Komando Kembali ke Pentagon, Misi AS di Afghanistan Berakhir
Penyerahan komando terjadi di saat menguatnya Taliban itu secara simbolis untuk mengakhiri ”perang terlama” Amerika di Afghanistan.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
KABUL, SENIN — Panglima Perang Koalisi Amerika Serikat di Afghanistan, Jenderal Austin Miller, menyerahkan tongkat komandonya kepada Jenderal Frank McKenzie, Panglima Komando Tengah AS, Senin (12/7/2021) di Kabul, Afghanistan. Penyerahan komando di saat menguatnya Taliban itu secara simbolis mengakhiri perang terlama Amerika di Afghanistan.
Miller telah menjabat sebagai komandan tertinggi militer AS di Afghanistan sejak 2018. Dia menyerahkan komando dari perang dua dekade AS itu kepada McKenzie, yang akan beroperasi dari markas Komando Tengah (Central Command) AS di Tampa, Florida. Miller menjadi jenderal bintang empat terakhir AS di Afghanistan.
Upacara penyerahan komando berlangsung dalam sebuah upacara sederhana di markas Resolute Support di Zona Hijau, Kabul, Sabtu (12/7/2021). Pernyerahan itu terjadi sekitar 1,5 bulan menjelang batas akhir misi militer AS di Afghanistan, 31 Agustus 2021. Presiden Joe Biden menetapkan batas akhir penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada 1 September 2021.
Sementara itu, Jenderal McKenzie terbang ke Kabul untuk memberikan jaminan bahwa akan ada bantuan militer AS di masa depan kepada pasukan keamanan Afghanistan. McKenzie bertugas mengendalikan pasukan AS di berbagai tempat termasuk Afghanistan, Irak, dan Suriah.
”Memang, ini akan sangat berbeda dari sebelumnya. Saya tidak akan menyepelekan hal itu. Tapi kami akan mendukung mereka (pasukan keamanan Afghanistan setelah penarikan pasukan AS),” kata McKenzie kepada sekelompok kecil wartawan.
McKenzie juga memperingatkan bahwa Taliban tampaknya mencari solusi militer untuk perang melawan pasukan Kabul. Proses perjanjian damai antara pemerintahan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan Taliban yang diupayakan AS gagal mengakhiri perang.
Perang terus berkecamuk di seluruh Afghanistan sejak perjanjian damai antara AS dan Taliban diteken di Doha, Qatar, akhir Februari tahun lalu. Kini hampir semua ibu kota provinsi di Afghanistan, kata McKenzie, berisiko direbut Taliban.
Menurut McKenzie, pasukan keamanan Afghanistan yang didukung AS bertekad berjuang mati-matian untuk mempertahankan semua ibu kota provinsi di Afghanistan. Setelah Miller mundur, McKenzie masih dapat mengizinkan serangan udara AS terhadap Taliban hingga 25 Agustus guna mendukung pemerintahan Ghani. Namun setelah itu, serangan AS di Afghanistan hanya akan berfokus pada operasi kontra-terorisme melawan Al Qaeda dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Di luar jalur komando McKenzie dari Florida, seorang brigadir jenderal yang berbasis di Qatar, Curtis Buzzard, akan fokus pada pemberian dukungan dana kepada pasukan keamanan Afghanistan. Dukungan itu termasuk bantuan perawatan pesawat militer Kabul.
Di Kabul, Laksamana Muda Angkatan Laut Peter Vasely akan memimpin pasukan Afghanistan-Maju yang baru dibentuk dengan fokus melindungi kedutaan dan bandara. Vasely memiliki wewenang lebih besar dari biasanya untuk mengawasi Kedutaan Besar AS. Seorang pejabat pertahanan AS menambahkan, Afghanistan memiliki situasi yang sangat unik.
”Tidak ada situasi keamanan diplomatik yang sebanding di dunia dengan apa yang akan kami bangun,” kata pejabat yang enggan menyebut nama tersebut. Namun, apa yang terjadi selanjutnya di Afghanistan tampaknya semakin di luar kendali AS.
Biden pada Kamis lalu mengakui, masa depan Afghanistan jauh dari pasti. Dia juga mengatakan, rakyat Afghanistan harus memutuskan nasib mereka sendiri. ”Saya tidak akan mengirim generasi Amerika lainnya untuk berperang di Afghanistan tanpa adanya harapan yang masuk akal untuk mencapai hasil yang berbeda,” katanya.
Sekitar 2.400 personel militer dan warga AS telah tewas dalam perang terpanjang Amerika di Afghanistan. Ribuan personel lainnya terluka.
Politisi Demokrat Elissa Slotkin, mantan pejabat senior Pentagon, mengatakan, banyak anggota parlemen masih menunggu penjelasan resmi dari pemerintahan Biden tentang bagaimana AS dapat mendeteksi rencana Al Qaeda di masa depan untuk melakukan perlawanan di bumi Amerika.
”Saya tidak membutuhkan mereka untuk memberi tahu seluruh dunia apa rencana kami sehari-harinya. Namun, saya pikir penting bagi mereka untuk memberi tahu kami beberapa detail secara pribadi,” kata Slotkin.
Para pejabat AS tidak percaya Taliban dapat diandalkan untuk mencegah Al Qaeda kembali merencanakan serangan terhadap AS dari Afghanistan. PBB mengatakan dalam sebuah laporan pada Januari lalu, terdapat sekitar 500 pejuang Al Qaeda di Afghanistan. Taliban mempertahankan hubungan dekat dengan kelompok ekstremis itu. (AFP/AP/REUTERS)