Penunjukan Dubes AS untuk China Tandai Pergeseran Paradigma Diplomasi
Presiden Joe Biden menunjuk diplomat veteran sebagai Dubes AS untuk China. AS ingin utusannya bisa memainkan peran lebih sentral dalam hubungan diplomatik kedua negara yang semakin retak.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, SABTU — Presiden Amerika Serikat Joe Biden menominasikan diplomat veteran AS, Nicholas Burns, sebagai Duta Besar AS untuk China. Jika usulan ini dikonfirmasi oleh Senat, Burns akan segera menuju China karena hubungan kedua negara tengah berada pada titik terendah selama beberapa dekade.
Nominasi Burns yang diumumkan oleh Gedung Putih, Jumat (20/8/2021), dibaca oleh banyak pihak sebagai pertanda bahwa pemerintahan Biden tengah mencari utusan untuk memainkan peran lebih sentral di dalam hubungan diplomatik kedua rival yang semakin retak. Selain itu, terpilihnya Burns, yang pernah menjabat Wakil Menteri Luar Negeri tahun 2005-2008, menandai pergeseran, dari sebelumnya politisi dan bukan diplomat yang berpengalaman ke sosok yang memang mengetahui peran dan fungsinya dalam hubungan diplomasi.
Hubungan Amerika Serikat-China memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Dimulai dengan perang dagang saat Gedung Putih dipimpin Donald Trump, perselisihan itu semakin meruncing saat pandemi Covid-19 yang dimulai di Wuhan, China, meluas ke seluruh dunia, termasuk AS. Perselisihan AS dengan China soal Taiwan, tudingan genosida kelompok minoritas Uighur di Xinjiang, hingga aktivitas militer China di kawasan Laut China Selatan juga menjadi masalah-masalah yang membuat konflik semakin meruncing.
Burns, yang beberapa tahun terakhir ini lebih banyak mengajar tentang hubungan internasional, khususnya hubungan AS-China, harus menghadapi dampak jatuhnya Afghanistan ke tangan Taliban. Ini juga termasuk pergeseran fokus pemerintahan Biden ke Indo-Pasifik dan China.
Pemerintah China belum secara resmi mengakui Taliban sebagai penguasa baru Afghanistan. Namun, Menlu Wang Yi sempat menjamu pemimpin Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar. Dalam pertemuan itu, Wang Yi mengatakan, dunia harus membimbing dan mendukung negara itu saat transisi ke negara baru dan bukannya memberi tekanan lebih.
Nominasi Burns untuk mengisi posisi sebagai dubes di AS sedikit lebih lambat dibandingkan dengan China, yang telah menunjuk Qin Gang, orang kepercayaan Presiden Xi Jinping, untuk mengisi posisi sebagai dubes China di AS sejak akhir Juli lalu. Qin, mantan Wakil Menlu China periode 2018-2021, ditugaskan mengisi posisi yang lowong setelah ditinggalkan Cui Tiankai. Dia diberi mandat untuk memoles kembali hubungan diplomasi kedua negara yang renggang.
”China dan AS adalah dua negara dengan sejarah, budaya, sistem ekonomi, dan politik yang berbeda. Meskipun begitu, kita harus melihat bahwa ini era baru dalam hubungan bilateral. Kita harus mulai membangun komunikasi lagi agar bisa saling memahami,” kata Qin dalam pidato ketika baru tiba di AS (Kompas.id, 29 Juli 2021)
Lebih intim
Burns berharap dirinya bisa segera kembali mengabdi, melayani kepentingan publik, jika nominasi itu disetujui oleh Senat. Dia juga berharap bisa bekerja di tengah suasana persaingan strategis antara AS dan China serta tantangan yang sulit dan kompleks dalam hubungan kedua negara.
Banyak yang menganggap Burns bukan spesialis kebijakan China, begitu pula dengan empat duta besar AS sebelumnya untuk Negeri Tirai Bambu tersebut.
Evan Medeiros, spesialis Asia yang sekarang mengajar di Universitas Georgetown, mengatakan, pemilihan Burns mengindikasikan Biden mencari model komunikasi baru dengan Beijing saat dialog tingkat tinggi reguler telah berhenti berkembang dalam menghadapi persaingan ideologis yang semakin meningkat.
”Apa yang ingin disampaikan (dengan nominasi Burns) adalah kita membutuhkan kuda pekerja, bukan kuda pertunjukan. AS ingin duta besarnya menjadi salah satu pemain kunci dalam hubungan ini, dan pemerintah membutuhkan seseorang yang memahami politik kekuatan besar,” kata Medeiros.
Sebelumnya, penunjukan Terry Branstad sebagai Dubes AS untuk China oleh Trump diharapkan bisa meningkatkan hubungan dan menavigasi ketegangan antara AS-China. Akan tetapi, mantan Gubernur Iowa itu bisa dibilang gagal karena kedua negara tetap terjun dalam perang dagang yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ketika ketegangan antara Beijing dan Washington meningkat dalam beberapa tahun terakhir, peran duta besar AS di China semakin dibatasi, terutama karena Beijing berusaha membatasi keterlibatan duta besar dengan orang-orang biasa. Pemerintahan Biden sendiri menunjukkan keengganan untuk kembali ke dialog reguler dan terstruktur yang diupayakan oleh Beijing. Hal ini, menurut beberapa analis, mengindikasikan pejabat Dubes AS akan mengambil peran yang lebih penting.
”Duta Besar AS di Beijing dapat kembali melayani, baik sebagai utusan maupun penyampai pesan bagi pejabat China,” kata James Green, mantan pejabat AS yang bertugas di Kedubes AS di Beijing.
Green mengatakan, pemerintahan Biden akan mendapat manfaat dari pemahaman Burns yang mendalam soal birokrasi kebijakan luar negeri serta kejelasan pesan yang akan disampaikan Burns ke Beijing mengingat peran Burns sebagai juru bicara Deplu AS pada pertengahan tahun 1990-an. (AFP/Reuters)