Taiwan Selidiki Dugaan Penyusupan Mata-mata China di Militernya
Kasus penyelidikan ini adalah kasus dugaan mata-mata oleh pejabat level tertinggi di Taiwan di tengah upaya Beijing meningkatkan tekanan atas wilayah itu.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
TAIPEI, KAMIS — Otoritas di Taiwan tengah menyelidiki dugaan keterlibatan sejumlah pejabat militernya, baik yang masih aktif maupun purnawirawan, dalam aktivitas mata-mata untuk China. Pemerintah Taiwan dan Pemerintah China belum memberikan tanggapan atas skandal tersebut meski media lokal terus membahas isu ini.
Berita mengenai dugaan aktivitas mata-mata tersebut pertama kali terbit di media Taiwan, Mirror Media, Rabu (28/7/2021). Orang-orang yang terseret kasus itu, antara lain, mantan Wakil Menteri Pertahanan Jenderal Chang Che-ping yang kini menjabat sebagai Rektor Universitas Pertahanan Nasional. Selain itu, juga disebut nama istri Chang, Xie Hanqiu, serta dua purnawirawan Angkatan Udara, Mayor Jenderal Qian Yaodong dan Letnan Kolonel Wei Xianyi.
Mirror Media mengaku memperoleh informasi tersebut dari seorang pegawai Kantor Perwakilan Pemerintah China di Hong Kong yang menolak disebut namanya karena alasan keamanan. Menurut informan, sejak 2012 intelijen China mendirikan jaringan spionase di Hong Kong yang diawasi oleh Kantor Intelijen Provinsi Guangdong.
Jaringan intelijen China itu berusaha mendekati pejabat Taiwan guna mengorek rahasia pemerintahan di Taipei. Tugas ini diemban oleh seorang pengusaha Hong Kong bermarga Xie yang kini mendekam di penjara. Tidak ada informasi lebih lanjut tentang alasan Xie ditahan dan sudah berapa lama di penjara.
Menurut pengakuan pegawai Kantor Perwakilan Pemerintah China di Hong Kong itu, intelijen China mulai mendekati Chang sejak 2016. Mereka memulai dengan mendekati Xie Hanqiu, istrinya. Nyonya Xie ketika berada di Hong Kong dijamu dengan berbagai fasilitas mewah dan diberi hadiah-hadiah mahal oleh orang-orang yang bekerja untuk Pemerintah China.
Setelah hubungan antara Nyonya Xie dan kantor perwakilan China di Hong Kong semakin akrab, mereka mengirim pengusaha yang juga bermarga Xie ke Taiwan untuk bertemu dengan Chang. Pertemuan ini diatur oleh Qian Yaodong dan Wei Xianyi.
Dikatakan bahwa Xie semakin sering ke Taiwan untuk bertemu dengan Chang. Mereka makan-makan di sebuah restoran di dekat Kementerian Pertahanan. Setiap selesai makan, Chang dan Xie selalu bertukar bingkisan yang diduga berisi informasi mengenai militer Taiwan. Chang menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan hingga Juni 2021. Setelah itu, dia beralih menjadi akademisi.
Chang hingga kini menolak diwawancara. Ia mengeluarkan pernyataan tertulis yang menyebut artikel Mirror Media itu ngawur. ”Istri saya memang sering ke Hong Kong untuk berlibur, tetapi dengan biaya pribadi dan kami selalu mematuhi protokol pejabat pemerintah,” tutur Chang.
Terkait dengan sering bertemu dan makan-makan dengan perwakilan China, Chang juga menganggap itu hal biasa dalam relasi politik internasional. Tidak berarti rahasia negara dibocorkan dalam pertemuan tersebut. Bertukar bingkisan juga sekadar menunjukkan keramahan kedua belah pihak.
Universitas Pertahanan Nasional Taiwan turut mengeluarkan pernyataan tertulis. Mereka tidak berkomentar soal tuduhan mata-mata dan hanya menjelaskan bahwa Chang tetap menjabat rektor di perguruan tinggi itu.
Peretasan akun medsos
Pada saat yang sama, unit kejahatan siber Kepolisian Taiwan juga tengah menyelidiki peretasan lebih dari 100 akun media sosial Line milik para staf kantor kepresidenan, kabinet, militer, Partai Progresif Demokrat (DPP), dan Kuomintang.
Laporan mengenai peretasan itu diungkapkan perusahaan Line Taiwan, Rabu. Mereka mengaku menemukan kejanggalan pada akun-akun tersebut dan menemukan bukti adanya peretasan. Polisi masih menyelidiki pihak-pihak yang dicurigai melakukan tindak kriminal tersebut.
Data Kepolisian Taiwan menyebutkan, kegiatan peretasan meningkat sejak 2016 ketika Tsai Ing-wen terpilih menjadi Presiden Taiwan. Ia terkenal sangat menentang keinginan China mengembalikan Taiwan sebagai salah satu provinsinya. Tercatat sejak tahun itu ada 30 juta kasus peretasan di Taiwan dan setengahnya berasal dari China.
Pada awal 2021, Pemerintah Taiwan menuduh China meretas 10 kantor pemerintahan Taiwan dan mencuri data dari 6.000 surat elektronik. Dugaannya, tindakan itu dilakukan oleh kelompok Taidoor dan Blacktech, dua kelompok peretas dari China yang beraksi di bawah perlindungan Pemerintah China.
Kepolisian Taiwan akan melihat, apakah kasus peretasan akun Line ini memakai Pegasus, peranti lunak buatan Israel yang juga dipakai meretas akun sejumlah pejabat negara, antara lain di Perancis dan Pakistan.
Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan, peretasan ini adalah upaya untuk meruntuhkan demokrasi di Taiwan. Ia meminta agar segenap rakyat Taiwan dan negara-negara sahabat bersatu melawan kekuatan otoriter. (AFP/REUTERS)