IAEA: Pengayaan Uranium Iran Dekati Level Buat Senjata
Laporan terbaru IAEA menyebut pengayaan uranium Iran mendekati level untuk pembuatan senjata nuklir. Iran manyatakan mau kembali pada batas pengayaan uranium dalam kesepakatan nuklir 2015 jika AS mencabut sanksinya.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
VIENNA, RABU — Badan Tenaga Atom Internasional atau IAEA mengeluarkan laporan yang menyatakan percepatan pengayaan uranium Iran telah mendekati tingkat pengayaan uranium yang bisa digunakan sebagai bahan senjata. Dalam laporan IAEA yang dilihat kantor berita Reuters, disebutkan tingkat kemurnian uranium Iran telah mencapai 60 persen, meningkat beberapa kali lipat dibandingkan pengayaan pada April lalu yang baru 20 persen.
Dalam laporan terbarunya, Selasa (17/8/2021), IAEA menyebutkan, untuk mempercepat pemurnian uranium, para ahli nuklir Iran menggunakan dua pengayaan bertingkat (cascade) atau kluster dari mesin sentrifugal. Pada Mei lalu, laporan IAEA menyebut proses pengayaan uranium di fasilitas nuklir Natanz, yang pernah disabotase intelijen Israel, baru menggunakan satu pengayaan bertingkat saja.
Laporan IAEA juga menyebutkan bahwa tindakan pengayaan itu merupakan pelanggaran untuk kesekian kalinya yang dilakukan Iran terhadap kesepakatan nuklir Iran atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) tahun 2015. Berdasarkan JCPOA, tingkat pemurnian uranium oleh Iran hanya dibolehkan pada level 3,67 persen guna mencegah agar pengayaan uranium itu tidak sampai pada level pembuatan senjata nuklir.
JCPOA ditandatangani Iran dan enam negara utama, yang dikenal sebagai kelompok P5+1, yakni AS, China, Inggris, Perancis, Rusia, dan Jerman, pada 14 Juli 2015. Dengan kesepakatan itu, Iran tidak boleh mengembangkan pengayaan uranium menjadi senjata nuklir dengan imbalan bahwa negara tersebut dilepaskan dari sanksi-sanksi ekonomi.
AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump menarik diri dan keluar dari JCPOA, kemudian menjatuhkan kembali sanksi ekonomi pada Iran. Teheran membalas dengan terus meningkatkan pengayaan uranium di fasilitas-fasilitas nuklirnya.
”Jika pihak-pihak lain kembali pada kewajiban mereka sesuai kesepakatan nuklir serta Washington secara penuh dan dapat diverifikasi mencabut sanksi-sanksi unilateral dan ilegalnya, seluruh mitigasi dan tindakan balasan bisa dihentikan,” kata Saeed Khatibzadeh, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, yang dikutip media pemerintah setempat.
Washington di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden kembali berunding dengan Iran untuk memulihkan kesepakatan nuklir. AS dan negara mitra penanda tangan JCPOA berulang kali memperingatkan, pelanggaran isi kesepakatan yang terus-menerus bisa berujung pada penghentian negosiasi ulang kesepakatan nuklir.
Penilaian IAEA
Dalam laporan IAEA disebutkan, verifikasi IAEA terhadap para ahli nuklir Iran menunjukkan bahwa Iran telah menggunakan 257 gram uranium yang diperkaya hingga 20 persen U-235 dalam bentuk uranium tetrafluorida atau UF4 untuk menghasilkan 200 gram logam uranium yang diperkaya.
Langkah pengayaan ini, menurut IAEA, merupakan langkah ketiga dari rencana empat langkah sebelum memproduksi pelat bahan bakar reaktor sebagai tahap pamungkas. Dengan pengayaan yang terus berlangsung, IAEA menilai, logam uranium dapat digunakan untuk membuat inti bom nuklir.
Dalam laporan itu disebutkan verifikasi IAEA terhadap para ahli nuklir Iran bahwa negara tersebut telah menggunakan 257 gram uranium yang diperkaya hingga 20 persen U-235, dalam bentuk Uranium Tetrafluorida atau UF4, untuk menghasilkan 200 gram logam uranium yang diperkaya. Langkah pengayaan ini menurut IAEA adalah langkah ke tiga dalam rencana empat langkah Iran sebelum memproduksi pelat bahan bakar reaktor sebagai langkah pamungkas.
Dengan pengayaan yang terus berlangsung, IAEA menilai, logam uranium dapat digunakan untuk membuat inti bom nuklir.
Pemerintah Iran membantah penilaian IAEA. Teheran mengatakan, tujuan mereka memperkaya uranium ialah untuk tujuan damai serta mengembangkan bahan bakar reaktor. ”Semua program dan tindakan nuklir (Iran) sepenuhnya sesuai dengan NPT (Perjanjian Non-Proliferasi), komitmen perlindungan Iran, di bawah pengawasan IAEA dan diumumkan sebelumnya,” kata Khatibzadeh, Selasa.
Ia menambahkan, keputusan Pemerintah Iran untuk terus memperkuat program pengembangan nuklirnya itu berdasarkan kebutuhan rakyat dan bagian dari kedaulatan yang dimilikinya. (AFP/REUTERS)