”Blok Shanghai” Serukan Penghentian Kekerasan di Afghanistan
Negara-negara sahabat menyerukan para pihak bertikai di Afghanistan untuk menghentikan kekerasan dan kembali menggunakan jalur perundingan untuk mencapai perdamaian. Pekan ini, kedua pihak akan bertemu di Doha, Qatar.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BEIJING, RABU – Para menteri luar negeri negara-negara Organisasi Kerja Sama Shanghai atau SCO menyerukan diakhirinya kekerasan terhadap warga sipil dan aparat keamanan di Afghanistan. Organisasi kerja sama negara-negara Eurasia ini juga mendesak Pemerintah Afghanistan untuk memperkuat posisinya guna menjaga stabilitas keamanan, tak hanya di dalam negeri, tetapi juga di kawasan.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan, Rabu (14/7/2021), organisasi kerja sama yang berdiri tahun 2001 ini menyerukan penyelesaian konflik di Afghanistan secara damai. Hal ini menyusul rencana pertemuan para pemimpin senior Afghanistan dan kelompok Taliban di Doha, Qatar, pekan ini.
SCO didirikan tahun 2001, beranggotakan delapan negara, yaitu China, Rusia, India, Pakistan, Kazakhstan, Kirgistan, Uzbekistan, dan Tajikistan. Beberapa negara SCO, yaitu Tajikistan, Pakistan, dan China, berbatasan langsung dengan Afghanistan. Pakistan berbatasan dengan Afghanistan di sebelah timur dan selatan, sedangkan China di timur laut, tepatnya berbatasan langsung dengan wilayah Xinjiang.
Tajikistan menjadi negara pertama yang mengirimkan pasukan ke perbatasan setelah pasukan Pemerintah Afghanistan tersudut dalam pertempuran dengan Taliban di wilayah Sher Kan Bandar, gerbang utama Afghanistan menuju Tajikistan. Sekitar 1.000 pasukan Pemerintah Afghanistan melarikan diri ke Tajikistan.
Setelah perbatasan dengan Tajikistan dikuasai, kini wilayah Chaman-Spin Boldak, yang berbatasan langsung dengan Pakistan, juga dikuasai Taliban.
Menlu China Wang Yi, saat berkunjung ke Dunshabe, Tajikistan, mengatakan bahwa Taliban harus bisa menarik garis batas yang tegas dengan semua kekuatan dan kelompok teror, kembali ke arus utama politik Afghanistan, dan bertanggung jawab pada rakyat dan negara.
Pertemuan Doha
Delegasi Pemerintah Afghanistan yang dipimpin Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Abdullah Abdullah akan bertemu dengan petinggi Taliban di Doha, Qatar, pekan ini.
Dorongan baru untuk mencapai kesepakatan damai terus digaungkan di tengah penarikan mundur pasukan AS dan koalisinya yang akan selesai dalam beberapa pekan mendatang. Dorongan untuk mencari titik temu antara pemerintah dan Taliban juga didorong adanya peringatan Jenderal Scott Miller, Komandan Pasukan AS di Afghanistan.
Ia menyatakan, peningkatan kekerasan di Afghanistan berpotensi merusak peluang negara itu dalam menemukan solusi damai setelah beberapa dekade terakhir berada dalam situasi konflik.
Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai diharapkan menjadi salah satu anggota delegasi. Karzai meminta pemerintah untuk tidak melewatkan kesempatan tersebut dan terus maju menuju perdamaian.
Dia juga menyatakan harapan bahwa suatu hari Afghanistan akan memiliki seorang perempuan sebagai presiden. Dia mendesak kaum perempuan negara itu untuk tetap dalam pekerjaan mereka dan melanjutkan pendidikan.
”Negara ini memiliki segalanya. Pemuda, orang-orang terpelajar. Saya menyerukan kepada generasi muda untuk tidak meninggalkan negara Anda, tetaplah di sini. Anda harus percaya pada negara Anda, perdamaian akan datang,” kata Karzai.
Di tengah upaya mencari jalan tengah menuju damai, Kelompok Taliban terus memperluas wilayah kekuasaannya, terutama wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Setelah perbatasan dengan Tajikistan dikuasai, kini wilayah Chaman-Spin Boldak, yang berbatasan langsung dengan Pakistan, dikuasai oleh Taliban.
Dikutip dari laman Al Jazeera, seorang petugas administrasi di wilayah perbatasan Pakistan Arif Kakar mengatakan, kehadiran anggota Kelompok Taliban bisa dilihat di perbatasan Chaman. “Tidak terlihat adanya pasukan pemerintah Afghanistan di perbatasan,” kata Arif.
Sementara, mantan Presiden AS George W. Bush mengritik penarikan mundur militer AS dan koalisi dari Afghanistan. Dia menilai, penarikan mundur itu akan menurunkan perlindungan dan hak kaum perempuan dan minoritas di negara tersebut.
Bush, dalam sebuah wawancara dengan lembaga penyiaran Jerman, Deutsche Welle, menyatakan, penarikan pasukan itu akan memiliki konsekuensi yang sangat buruk bagi kehidupan warga Afghanistan.
Perang di Afghanistan dimulai di bawah Bush setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat. Washington memberi pemimpin Taliban Mullah Omar ultimatum: serahkan pemimpin al-Qaida Osama bin Laden dan bongkar kamp pelatihan militan atau bersiap untuk diserang. Omar menolak, dan koalisi pimpinan AS melancarkan invasi pada Oktober.
“Sulit dipercaya bagaimana masyarakat yang menikmati kebebasan dari brutalitas Taliban dan tiba-tiba, saya khawatir para gadis dan perempuan Afghanistan akan menderita kerugian yang tidak terkatakan,” kata Bush. (AP/REUTERS)