Thailand Kombinasikan Vaksin AstraZeneca dan Sinovac
Pemerintah Thailand segera mengombinasikan vaksin Sinovac dan AstraZeneca dalam program vaksinasinya. Kepada warga yang telah mendapatkan Sinovac di dosis pertama, akan disusul dengan AstraZeneca sebagai dosis kedua.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
BANGKOK, SENIN – Pemerintah Thailand akan menyuntikkan vaksin Covid-19 merek AstraZeneca kepada orang-orang yang telah mendapat dosis pertama vaksin Sinovac. Harapannya, cara ini bisa memperkuat daya tahan tubuh menghadapi berbagai varian virus SARS-CoV-2 yang kian beragam dan mudah menular.
“Prosesnya akan diumumkan nanti. Yang penting, kami telah menganalisa percampuran dua jenis vaksin ini aman,” kata Menteri Kesehatan Thailand Anutin Charnvirakul, Senin (12/7/2021).
Vaksin AstraZeneca ini diproduksi di dalam negeri oleh perusahaan obat-obatan Siam Bioscience milik Raja Thailand. Akan tetapi, perusahaan ini menuai kritik sejak bulan lalu karena produktivitas mereka dinilai lamban. Pihak perusahaan mengatakan penyebabnya adalah banjir permintaan dari dalam dan luar negeri. Mereka dikontrak untuk memproduksi 200 juta dosis AstraZeneca yang akan disebar ke Asia Pasifik.
Tata kelola vaksin di Thailand juga tidak baik karena rumah sakit dan posko imunisasi Covid-19 kehabisan vaksin. Mereka terpaksa menolak permintaan ribuan warga yang meminta diimunisasi. Tercatat baru 10 persen warga Thailand yang diimunisasi. Apabila negara itu hendak membuka diri per Oktober, setidaknya 50 persen warganya sudah harus disuntik vaksin Covid-19.
Di tengah upaya kombinasi vaksin ini, Thailand memberlakukan jam malam di 11 provinsi dengan jumlah kasus tertinggi, termasuk Bangkok yang berpenduduk 10 juta jiwa. Semua kegiatan harus berhenti sejak pukul 21.00 dan baru boleh mulai lagi pukul 04.00 keesokan harinya. Kumpul-kumpul hanya diizinkan maksimum untuk lima orang, itu pun dengan protokol kesehatan ketat.
Sebelumnya, Pemerintah Thailand mengutarakan tidak akan melakukan penguncian wilayah karena seruan protokol kesehatan dinilai sudah cukup. Memberlakukan jam malam dinilai akan membuat masyarakat tidak senang. Akan tetapi, lonjakan kasus mengakibatkan pemerintah memutuskan jam malam untuk dua pekan ke depan. Masalahnya, keputusan ini tidak diimbangi dengan pemberian bantuan sosial sehingga masyarakat protes.
Sementara itu, di Australia, Pemerintah Negara Bagian News South Wales mempertimbangkan memperpanjang pembatasan wilayah. Rencananya, pembatasan berakhir pada Jumat (16/7/2021). Namun, pada Senin (12/7/2021) saja, tercatat 112 kasus baru. Semuanya adalah penularan lokal. Seorang perempuan berusia 90 tahun menjadi korban meninggal dunia pertama pasca penyebaran varian Delta. Secara keseluruhan, di negara berpenduduk 25,8 juta jiwa ini telah tercatat 31.000 kasus positif dan 911 meninggal dunia.
“Pemerintah tampaknya belum bisa mengakhiri pembatasan Jumat nanti. Akan ada perpanjangan, tetapi kami belum memutuskan untuk berapa lama,” kata Menteri New South Wales Gladys Berejiklian.
Dari sisi imunisasi Covid-19, perdebatan masih berlangsung di antara para pakar kesehatan. Meskipun demikian, media ABC News menyebutkan bahwa Dewan Penasehat Teknis Imunisasi Australia (ATAGI) mengumumkan bahwa vaksin merek AstraZeneca kini hanya diperuntukkan bagi orang berusia 60 tahun ke atas.
Alasannya adalah AstraZeneca memiliki efek samping penggumpalan darah yang berisiko mengakibatkan kematian. Efek samping ini memang langka, tetapi tidak boleh dianggap enteng. Sebelumnya, vaksin ini masih boleh disuntikkan ke orang berumur 50 tahun. Di Australia sudah ada 18.000 orang yang diimunisasi dengan AstraZeneca dengan jarak antardosis 8-12 pekan.
Sementara itu, Rusia terus menggenjot vaksinasi Covid-19 untuk warganya. Di negara itu, per 11 Juli saja, tercatat 25.140 kasus positif baru. Sebanyak 5.403 kasus di antaranya berada di Moskwa. Dalam 24 jam, 710 kematian tercatat. Berdasarkan data satuan tugas penanganan Covid-19 setempat, akumulasi kasus Covid-19 di Rusia mencapai 5,8 juta kasus dengan 143.712 di antaranya berakhir dengan kematian. Meskipun begitu, pemerintah federal memiliki data berbeda, yakni 290.000 kasus kematian.
Proses vaksinasi berjalan dengan berbagai cara. Para pegawai negeri sipil apabila menolak diimunisasi akan ditahan gaji serta tunjangannya. Ketentuan sama diterapkan pada orang-orang yang bekerja di sektor pelayanan langsung seperti rumah makan dan perbankan.
Dilansir dari kantor berita TASS, sudah 1,2 juta penduduk Moskwa diimunisasi dengan vaksin Sputnik V. Mereka telah menerima dua dosis lengkap. Adapun 68.000 warga negara asing yang tinggal di ibu kota Rusia itu diimunisasi memakai vaksin Sputnik Light yang hanya membutuhkan satu kali suntikan.
Meskipun begitu, sejumlah warga tetap skeptis. Dihubungi melalui pesan singkat, Lena (36) seorang manajer pemasaran sebuah perusahaan swasta memilih untuk melihat dulu jika ada efek samping di orang-orang yang telah divaksinasi. Ia ingin memastikan bahwa vaksin buatan dalam negeri tersebut tetap aman sebelum ia memberanikan diri mencobanya.
Sementara itu, Oleg (32), seorang fotografer mengungkapkan sudah mendaftarkan diri untuk divaksinasi. “Mungkin bisa dibilang alasan saya (mau) divaksinasi adalah karena ada dorongan keras dari Pemerintah Moskwa walaupun sejujurnya saya khawatir dengan efek samping vaksin,” ujarnya. (AFP/REUTERS)