China-AS Mau Kerja Sama Tangani Covid-19 dan Iklim
Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Wendy Sherman mengunjungi China. Di tengah beragam pertentangan, AS dan China mencoba untuk mengupayakan titik temu.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
BEIJING, SENIN — Ketegangan hubungan China dan Amerika Serikat seakan tak berujung. China kembali menuding AS sengaja menciptakan ”musuh imajiner” hanya untuk mengalihkan perhatian dari masalah domestiknya sendiri dan menekan China. Tujuan AS semata-mata untuk membangkitkan semangat nasionalisme di AS. Meski demikian, China dan AS sepakat mengesampingkan perbedaan dan bekerja sama menangani persoalan dunia yang pelik, seperti iklim dan pandemi Covid-19.
Atmosfer negatif itu menguar pada saat Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman berkunjung ke Tianjin, China, sejak Minggu. Sherman bertemu dengan Penasihat Negara dan Menlu China Wang Yi, Senin (26/7/2021). Sherman merupakan pejabat tertinggi AS yang berkunjung ke China setelah Joe Biden terpilih sebagai presiden AS.
Kunjungan Sherman ini menyusul pertemuan awal yang berakhir kacau, Maret lalu, di Anchorage, Alaska, di mana Wang Yi dan diplomat veteran China, Yang Jiechi, beradu mulut dengan Menlu AS Antony Blinken dan penasihat keamanan nasional, Jake Sullivan. Dalam pertemuan Sherman kali ini disebutkan China bersedia mengesampingkan perbedaan sambil mengupayakan pemahaman yang sama.
Juru bicara Kemlu AS, Ned Price, menggambarkan pertemuan itu berlangsung ”jujur dan terbuka” dan membahas berbagai isu. Proses pembicaraan kedua negara ini menunjukkan pentingnya menjaga komunikasi terus-menerus. Namun, dalam pertemuan itu tidak dibahas mengenai kemungkinan pertemuan antara Biden dan Presiden China Xi Jinping. Para pengamat memperkirakan keduanya bertemu pada saat pertemuan G-20 di Roma pada akhir Oktober.
Meski mengesampingkan perbedaan, AS tetap pada sikap mengkritik isu-isu hak asasi manusia China. Di sisi lain, China berpandangan AS tidak bisa mengharapkan kedua negara bisa bekerja sama tetapi di saat yang sama AS malah menekan kebangkitan China. ”Sebagai negara-negara berkekuatan besar yang bertanggung jawab, ada beberapa hal yang melampaui perbedaan kita,” kata Sherman seusai pertemuan dengan Wang Yi.
Sementara China masih menyalahkan AS sebagai penyebab kebuntuan hubungan bilateral kedua negara. China meminta AS mengubah pola pikir yang sesat dan kebijakan berbahayanya. Wakil Menteri Luar Negeri China Xie Feng menuding pemerintahan Presiden AS Joe Biden menghambat pembangunan China. Meski demikian, China tetap bersedia mengupayakan pemahaman yang sama dengan mengesampingkan perbedaan.
Hubungan AS dan China memburuk pada masa pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, dan sampai sekarang masih canggung di banyak isu, termasuk teknologi, keamanan dunia maya, dan HAM. Pemerintahan Biden mau bekerja sama dengan China di isu-isu penting dan genting, seperti iklim, tetapi tetap kritis di isu HAM.
”AS memobilisasi pemerintah dan rakyatnya untuk menghambat China. Seolah-olah begitu pembangunan China bisa dihambat, masalah domestik dan eksternal AS akan teratasi dan AS akan menjadi hebat lagi dan hegemoni AS bisa berlanjut,” kata Xie.
Dalam pertemuan dengan Wang Yi, Sherman juga disebutkan menyinggung soal keengganan China bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait dengan penyelidikan lanjutan asal usul Covid-19 dan akses media asing di China. ”Wakil Menlu menyinggung mengenai berbagai tindakan China yang tidak sesuai dengan nilai-nilai AS dan negara-negara rekan AS serta tatanan dunia berdasarkan aturan internasional,” sebut Kemlu AS dalam pernyataan tertulisnya.
Bagi AS, penting berdialog dengan China mengenai masalah apa saja keduanya berbeda pandangan sehingga akan bisa saling memahami posisi masing-masing. Namun, salah seorang pejabat AS menyebutkan dalam pertemuan Sherman dan Wang Yi tidak akan ada kesepakatan atau keputusan apa pun terkait perbedaan pandangan itu.
Selain berkunjung ke China, Sherman juga akan melawat ke Jepang, Korea Selatan, dan Mongolia. Sebelum Sherman tiba di China, Wang Yi, Sabtu, sempat mengingatkan China tidak akan bisa menerima sikap AS yang memosisikan diri superior dalam hubungan bilateral ini. AS tidak masalah jika harus bersaing dengan China selama aturan mainnya jelas sehingga tidak terjadi konflik.
Selama ini Pemerintah AS keras mengkritik China, terutama pada kebijakan China terhadap Hong Kong dan Xinjiang. Senat AS juga mengesahkan rancangan undang-undang yang melarang impor dari negara-negara di Barat jauh karena alasan keprihatinan terhadap isu kerja paksa.
Xie meminta AS tidak menjelek-jelekkan China. Ia juga telah menyampaikan daftar permintaan pada AS tindakan AS apa saja yang harus dilakukan AS jika ingin memperbaiki hubungan dengan AS, salah satunya seperti mencabut sanksi terhadap para pejabat China dan mencabut larangan pemberian visa untuk siswa China.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, juga menegaskan China menghendaki agar rencana penyelidikan lanjutan asal usul Covid-19 dihentikan karena hal itu sudah melewati batas. Zhao mengingatkan AS kembali agar mencabut sanksi terhadap para anggota Partai Komunis China dan keluarganya, para pemimpin China, dan para pejabat pemerintah. AS juga diminta menarik permintaan ekstradisi Meng Wanzhou, eksekutif Huawei yang ditahan di Kanada.
Sebelumnya, Jumat lalu, disebutkan untuk membalas sanksi yang diberikan AS, China menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah individu, termasuk mantan Menteri Perdagangan AS, Wilbur Ross, Direktur Pemantau HAM China di AS Sophie Richardson, Kepala Komisi Peninjau Keamanan dan Ekonomi AS-China Carolyn Bartholomew, dan Adam King dari Institut Republikan Internasional.
Jen Psaki dari bidang pers di Gedung Putih mengatakan, tindakan AS itu menunjukkan cara China menghukum warga AS, perusahaan, dan organisasi masyarakat sipil untuk mengirimkan pesan-pesan politiknya.
”Ketika dua negara melihat satu sama lain sebagai musuh, ada risiko bahaya keduanya akan benar-benar menjadi musuh,” kata Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional di Renmin University di Beijing, Cheng Xiaohe. (REUTERS/AP/LUK)