Pyongyang Ingatkan Seoul, Latihan Militer Berpotensi Rusak Perbaikan Komunikasi
”Ancaman” itu adalah sikap yang selalu muncul setiap kali AS dan Korsel akan menggelar latihan perang. Namun, yang menarik adalah pernyataan itu muncul dari Kim Yo Jong, yang kini makin sering tampil mewakili Korut.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
SEOUL, SELASA — Rencana Korea Selatan dan Amerika Serikat untuk menggelar latihan perang bersama pekan ini mendapatkan kecaman keras dari Korea Utara. Kim Yo Jong, saudara perempuan Pemimpin Korut Kim Jong Un yang juga seorang pejabat kuat Korut, mengatakan, Selasa (10/8/2021), Seoul harus siap menghadapi ancaman keamanan yang lebih besar dari Pyongyang karena pilihan dan langkahnya itu.
Kantor berita Korsel, Yonhap, awal pekan ini melaporkan Korsel dan AS akan memulai latihan militer Selasa ini. Pyongyang sebelumnya telah memperingatkan latihan tersebut akan menghambat kemajuan upaya meningkatkan hubungan antar-Korea. ”Ancaman” itu adalah sikap yang selalu muncul setiap kali AS dan Korsel akan menggelar latihan perang. Namun, yang menarik adalah pernyataan itu muncul dari Kim Yo Jong, yang kini makin sering tampil dan terlibat menyuarakan sikap Korut.
”Latihan itu adalah tindakan yang tidak diinginkan dan merusak diri sendiri yang mengancam rakyat Korut dan meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea,” kata Kim Yo Jong dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita Korut, KCNA. ”AS dan Korsel akan menghadapi ancaman keamanan yang lebih serius dengan mengabaikan peringatan berulang yang kami serukan, (yaitu) untuk (tidak) melanjutkan latihan perang yang berbahaya,” katanya.
Yo Jong menuduh Korsel telah memilih melakukan sebuah ”perbuatan berbahaya” karena melanjutkan latihan tak lama setelah Pyongyang dan Seoul menjalin komunikasi untuk meredakan ketegangan. Reaksi Korut terhadap latihan militer itu mengancam langkah Presiden Korsel Moon Jae-in untuk membuka kembali kantor penghubung kedua Korea. Kantor itu diledakkan Pyongyang tahun lalu.
Kementerian Pertahanan Korsel dalam pernyataannya, Senin (9/8/2021), mengaku skala dan formasi latihan Korsel-AS belum selesai disusun. Adapun pihak militer AS di Korsel menolak berkomentar. AS diketahui menempatkan sekitar 28.500 tentaranya di Korsel sebagai warisan Perang Korea pada 1950-1953. Perang tersebut berakhir dengan gencatan senjata dan bukan kesepakatan damai sehingga meninggalkan semenanjung itu tetap dalam keadaan perang secara teknis.
AS diketahui menempatkan sekitar 28.500 tentaranya di Korsel sebagai warisan Perang Korea 1950-1953. Perang tersebut berakhir dengan gencatan senjata dan bukan kesepakatan damai sehingga meninggalkan semenanjung itu tetap dalam keadaan perang secara teknis.
Latihan Korsel-AS di Semenanjung Korea dilaporkan telah diperkecil dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu dilakukan guna memfasilitasi pembicaraan yang bertujuan untuk membongkar program nuklir dan rudal Pyongyang dengan imbalan keringanan sanksi AS. Namun, negosiasi terkait hal itu gagal pada 2019 dan kondisinya pun tidak jelas. Pyongyang dan Washington mengaku tetap terbuka dengan jalan diplomasi, tetapi pada saat yang sama juga mengatakan terserah kepada pihak lain untuk mengambil tindakan apa pun.
Yo Jong mengatakan, tindakan militer AS menunjukkan bahwa pembicaraan Washington tentang diplomasi adalah kedok semata. Sifat itu dinilai bersifat munafik, yakni mempertahankan sikap Washington untuk tetap agresif di Semenanjung Korea.
Menurut Pyongyang, perdamaian hanya akan mungkin terjadi jika AS membongkar kekuatan militernya di Korsel. Ditegaskan Yo Jong, Korut akan meningkatkan ”pencegahan secara mutlak”, termasuk ”kemampuan serangan pencegahan secara kuat”, untuk melawan ancaman militer AS yang terus meningkat. ”Kenyataan telah membuktikan bahwa hanya dengan pencegahan praktis, bukan kata-kata, yang dapat menjamin perdamaian dan keamanan Semenanjung Korea; itu adalah keharusan bagi kita untuk membangun kekuatan untuk menahan ancaman eksternal dengan kuat,” katanya.
Upaya bersama
Sejumlah sumber menyebutkan, pada akhir Juli lalu, Pyongyang-Seoul tengah dalam pembicaraan untuk membuka kembali kantor penghubung bersama kedua Korea. Panmunjom di perbatasan kedua Korea disebut dijajaki untuk menjadi tempat kantor penghubung itu. Ini setelah pada 2020, Pyongyang menghancurkan kantor sebelumnya yang berada di kota perbatasan Kaesong. Kedua pihak juga disebut memiliki rencana mengadakan pertemuan puncak. Hal-hal itu disinyalir sebagai bagian dari upaya kedua untuk saling memulihkan hubungan.
Presiden Korsel Moon Jae-in dan Pemimpin Korut Kim Jong Un telah mencari cara untuk meningkatkan hubungan untuk meredakan ketegangan dengan bertukar beberapa surat sejak April. Diskusi tersebut menandakan adanya peningkatan upaya deeskalasi atas hubungan yang memburuk tahun lalu. Pembicaraan antar-Korea memiliki potensi untuk membantu memulai kembali negosiasi yang macet antara Pyongyang dan Washington.
Meskipun demikian, sejumlah analis tetap skeptis dan berhati-hati memandang hal itu. Dari sisi Seoul, langkah itu menjadi bagian dari strategi dan langkah Moon, terutama menghadapi menurunnya dukungan di tahun terakhir masa jabatannya. Moon tampaknya ingin meninggalkan warisan berupa membaiknya hubungan dengan Korut, termasuk di dalamnya adalah keterlibatan saat turut menyiapkan pertemuan bersejarah antara Kim dan Presiden AS Donald Trump pada 2018 dan 2019. (REUTERS)