Dalam kunjungannya ke Singapura, Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris menegaskan sikap AS terkait dengan isu-isu di kawasan, termasuk isu Laut China Selatan dan Indo-Pasifik.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
SINGAPURA, SENIN — Lawatan Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris ke dua negara di Asia Tenggara dimulai di Singapura pada Senin (23/8/2021). Ia menekankan bahwa AS berkomitmen menjaga kestabilan keamanan di Asia Tenggara, Laut China Selatan, dan Indo-Pasifik agar kawasan itu dipastikan bebas dan terbuka.
Harris bertemu dengan Presiden Singapura Halimah Yacob dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong di Istana. Singapura adalah negara pertama yang ia kunjungi di Asia Tenggara. Setelah itu, Harris akan terbang menuju Vietnam.
”AS adalah pemimpin global. Ini adalah tugas yang kami emban dengan serius. Komitmen AS kepada Asia Tenggara mantap, tidak bisa diparalelkan dengan situasi di Afghanistan,” kata Harris dalam pidato sambutan di hadapan para wartawan. Terkait dengan Afghanistan, ia menambahkan bahwa fokus AS saat ini adalah mengungsikan warga negara mereka dan warga Afghanistan yang terafiliasi dengan lembaga AS.
Ini adalah hari pertama Harris di Singapura. Pada Selasa, ia akan bertemu dengan anggota kabinet dan parlemen. Perjalanan ke Singapura dan Vietnam ini bertujuan menjegal pengaruh China di bidang politik, keamanan, dan ekonomi di Asia Tenggara.
”Visi AS dengan Singapura ialah keamanan dan kestabilan di wilayah Indo-Pasifik, dalam hal ini termasuk di Laut China Selatan. Kami menghormati dan akan berusaha melaksanakan aturan internasional mengenai batas wilayah di Laut China Selatan,” ujar Harris.
Hal ini menyinggung pertikaian di Laut China Selatan yang melibatkan Vietnam dan Filipina akibat China melanggar batas wilayah kedua negara itu. Sejatinya, Laut China Selatan melingkupi Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Filipina, dan Taiwan. Aturan ini diputuskan oleh Mahkamah Internasional di Belanda pada 2016. Akan tetapi, China menolaknya dan bersikeras menerapkan aturan sendiri berupa Sembilan Garis Putus-putus yang mengklaim 80 persen dari Laut China Selatan sebagai wilayah mereka.
Oleh sebab itu, AS melakukan kerja sama keamanan dengan Singapura. Saat ini, kapal angkatan laut AS, USS Tulsa, tengah berada di pangkalan AL Singapura, Changi, untuk latihan bersama militer Singapura. Pascakunjungan Harris, pesawat militer P-8 dan sejumlah kapal militer milik AS akan rutin melakukan patroli di Laut China Selatan hingga ke Singapura.
Harris dan Lee juga menandatangani perjanjian keamanan daring di sektor keuangan, keamanan, dan informasi. Hal ini guna mencegah peretasan yang berisiko melambatkan, bahkan melumpuhkan sistem pemerintahan dan perekonomian kedua negara.
Selain membicarakan soal keamanan wilayah, AS juga hendak membangun rantai suplai dengan Singapura di bidang semikonduktor. Kelangkaan semikonduktor akibat Covid-19 membuat industri otomotif di AS terjerembab.
Mitra akrab
Dilansir dari harian The Strait Times, Lee mengungkapkan bahwa Singapura dan AS tidak menandatangani pakta pertahanan apa pun. Akan tetapi, kedua negara sudah menjalin hubungan akrab selama 55 tahun.
AS adalah investor terbesar di Singapura dengan nilai penanaman modal langsung sebesar 315 miliar dollar AS. Jumlah ini lebih besar daripada investasi AS di China, India, dan Korea Selatan. Ada 5.500 perusahaan AS yang beroperasi di Singapura. Sementara itu, di AS, Singapura adalah investor Asia terbesar kedua dengan nilai penanaman modal langsung 65 miliar dollar AS.
”Persepsi dunia terhadap AS sepenuhnya tergantung dari cara AS memperlakukan negara lain sebagai mitra. Khusus untuk Singapura, kami tidak memilih pihak antara AS dan China karena semuanya adalah sahabat,” ujar Lee. Menurut dia, juga dibicarakan mengenai kerja sama bilateral penanganan krisis iklim dan pandemi Covid-19.
Pakar politik Universitas Nasional Singapura (NUS), Chong Ja Ian, mengatakan, Lee tampak berhati-hati dalam memberi sambutan ataupun menjawab pertanyaan dari awak media. Ia menduga, ketika Harris melawat ke Vietnam, sikap Pemerintah Vietnam juga akan serupa dengan Singapura.
”Jelas sekali Pemerintah Singapura memilih dan memilah kata agar tidak menyinggung amarah Beijing,” ucapnya. (Reuters)