Petinggi Taliban Berkumpul untuk Bentuk Emirat Islam Afghanistan
Para pemimpin Taliban berada di Kabul untuk membentuk pemerintahan. Mereka akan bertemu dengan para ulama dan mantan pemimpin pemerintahan lama.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
KABUL, SABTU — Salah satu pendiri Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar, tiba di Kabul, Afghanistan, Sabtu (21/8/2021), untuk memulai pembicaraan soal pembentukan pemerintahan Islam yang disebut ”Emirat Islam Afghanistan”. Dia bertemu para pemimpin Taliban yang sudah lebih dulu tiba di Kabul serta para ulama dan mantan pemimpin pemerintah.
Emirat Islam Afganistan adalah negara Islam yang secara de facto dibentuk oleh Taliban Agustus ini. Ini adalah nama negara yang juga digunakan Taliban saat memerintah mulai 1996 hingga saat digulingkan oleh koalisi asing pimpinan Amerika pada 2001, pasca-serangan teroris Al Qaeda di Washington dan New York, 11 September 2001.
Seorang pejabat senior Taliban, Sabtu (21/8/2021), mengatakan, ”Dia (Baradar) akan bertemu para pemimpin jihad dan politisi lain untuk pembentukan pemerintah (baru) yang inklusif.”
Pemimpin senior Taliban lainnya sudah tiba di Kabul dalam beberapa hari ini, termasuk Khalil Haqqani. AS sebelumnya menetapkan Haqqani sebagai salah satu teroris paling dicari dengan hadiah 5 juta dollar AS untuk siapa yang memberikan informasi mengenai keberadaannya. Haqqani juga termasuk dalam daftar teroris yang dikeluarkan PBB.
Sebenarnya Baradar sudah tiba di Afghanistan sejak Selasa lalu dari Doha, Qatar. Namun, saat itu dia mendarat di Kandahar, ibu kota Provinsi Kandahar, kota terbesar kedua setelah Kabul. Kandahar adalah kota kelahiran dan benteng pertahanan terakhir Taliban sebelum pemerintahannya digulingkan oleh invasi AS dan sekutunya pada 7 Oktober 2001.
Beberapa jam setelah Baradar tiba di Kabul, Taliban mengumumkan aturannya akan ”berbeda” kali ini. Kelompok garis keras ini mengatakan bahwa mereka ingin membentuk pemerintahan yang inklusif. Meski demikian, mereka hanya memberikan sedikit rincian tentang siapa yang akan dilibatkan. Ketika memerintah pada 1996-2001, Taliban menerapkan hukum syariah secara ketat.
Ditangkap di Pakistan pada 2010, Baradar lalu ditahan. Atas permintaan AS, Pakistan kemudian membebaskannya pada 2018. Dia lantas pindah ke Qatar. Baradar ditunjuk Taliban sebagai Kepala Kantor Politik Taliban di Doha, Qatar. Di sana dia mengawasi penandatanganan perjanjian yang mengarah pada kesepakatan damai AS-Taliban, termasuk penarikan penuh pasukan asing dari Afghanistan.
Tahun lalu, Baradar sebagai ketua tim negosiasi Taliban sempat berbicara lewat telepon dengan presiden ke-45 AS, Donald Trump. Ini dilakukan tak lama setelah AS-Taliban meneken kesepakatan damai di Doha, 29 Februari 2020. ”Hubungan saya dengan Mullah sangat baik. Mereka ingin menghentikan kekerasan, akan menghentikan kekerasan,” ucap Trump saat itu.
Namun, tak lama setelah kesepakatan damai diteken, Taliban mengingkari dengan meningkatkan serangan di Afghanistan. Harapan akan kesepakatan damai yang dirundingkan antara Pemerintah Afghanistan dan Taliban pun runtuh.
Taliban akhirnya menumbangkan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang didukung Barat lewat pendudukan kota demi kota di Afghanistan. Puncaknya terjadi pada penguasaan Kabul, ibu kota Afghanistan, pada Minggu lalu. Setelah para pejuangnya memastikan ibu kota Afghanistan dalam kendali, para pemimpin Taliban kemudian berdatangan ke Kabul.
Pada Jumat lalu, Khalil Haqqani yang merupakan paman wakil pemimpin Taliban, Sirajuddin Haqqani, sudah di Kabul. Ia memimpin shalat di sebuah masjid di Kabul. Pemimpin kunci lain dari jaringan Haqqani, yakni Anas Haqqani, juga sudah berada di Kabul. Dia telah bertemu mantan Presiden Hamid Karzai dan Abdullah Abdullah, Ketua Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional (HCNR) Afghanistan.
Diberitakan sebelumnya, kelompok Taliban tengah berupaya membentuk pemerintahan sendiri. Upaya pembentukan pemerintahan Taliban itu dimulai dengan pertemuan politik pada Rabu (18/8/2021) malam waktu setempat. Saat itu Taliban berjanji akan tampil ”berbeda secara positif” dari pemerintahan mereka selama berkuasa pada 1996-2001.
Dalam pertemuan Rabu lalu, Taliban diwakili juru rundingnya, Anas Haqqani. Ia bertemu Karzai dan Abdullah. Karzai adalah pemimpin pertama Afghanistan yang didukung Barat setelah penggulingan Taliban oleh invasi AS pada Oktober 2001. Abdullah juga sebagai juru runding pemerintah Ghani dalam dialog damai dengan Taliban.
Anggota senior Taliban, Waheedullah Hashimi, mengatakan, pemimpin tertinggi Haibatullah Akhundzada menjadi penanggung jawab utama pembentukan pemerintahan. Afghanistan tidak akan menjadi negara demokrasi. ”Ini adalah hukum syariah dan hanya itu,” katanya.
Sementara itu, sekitar 12.000 orang asing dan warga Afghanistan yang bekerja untuk kedutaan besar dan kelompok bantuan internasional telah dievakuasi dari bandara Kabul. Seorang pejabat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengatakan, mereka dievakuasi sejak gerilyawan Taliban memasuki ibu kota seminggu yang lalu.
”Proses evakuasi lambat karena berisiko. Kami tidak ingin bentrokan dalam bentuk apa pun dengan anggota Taliban atau warga sipil di luar bandara. Kami tidak ingin menyalahkan siapa pun mengenai rencana evakuasi,” kata pejabat NATO.
Anggota Taliban bersenjata bersiaga di sekitar bandara. Mereka mendesak siapa saja yang tidak memiliki dokumen perjalanan untuk kembali rumah mereka. Sedikitnya 12 orang tewas di dalam dan sekitar bandara sejak Minggu lalu.
”Kekacauan di bandara Kabul, yang dibanjiri ribuan orang putus asa untuk melarikan diri dari negara itu, bukan tanggung jawab Taliban,” kata pejabat kelompok militan itu.
Sementara itu, Amnesty International (AI) dalam investigasi terbarunya melaporkan bahwa Taliban bertanggung jawab atas pembunuhan keji terhadap sembilan pria etnis Hazara. Peristiwa ini terjadi setelah Taliban menguasai Provinsi Ghazni. Menurut sejumlah saksi mata, peristiwa terjadi pada 4-6 Juli di Desa Mundarakht, Distrik Malistan.
”Kami mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengadopsi resolusi darurat yang menuntut agar Taliban menghormati hukum hak asasi manusia (HAM) internasional dan memastikan keselamatan semua warga Afghanistan, terlepas latar belakang etnis atau keyakinan agama mereka,” kata AI.
AI juga meminta Dewan HAM PBB untuk menggelar investigasi guna mendokumentasikan, mengumpulkan, dan menyimpan bukti-bukti kejahatan dan pelanggaran HAM yang terjadi di seluruh Afghanistan. Hal ini sebagai dasar pengambilan kebijakan komunitas internasional.
Penyiksaan dalam konteks konflik bersenjata merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Geneva. Tindakan itu sekaligus merupakan kejahatan perang di bawah Statuta Roma di Mahkamah Pidana Internasional. (AFP/AP/REUTERS/CAL)