kasus terjadi di Auckland dan menjadikan total kasus di negara ini sebanyak 347 kasus.
Kebijakan keras Ardern, mulai dari penguncian hingga penutupan perbatasan, telah membantu pemerintah mengendalikan kasus infeksi Covid-19 di negara ini. Namun, program vaksinasi dinilai lambat. Baru sekitar 21 persen dari 5,1 juta populasi warga telah mendapatkan vaksinasi penuh, laju paling lambat di antara negara-negara kaya kelompok OECD.
Kepala Eksekutif Kamar Dagang Canterbury Employers Leeann Watson mengatakan, perpanjangan penguncian itu mengecewakan.
”Ketika pemerintah mempertimbangkan pengambilan keputusan, apa pun, dengan dampak pada kesehatan masyarakat, kenyataannya adalah pembatasan yang sedang berlangsung tidak dapat menjadi bagian dari masa depan jangka panjang kita,” kata Watson.
Mike Toweel, pendiri perusahaan LED Display and Sign Specialist VitrineMedia NZ, mengatakan, kebijakan pembatasan mempersulit para pelaku bisnis skala kecil dan menengah.
Ardern membela keputusannya dengan mengatakan, menekan angka kasus baru adalah strategi yang tepat sampai semua orang divaksinasi. ”Tujuan kami saat ini adalah memvaksinasi lebih banyak orang daripada negara lain mana pun di dunia dan pada tingkat ini Selandia Baru melakukannya dengan sangat baik,” katanya. (Reuters)