Indonesia dan Amerika Serikat berkomitmen mempererat kerja sama dalam berbagai bidang, antara lain isu pandemi Covid-19 dan Laut China Selatan.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA —Indonesia dan Amerika Serikat berkomitmen mempererat kerja sama dalam mempertahankan kebebasan navigasi di kawasan Laut China Selatan, berjuang melawan pandemi Covid-19, krisis iklim, serta mendorong hubungan bilateral sektor ekonomi dan perdagangan. Bagi AS, posisi Indonesia sebagai negara terbesar dari sisi luasan wilayah dan perekonomian di ASEAN penting untuk bisa menghadapi pengaruh China di Asia.
Kesepakatan kerja sama ini tercapai dalam pertemuan pertama Dialog Strategis antara Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dengan Menlu AS Antony Blinken di Washington, AS, Selasa (3/8/2021). Pertemuan Dialog Strategis ini merupakan sejarah baru dalam hubungan bilateral Indonesia-AS dan merefleksikan komitmen dua negara untuk memperkuat hubungan bilateral. Kunjungan Retno itu juga merupakan kunjungan menlu ASEAN pertama yang diterima Blinken di AS.
Kedua negara sebenarnya sudah menyepakati ”kerja sama strategis” pada tahun 2015, tetapi, kata Blinken, baru sekarang dialog benar-benar dimulai. ”Indonesia merupakan mitra demokrasi yang kuat bagi AS dan kami bekerja sama di beragam bidang,” kata Blinken.
Retno juga mengatakan, kemitraan yang kuat dengan AS menjadi aset penting untuk meningkatkan keterlibatan AS di kawasan Asia Tenggara. AS merupakan salah satu mitra penting bagi ASEAN untuk mengimplementasikan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific. ”Harapan saya dan Pemerintah Indonesia untuk bisa memajukan hubungan bilateral dengan AS mulai dari bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu juga dibahas langkah-langkah untuk pemulihan pandemi. Blinken mengatakan, AS sudah memberikan bantuan 8 juta vaksin Moderna untuk Indonesia melalui mekanisme COVAX. Retno menyampaikan penghargaan atas bantuan vaksin dan 1.000 bantuan ventilator serta peralatan medis lain pada awal pandemi. AS juga akan menambah bantuan sebesar 30 juta dollar AS untuk penanganan pandemi Indonesia.
Dalam rilis yang dikeluarkan Kemenlu RI juga disebutkan Indonesia tengah menjajaki kerja sama penyediaan obat-obatan terapatik. Sementara untuk jangka panjang, Indonesia juga menjajaki kerja sama pengembangan vaksin dengan teknologi mRNA dan penguatan sistem ketahanan kesehatan global.
”Upaya kerja sama jangka panjang penting untuk mengurangi kesenjangan akses global terhadap vaksin dan obat-obatan Covid-19 serta mengantisipasi potensi terjadinya pandemi di masa yang akan datang,” kata Retno.
Selain isu pandemi, Retno dan Blinken juga membahas isu kawasan, seperti Laut China Selatan dan perkembangan Myanmar. Kedua belah pihak menilai demokrasi Myanmar penting untuk ditegakkan kembali dan keselamatan serta kesejahteraan rakyat Myanmar harus diutamakan. Perkembangan situasi Afghanistan juga dibahas. Retno menjelaskan mengenai peran Indonesia selama ini, antara lain sebagai inisiator pertemuan ulama.
Retno juga menekankan pentingnya perlindungan dan pemberdayaan perempuan dalam kehidupan masa depan Afghanistan. ”Perempuan harus diberikan kesempatan untuk membangun Afghanistan kedepan pascakonflik,” ujarnya.
Ekonomi
Terkait isu ekonomi, Retno menjelaskan mengenai Undang-Undang Cipta Kerja yang diyakini akan dapat membantu upaya meningkatkan investasi AS di Indonesia. Di bidang perdagangan, Retno menyampaikan pentingnya melanjutkan pembahasan Limited Trade Agreement. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2020, AS merupakan mitra dagang terbesar kedua bagi Indonesia. Nilai perdagangan kedua negara pada 2020 sebesar 27 miliar dollar AS.
Mengenai isu perubahan iklim, Indonesia menyampaikan progres pemenuhan komitmen Indonesia dalam isu perubahan iklim. Indonesia yakin dapat memenuhi komitmen penurunan emisi sebanyak 29 persen dengan kapasitas nasional dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030. Indonesia mengharapkan AS dan negara maju lainnya bisa juga memenuhi komitmennya, termasuk penyediaan dana iklim untuk mendukung program-program adaptasi.
Pertemuan bilateral ini dilakukan sebelum Blinken mengikuti pertemuan virtual dengan ASEAN pada pekan ini. Pakar Asia Tenggara di Pusat Studi Strategi dan Internasional Washington, Murray Hiebert, mengatakan, AS tak banyak mengembangkan perjanjian kemitraan strategis semasa pemerintahan Presiden Barack Obama dan Donald Trump.
”Perjanjian pertahanan, energi, dan ekonomi yang lebih luas seperti itu tidak menjadi prioritas bagi AS pada waktu itu karena membutuhkan waktu dan butuh banyak perhatian dari para pengambil kebijakan isu kebijakan luar negeri, pertahanan, dan ekonomi,” kata Hiebert. (REUTERS)