Para Tersangka Beri Pengakuan, Teka-teki Pembunuhan Presiden Haiti Makin Pelik
Pengakuan para tersangka pembunuhan Presiden Haiti menyebutkan, misi mereka ke rumah Presiden Jovenel Moise adalah untuk menangkap Moise dan membawanya ke istana presiden. Mereka menolak disebut sebagai pembunuh Moise.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
PORT-AU-PRINCE, SENIN — Sekelompok warga Kolombia dan warga Haiti keturunan Amerika Serikat yang ditangkap dan dicurigai membunuh Presiden Haiti Jovenel Moise mengatakan kepada penyelidik bahwa mereka berada di kediaman Moise untuk menangkapnya, bukan membunuhnya. Pengakuan itu mencuatkan polemik baru terkait peristiwa pembunuhan Presiden Moise di kediamannya, pekan lalu.
Presiden Moise dibunuh di kediamannya di Port-au-Prince pada Rabu (7/7/2021) dini hari waktu setempat. Ibu Negara Martine Moise menderita luka parah dan saat ini dirawat di rumah sakit di Miami, Florida, AS. Keduanya diberondong dengan timah panas oleh komplotan pembunuh.
Pihak berwenang di Haiti menyatakan komplotan pembunuh Moise itu terdiri dari 26 orang Kolombia dan dua orang Haiti-Amerika. Hingga akhir pekan lalu, pihak berwenang telah menangkap dan menahan 19 orang yang diduga sebagai anggota komplotan itu. Namun, menurut keterangan sejumlah orang dari mereka yang ditangkap itu, mereka mengaku tidak membunuh Sang Presiden.
Media Miami Herald menyebutkan, misi orang-orang yang berada di rumah presiden dalam satu kelompok itu adalah semata untuk menangkap Presiden Moise dan membawanya ke istana presiden. Mereka menolak disebut sebagai pembunuh Moise.
Sebuah sumber yang dekat dengan penyelidikan mengatakan, dua warga Haiti-Amerika, James Solages dan Joseph Vincent, mengaku kepada penyelidik bahwa keduanya adalah penerjemah untuk sebuah unit komando pasukan bayaran Kolombia yang memiliki surat perintah penangkapan. Namun, ketika tiba, mereka menemukan Presiden Moise sudah dalam keadaan tewas. Ia diduga tewas terkena tembakan.
Otoritas kepolisian Haiti tidak membalas upaya konfirmasi atas pemberitaan media di Miami, AS, tersebut. Berita media itu merupakan kelanjutan dari laporan sebelumnya yang menyebutkan bahwa beberapa orang Kolombia tersebut mengaku bekerja sebagai personel keamanan di Haiti, termasuk bekerja untuk Presiden Moise.
Foto dan gambar sinar-X yang diunggah dan tersebar di media sosial pada akhir pekan lalu memperlihatkan foto hasil otopsi Presiden Moise. Disebutkan, foto itu menunjukkan tubuhnya penuh dengan lubang peluru, tulang tengkorak yang retak, dan tulang patah lainnya. Kondisi itu menggarisbawahi kebrutalan serangan di kediaman Presiden Moise, Rabu dini hari. Namun, kantor berita Reuters menyatakan tidak dapat secara independen mengonfirmasi keaslian foto di media sosial tersebut.
Foto dan gambar sinar-X yang diunggah dan tersebar di media sosial pada akhir pekan lalu memperlihatkan foto hasil otopsi Presiden Moise.
Dalam catatan Kompas, tentara bayaran adalah praktik lazim yang sudah lama berlangsung di dunia internasional. Jasanya selama ini dimanfaatkan, antara lain, untuk menjaga lokasi tambang, perbatasan negara, dan penjara. Bahkan, tak sedikit tentara bayaran digunakan untuk mengawal misi kemanusiaan.
Namun, ada pula yang dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu guna menangkap atau membunuh seseorang yang menjadi target, sebagaimana terjadi pada Presiden Moise. Kolombia menjadi salah satu negara di Amerika Selatan yang banyak memasok tentara bayaran. Mereka umumnya adalah bekas tentara.
Di tengah ketidakjelasan penyelidikan itu, kekhawatiran kekacauan politik dan sosial meluas di Haiti. Melalui media sosial, warga di beberapa bagian di wilayah ibu kota Port-au-Prince berencana menggelar aksi protes terhadap penjabat Perdana Menteri Claude Joseph yang juga bertindak sebagai penjabat kepala negara selepas meninggalnya Moise.
Hak Joseph untuk memimpin negara itu telah ditentang oleh sejumlah politisi senior lainnya. Kelindan kondisi itu mengancam akan memperburuk kekacauan yang melanda negara termiskin di Amerika tersebut.
Secara terpisah, salah satu pemimpin geng terkemuka Haiti, Jimmy Cherizier, mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa anak buahnya akan turun ke jalan untuk memprotes pembunuhan Presiden Moise. Cherizier adalah mantan polisi yang dikenal sebagai Barbecue. Cherizier, pemimpin kelompok yang menamai diri mereka sebagai Federasi G9—kelompok yang terdiri dari sembilan geng—mengatakan bahwa polisi dan politisi oposisi telah bersekongkol lewat ”borjuasi busuk” untuk ”mengorbankan” Moise.
Tim AS ke Haiti
Dari Washington dilaporkan, sebuah tim pakar keamanan dan penegakan hukum AS melakukan perjalanan ke Haiti untuk menentukan bantuan apa yang dapat diberikan Washington terkait peristiwa pembunuhan Presiden Moise. Hal itu diungkapkan juru bicara Departemen Pertahanan AS, John Kirby.
”Hari ini, tim antarlembaga yang sebagian besar dari Departemen Keamanan Dalam Negeri dan FBI sedang menuju ke Haiti untuk melihat apa yang bisa kami lakukan guna membantu proses investigasi,” kata Kirby kepada Fox News Sunday.
Ia menyatakan, Pentagon siap membantu Haiti menyelidiki insiden itu, mencari tahu siapa yang bersalah, sekaligus untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku.
Seorang pejabat senior Pemerintah AS mengungkapkan, Presiden AS Joe Biden akan diberi pengarahan oleh tim ketika mereka kembali ke AS. Dari situlah kemudian Washington bakal membuat keputusan soal apa yang akan dilakukan lebih jauh. Sebagaimana diwartakan, Haiti telah meminta bantuan AS untuk mengamankan negara itu dan menyelidiki serangan yang menewaskan Moise.
Washington sejauh ini telah menolak permintaan pasukan Haiti. Adapun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membutuhkan otorisasi Dewan Keamanan PBB untuk mengirim pasukan bersenjata.
Tidak jelas berapa lama tim AS akan tetap berada di Haiti. Seorang sumber di kalangan pemerintahan AS menyebutkan bahwa Washington juga akan berkonsultasi dengan mitra regionalnya dan PBB. ”Kami sedang menganalisisnya seperti halnya permintaan bantuan lainnya di Pentagon,” kata Kirby. (AP/REUTERS)