Taliban Siapkan Pemerintahan dengan Terapkan Hukum Syariah
Taliban mulai membentuk pemerintahannya yang dicitrakan lebih moderat meski tetap dengan hukum syariah. Namun, mereka memenggal kepala patung pemimpin Hazara.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
KABUL, KAMIS — Kelompok Taliban tengah berupaya membentuk pemerintahan sendiri. Taliban berjanji akan tampil ”berbeda secara positif” dari pemerintahan mereka selama berkuasa pada 1996-2001.
Upaya pembentukan pemerintahan Taliban itu dimulai dengan pertemuan politik pada Rabu (18/8/2021) malam waktu setempat. Taliban diwakili juru rundingnya, Anas Haqqani, bertemu dengan mantan Presiden Hamid Karzai dan Ketua Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional Aghanistan Adullah Abdullah. Karzai adalah pemimpin pertama Afghanistan yang didukung Barat setelah penggulingan Taliban oleh invasi AS pada Oktober 2001.
Abdullah memimpin Dewan Tinggi Rekonsiliasi Nasional (HCNR) Afghanistan sekaligus juru runding pemerintah presiden terguling, Ashraf Ghani, dalam dialog damai dengan Taliban (intra-Afghanistan).
Anggota senior Taliban, Waheedullah Hashimi, mengatakan, pemimpin tertinggi Haibatullah Akhundzada menjadi penanggung jawab utama pembentukan pemerintahan. Afghanistan tidak akan menjadi negara demokrasi. ”Ini adalah hukum syariah dan hanya itu,” katanya.
Di Uni Emirat Arab, Ghani—yang melarikan diri saat Taliban mendekati ibu kota Kabul—mendukung negosiasi Taliban dengan Karzai dan Abdullah. Dia ingin negosiasi itu sukses. Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman mengatakan, Ghani ”bukan lagi seorang tokoh” politik Afghanistan.
Belum diketahui apa yang menjadi inti pertemuan Taliban dengan Karzai dan Abdullah. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, sebelumnya mengatakan, rezim baru akan ”berbeda secara positif” dari pemerintahan mereka pada tahun 1996-2001.
Saat berkuasa, Taliban dikenal kejam, menerapkan hukum mati dengan cara merajam, melarang anak perempuan sekolah, dan melarang perempuan bekerja tanpa pengawasan laki-laki anggota keluarganya.
Ketika kini Taliban bergerak untuk membentuk pemerintahan baru, Akhundzada telah memerintahkan pembebasan ”tahanan politik”. Taliban menyerukan para gubernur untuk membebaskan para tawanan Taliban tanpa batasan atau persyaratan apa pun. Mereka harus dibebaskan tanpa syarat.
Taliban mencoba memproyeksikan wajah baru yang lebih moderat, berjanji tidak membalas dendam kepada lawannya, dan menghormati hak-hak perempuan. Namun, komunitas internasional meragukan janji Taliban.
Kebangkitan kembali Taliban menakutkan sebagian besar warga Afghanistan sehingga berusaha untuk melarikan dari dari negaranya itu. Ribuan warga dan orang asing masih berusaha melarikan diri dari Afghanistan. Mereka takut akan terulangnya sejarah pelanggaran HAM di masa lalu oleh Taliban.
Di sisi lain, anggota bersenjata Taliban mencegah rombongan besar warga Afghanistan yang putus asa dan melarikan diri menuju Bandara Kabul, Rabu. Anggota Taliban memenggal patung pemimpin Syiah di Hazara, dan menembak mati tiga orang dalam demonstrasi di Jalalabad.
Bersamaan dengan arus warga Afghanistan dan orang asing yang terus melarikan diri dari negara itu, AS dan negara-negara lain meningkatkan evakuasi lewat Bandara Kabul. Namun, ”Kami menghadapi banyak kesulitan untuk mencari orang-orang yang membantu kami ketika kami berada di sana,” kata Biden.
Presiden Biden, yang kini berada dalam tekanan di dalam dan luar negeri atas keputusan menarik pasukan AS setelah 20 tahun berperang, mengatakan bahwa sejumlah besar tentara dapat tetap bertahan di Afghanistan meski telah melewati batas akhir penarikan pasukan AS pada 31 Agustus. Biden mengatakan, tentara AS diperlukan untuk menjamin keselamatan evakuasi semua warga AS.
Politisi kawakan Demokrat itu juga mengatakan kepada ABC News bahwa dia yakin tidak mungkin AS meninggalkan Afghanistan tanpa kekacauan. Washington menyatakan keprihatinan bahwa Taliban telah mengingkari janjinya menjamin perjalanan yang aman ke bandara bagi warga Afghanistan yang ingin pergi dari negaranya.
”Kami mengharapkan Taliban mengizinkan semua warga Amerika, semua warga negara ketiga, dan semua warga Afghanistan yang ingin pergi dengan aman dan tanpa gangguan,” kata Wakil Menlu Sherman kepada wartawan di Washington.
Nyatanya, anggota bersenjata Taliban mencegah semua warga Afghanistan yang melarikan diri melalui Bandara Kabul, Rabu. Saksi mata mengatakan, anggota Taliban mencegah orang masuk ke bandara, termasuk mereka yang memiliki dokumen yang diperlukan untuk keluar dari Afghanistan.
”Kejadian ini benar-benar bencana. Taliban menembak ke udara, mendorong orang, memukuli mereka dengan senjata AK47,” kata salah satu orang yang mencoba menerobos.
Seorang pejabat Taliban mengakui adanya penembakan ke udara untuk membubarkan kerumunan di luar bandara Kabul. Tetapi, ”Kami tidak berniat melukai siapa pun,” katanya.
Aksi protes
Sementara itu, sedikitnya tiga orang tewas dalam aksi protes anti-Taliban di kota Jalalabad, sekitar 150 km dari Kabul. Aksi protes ini menjadi ujian awal bagi Taliban yang berjanji akan menjalankan pemerintahan dengan damai.
Dua saksi dan seorang mantan pejabat polisi mengatakan, Taliban melepaskan tembakan ketika warga mencoba memasang bendera nasional Afghanistan di alun-alun kota itu. Akibatnya, selain tiga orang tewas, belasan orang lain juga terluka.
Di Bamiyan, ibu kota Provinsi Bamiyan, yang berada di wilayah Hazara, penduduk melaporkan bahwa kepala patung pemimpin Hazara, Abdul Ali Mazari, telah dipenggal. Mazari dibunuh Taliban pada tahun 1990-an dan setelah Taliban tumbang pada 2001, penduduk membangun patung Mazari.
Mazari adalah pemimpin yang sangat dihormati masyarakat Hazara yang umumnya adalah Muslim Syiah. Ribuan orang Hazara dibunuh selama Taliban berkuasa lebih dari dua dekade lalu dan dalam pertempuran yang membuat Taliban menguasai Afghanistan pada 1996-2001.
”Kami tidak yakin siapa yang memengal patung itu. Namun, banyak anggota Taliban hadir di sini, termasuk beberapa yang dikenal karena kebrutalan mereka,” kata seorang warga.
Pada tahun 2001, Taliban menghancurkan dua patung Buddha terkenal di Bamiyan setelah menganggapnya tidak Islami. (AFP/REUTERS/AP)