Jalan hidup warga Rohingya tak pernah lepas dari penderitaan. Terusir dari Myanmar, terlunta-lunta di pengungsian di Bangladesh, dan diisolasi ke pulau terpencil. Kini, kamp tempat penampungan mereka ludes terbakar.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
DHAKA, KAMIS — Sedikitnya 45.000 pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, harus mencari tempat penampungan baru. Tempat tinggal mereka di pusat penampungan pengungsi dekat perbatasan Bangladesh-Myanmar itu terbakar.
Sedikitnya 10.000 rumah semipermanen di pusat penampungan Balukhali ludes terbakar, Senin (22/3/2021). ”Kebanyakan orang tersebar di penampungan lain untuk tinggal dengan kenalan atau kerabat,” kata Snigdha Chakraborty, Manajer Catholic Relief Services, di Bangladesh, Rabu (24/3/2021), di Cox’s Bazar.
Selain puluhan ribu orang terpaksa mencari tempat pengungsian baru, ada 15 orang tewas dan 400 orang lagi belum diketahui keberadaannya. Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) mulai mendirikan tenda-tenda di lokasi. Orang-orang yang kehilangan pondok mulai datang ke tenda-tenda tersebut.
Sudah beberapa kali terjadi kebakaran di tempat pengungsian itu. Akibat rangkaian kebakaran tersebut, banyak orang Rohingya harus mengungsi lagi. Padahal, mereka datang ke Balukhali sebagai pengungsi dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Mereka lari ke Cox’s Bazar selepas rangkaian kekerasan yang melibatkan aparat dan milisi Myanmar pada 2017. Hampir 1 juta orang melarikan diri ke Cox\'s Bazar agar tidak menjadi sasaran kekerasan aparat dan milisi Myanmar.
Kini, rangkaian kebakaran membuat mereka harus mengungsi lagi. Sebelum sejumlah kebakaran itu, beberapa waktu lalu Bangladesh sudah berusaha mengurangi jumlah pengungsi. Caranya dengan mendorong repatriasi dan memindahkan sebagian orang ke pusat penampungan di Pulau Bhasan Char. Upaya repatriasi ditolak banyak pengungsi karena Myanmar belum aman.
Pemindahan ke Bhasan Char juga ditolak karena pulau ini benar-benar terisolasi. Pulau itu terletak 60 kilometer dari daratan terdekat. Dalam pemeriksaan UNHCR ditemukan, secara umum fasilitas di Bhasan Char lebih baik dibandingkan di Cox’s Bazar.
Di Bhasan Char, tempat tinggal dibangun dari tembok, ada jaringan pengolahan dan distribusi air bersih, rumah ibadah, dan fasilitas sanitasi. Masalahnya, pulau itu rawan diterjang badai dan ombak.
Dhaka bolak-balik menyatakan, pulau itu sudah aman karena dilengkapi tanggul hampir 3 meter. Selain itu, ada 120 pusat pengungsian sebagai antisipasi jika terjadi badai. Pusat-pusat pengungsian itu bisa sekaligus berfungsi sebagai sekolah, tempat perawatan kesehatan, dan tempat ibadah. Fasilitas-fasilitas pendukung juga sudah lengkap.
Relokasi pengungsi ke Bhasan Char juga dinyatakan untuk mengurangi kepadatan penghuni Balukhali dan penampungan lain di Cox’s Bazar. Sampai kini, sudah 14.000 warga Rohingya dipindah ke sana. Sebagian mengaku tidak tahu akan dipindah kala mereka dinaikkan ke kapal.
Dhaka ingin 100.000 orang Rohingya dipindahkan ke sana. Kini, sebanyak 34 organisasi kemanusiaan membantu pelayanan orang Rohingya di Bhasan Char. Sebagian organisasi itu berharap UNHCR segera beroperasi di Bhasan Char. Organisasi-organisasi nirlaba itu tidak yakin bisa terus beroperasi di Bhasan Char tanpa pendampingan UNHCR dan lembaga lain dalam naungan PBB.
Sorotan pada pagar
Aparat masih menyelidiki penyebab kebakaran di kamp pengungsian Balukhali. Api cepat menyebar di antara rumah-rumah berdinding bambu serta beratap terpal plastik di kamp itu. Di lokasi penampungan terdapat 34 kelompok rumah terpisah di wilayah seluas 3,2 hektar.
Bukan hanya kebakaran yang disoroti. Penggunaan kawat berduri untuk pagar keliling penampungan juga menjadi sorotan. Sejumlah pihak menuding, korban dalam insiden itu sulit menyelamatkan diri atau dicapai penolong karena terhalang kawat berduri. ”Pemerintah harus menghilangkan pagar dan melindungi pengungsi,” kata John Quinley, pegiat di Fortify Rights.
Sekretaris Jenderal Norwegian Refugee Council (NRC) Jan Egeland juga menyinggung soal pagar. ”Musibah ini bisa dikurangi seandainya pagar kawat berduri tidak ada di sekeliling penampungan. Staf NRC mendengar soal banyak pengungsi berusaha memotong kawat berdiri waktu menyelamatkan diri,” ujarnya.
Tudingan itu dibantah Dhaka. Pejabat Bangladesh untuk urusan pengungsi, Shah Rezwan Hayat, mengatakan bahwa pagar itu diperlukan. Pagar terpaksa dibangun di tengah peningkatan gangguan hukum dan ketertiban di pusat penampungan.
”Saya tidak yakin pagar menghambat upaya penyelamatan. Ada banyak jalan di penampungan dan ratusan aparat dikerahkan dalam penyelamatan,” kata Hayat.
Ia mengatakan, pagar sengaja dibangun di luar penampungan agar tidak ada hambatan di antara pondok-pondok pengungsi. ”Pagar kawat berduri dibuat di luar penampungan untuk memastikan keamanan dan keselamatan orang Rohingya. Kalau pagar itu jadi perintang, bagaimana mungkin belasan mobil pemadam dan polisi bisa berada di dalam penampungan 20 menit setelah kebakaran?” ujar Hayat.
Pejabat lain, Mohammad Shamsud Douza, mengatakan bahwa penyebab banyak orang meninggal bukan karena pagar. Masalahnya adalah api menyebar dengan cepat.
Ia juga menyangkal ada 400 pengungsi hilang. Hal yang terjadi adalah banyak orang berada di pondok lain dan belum terdata. ”Kamilah yang berada di lapangan,” ujar Douza. (AFP/REUTERS)