Menlu RI Retno LP Marsudi mendapat komitmen AS dalam lawatan ke Washington DC. Dari 23 juta dosis vaksin dan 158 juta dollar AS dari AS pada Asia Tenggara, RI mendapat 8 juta dosis vaksin dan bantuan 81,6 juta dollar AS.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Amerika Serikat menjanjikan tambahan sumbangan setara Rp 1,1 triliun untuk penanganan pandemi di Indonesia. Komitmen itu di luar sumbangan vaksin dan aneka peralatan kesehatan lain yang telah dan sedang dikirimkan ke Indonesia.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengumumkan komitmen AS itu setelah merampungkan kunjungan kerja ke Washington DC, 1-4 Agustus 2021. ”Selama kunjungan dan pertemuan, saya juga memperoleh komitmen baru,” ujarnya dari Washington DC, Rabu (4/8/2021) waktu setempat atau Kamis pagi WIB.
Pada masa pemerintahan Joe Biden, Retno adalah menlu negara ASEAN pertama yang bertandang ke AS. Menlu anggota ASEAN lain berkomunikasi secara virtual dengan berbagai pihak di AS. Selama di AS, Retno antara lain juga bertemu Penasihat Kemananan Nasional Jake Sullivan.
Selepas pertemuan itu, AS mengumumkan akan menyediakan tambahan 30 juta dollar AS bagi penanganan pandemi di Indonesia. Sementara salah satu perusahaan AS setuju menyumbangkan 51,6 juta dollar AS dalam bentuk obat-obatan. ”Jika dijumlahkan menjadi USD 81,6 juta atau sekitar Rp 1,1 triliun,” ujar Retno.
Selain donasi tersebut, AS juga sudah berkomitmen menyumbangkan 8 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Moderna. Sebagian vaksin itu sudah mulai digunakan untuk vaksinasi di Indonesia. Indonesia juga menerima 1.000 alat bantu pernafasan dari AS.
Bukan hanya Indonesia, sejumlah negara di Asia Tenggara juga menerima hibah AS terkait pandemi. Sejauh ini, Washington menyumbangkan 23 juta dosis vaksin dan dana 158 juta dollar AS kepada Asia Tenggara.
Prioritas diplomasi
Pembahasan soal penanggulangan pandemi Covid-19 selalu menjadi salah satu prioritas diplomasi Indonesia. Dalam berbagai kesempatan bertemu mitra dan koleganya, Retno selalu membahas tema itu.
Selain dari AS, hasil diplomasi terkait pandemi antara lain berupa komitmen hibah 3 juta dosis vaksin dari Perancis. Hingga 1,3 juta dosis vaksin dijadwalkan diterima pada Agustus ini. Sementara sisanya akan dikirim dalam beberapa waktu mendatang.
Sementara Inggris mengumumkan hibah Rp 14 miliar untuk penanganan pandemi di Indonesia. Hibahnya berbentuk vaksin dan peralatan kesehatan.
Lawatan Retno tidak hanya membahas soal pandemi, yang kini juga kembali melonjak di AS. Dalam rangkaian lawatan ke AS tersebut, ada pula pembahasan soal perdagangan. Retno membahas lagi soal generalized systems of preference (GSP) dan perjanjian perdagangan terbatas.
Pada November 2020, AS telah mengumumkan perpanjangan fasilitas GSP bagi Indonesia. Indonesia berharap perpanjangan itu bisa meningkatkan volume perdagangan dari 27 miliar dollar AS pada 2019 menjadi 60 juta dollar AS dalam beberapa tahun mendatang.
Produk furnitur dan kayu masuk dalam 10 besar ekspor RI yang menggunakan fasilitas GSP. Sepanjang Januari-Agustus 2020, ekspor furnitur yang memanfaatkan GSP naik 221 persen menjadi 243,1 juta dollar AS dan ekspor produk kayu naik 75,8 persen menjadi 168,1 juta dollar AS.
Fasilitas GSP diberikan AS kepada berbagai negara sejak 1974. Masa berlaku fasilitas itu terbatas dan terus-menerus ditinjau secara berkala. Hasil peninjauan terbaru terhadap Indonesia menghasilkan perpanjangan fasilitas tersebut.
Pembahasan isu lain
Dengan Menlu AS Antony Blinken, Retno juga membahas sejumlah isu lain. Keduanya, antara lain, membahas soal Afghanistan, Myanmar, hingga Laut China Selatan. Mereka sama-sama menyampaikan perhatian soal keamanan maritim dan penyelesaian damai pada konflik di Timur Tengah.
Blinken memuji kepemimpinan Indonesia di ASEAN dan pentingnya penyelesaian masalah Myanmar. AS juga menyambut persiapan Indonesia menjadi ketua bergilir ASEAN pada 2023 dan ketua bergilir G-20 pada 2022.
Terkait Myanmar, Retno membenarkan bahwa persoalan itu menjadi salah satu materi diplomasi Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Di sela rangkaian lawatan di AS, Retno bolak-balik menyatakan kekecewaan atas lambannya proses di ASEAN terkait Myanmar. Kelambanan itu antara lain disebabkan penolakan junta untuk bekerja sama dengan ASEAN.