Junta Myanmar Akan Berikan Vaksinasi bagi Etnis Rohingya
Semula menolak, junta berubah sikap dengan memberikan akses vaksin untuk etnis Rohingya. Ribuan warga Rohingya terinfeksi Covid-19 di tempat pengungsian yang tidak layak huni.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
SITTWE, JUMAT — Junta militer Myanmar mengumumkan akan memasukkan kelompok etnis Rohingnya ke dalam daftar vaksinasi Covid-19. Sebelumnya, junta menolak karena tidak menganggap orang-orang Rohingya sebagai warga negara Myanmar. Belum ada penjelasan mengenai perubahan sikap junta ini.
”Kelompok etnis Bengali (istilah lain untuk menyebut Rohingnya) akan diikutsertakan dalam program imunisasi Covid-19. Kami memutuskan, tidak seorang pun di Negara Bagian Rakhine akan ditinggal dari program ini,” kata juru bicara Majelis Militer Negara Bagian Rakhine, Zaw Min Tun, Jumat (27/8/2021) di Sittwe, ibu kota Rakhine.
Belum ada data terbaru jumlah etnis Rohingnya di Rakhine. Perhitungan terakhir dilakukan oleh Departemen Administrasi Umum Myanmar pada 2017. Disebutkan bahwa di Rakhine diperkirakan ada 79.000 orang Rohingnya yang tersebar di Distrik Sittwe, Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung. Sebanyak 90 persen orang Rohingnya mengungsi ke luar negeri, antara lain ke Bangladesh dan Indonesia, akibat genosida tahun 2012 oleh kelompok yang menganggap Rohingnya bukan bagian dari masyarakat Myanmar.
Orang-orang Rohingnya otomatis tidak memiliki negara. Di Myanmar pun status mereka adalah pengungsi dan harus tinggal di kemah-kemah pengungsian. Kondisi ini membuat mereka sangat rentan karena keadaan di kemah juga tidak ideal untuk hidup akibat berbagai masalah kebersihan dan kepadatan orang.
Surat kabar The Irawaddy edisi 12 Agustus lalu mengatakan, di kemah pengungsi Sittwe tercatat ada 3.400 kasus positif Covid-19 dan 290 kematian. Akan tetapi, Majelis Militer Rakhine saat itu menolak memberi para pengungsi Rohingnya vaksin Covid-19.
”Vaksin dibeli dengan anggaran negara, tentu yang boleh memakai adalah mereka yang tercatat sebagai warga negara Myanmar,” kata juru bicara Majelis Militer Rakhine, U Hla Thein. Ia menambahkan, khusus perawatan dan pengobatan Covid-19 boleh diakses oleh semua orang, termasuk Rohingnya.
Menanggapi pernyataan junta tersebut, Ketua Jaringan Perempuan Rakhine Daw Nyo Aye menuturkan, Covid-19 bukan bahaya yang mendiskriminasikan manusia dari latar belakang ras, agama, dan status sosial. Semua manusia bisa tertular. Tidak memasukkan etnis Rohingnya ke dalam daftar vaksinasi adalah kejahatan. Hingga kini tidak jelas penyebab junta kemudian berubah pikiran.
Dari 4,5 juta dosis vaksin Covid-19 yang diterima Myanmar dari China, Negara Bagian Rakhine memperoleh 90.000 dosis. Mereka memprioritaskan penyuntikan untuk orang-orang berusia 65 tahun ke atas. Meskipun demikian, sejak pekan lalu, sebelum junta berubah pikiran, Distrik Maungdaw telah memvaksinasi sejumlah orang dari kelompok lansia Rohingnya.
Surat kabar Myanmar Business Today edisi 11 Agustus melaporkan bahwa pemimpin junta Jenderal Senior Ming Aung Hlaing mengatakan, untuk negara berpenduduk 50 juta jiwa itu, pengadaan vaksin Covid-19 harus bisa secara swasembada. Apalagi, Bank Dunia menghitung bahwa ekonomi Myanmar mengalami kontraksi 18 persen.
”Kalau terus-menerus mengimpor, negara kita bisa bangkrut. Kita harus bisa mengembangkan vaksin dan obat perawatan Covid-19 sendiri,” ujarnya.
Sementara itu, para pengungsi Rohingnya di Bangladesh telah mulai mendapat vaksinasi Covid-19 sejak tanggal 9 Agustus. Pemerintah negara itu bekerja sama dengan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) menargetkan menyuntik 45.000 orang berusia di atas 55 tahun untuk fase pertama. Tercatat di Bangladesh ada 850.000 pengungsi Rohingnya dengan angka kasus positif Covid-19 sebanyak 2.600 orang dan kematian 29 jiwa. (AFP/REUTERS)