Berpotensi Krisis Pasca-pembunuhan Presiden, Haiti Minta AS dan PBB Bantu Pengamanan
Situasi keamanan di Haiti memburuk pasca-pembunuhan Presiden Jovenel Moise. Haiti meminta bantuan pasukan AS dan PBB mengamankan fasilitas strategis negara itu.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
PORT-AU-PRINCE, SABTU — Pemerintah Haiti meminta Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengirim pasukannya guna membantu pengamanan pelabuhan, bandara, dan tempat strategis lainnya di negara itu. Situasi keamanan sangat buruk pasca-pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise.
Kantor berita AFP, Sabtu (10/7/2021), mengutip penjelasan seorang menteri, melaporkan bahwa AS telah sepakat untuk mengirim FBI dan agen senior lainnya ke Port-au-Prince. Kesepakatan itu terjadi dua hari setelah Moise dibunuh secara brutal oleh kelompok bersenjata di rumahnya di ibu kota Haiti, Port-au-Prince.
Kematian Moise menyebabkan kekosongan kekuasaan di negara Karibia itu. ”Setelah pembunuhan itu, Kami pikir tentara bayaran bisa menghancurkan beberapa infrastruktur untuk menimbulkan kekacauan,” kata Menteri Urusan Pemilu Mathias Pierre.
Pierre mengajukan permohonan bantuan pasukan kepada AS dan PBB selama berbicara dengan pejabat terkait dari kedua pihak tersebut. Dia sangat mengharapkan dukungan pasukan karena keamanan di Haiti rentan.
Departemen Luar Negeri AS dan Pentagon mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima permintaan untuk bantuan keamanan dan investigasi. Juga dikatakan, para pejabat tetap berhubungan dengan Port-au-Prince, tetapi tidak merinci apakah pasukan militer akan dikerahkan.
PBB tidak segera menanggapi permintaan tersebut. Sementara Washington mengisyaratkan kesediaannya untuk membantu penyelidikan di Haiti. Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, menambahkan, FBI dan pejabat senior lainnya akan menuju Karibia sesegera mungkin.
Pierre mengakui, permintaan bantuan diajukan pada Jumat ketika pertanyaan berkutat pada siapa dalang pembunuhan sadis terhadap kepala negara Haiti. Sebagian besar anggota tim pembunuh Moise adalah warga negara Kolombia dan AS telah ditahan. Sejauh ini belum diketahui apa motif mereka.
Setelah beberapa hari lumpuh pasca-pembunuhan itu, ibu kota Port-au-Prince mulai bergeliat kembali. Jalanan mulai ramai walau belum terlihat ramai seperti biasanya. Meski masih diselimuti rasa waswas soal keamanan, transportasi umum dan pusat bisnis sudah beroperasi lagi.
Penduduk kota berebut untuk membeli kebutuhan pokok di supermarket. Mereka terlihat mengantre di pom bensin untuk membeli propana, gas yang biasa digunakan untuk kebutuhan memasak. Semua itu dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi ketidakstabilan.
”Saya tidak tahu apa yang akan terjadi besok atau lusa di negara ini. Jadi saya bersiap untuk kemunginan terburuk di hari-hari yang akan datang,” kata penduduk Port-au-Prince, Marjory, kepada AFP saat dia dan suaminya menimbun persediaan di sebuah toko.
”Saya memprioritaskan segala sesuatu yang bisa bertahan selama berhari-hari,” kata Marjory.
Kekerasan geng, yang marak di negara Karibia itu, juga meningkat lagi sejak Jumat pagi waktu setempat. Bentrokan antarkelompok melumpuhkan lalu lintas di jalan raya utama.
Bandara di ibu kota Port-au-Prince, yang ditutup sesaat setelah serangan yang menewaskan Presiden Moise, tampaknya telah dibuka kembali.
Di sana-sini di negeri itu muncul aksi protes menuntut jawaban yang pasti tentang motif pembunuhan. ”Orang asing datang ke negara ini untuk melakukan kejahatan. Kami, warga Haiti, terkejut,” kata seorang penduduk.
”Kami perlu tahu siapa di balik serangan ini. Siapa nama mereka dan latar belakangnya. Semuanya harus diungkap agar keadilan bisa ditegakkan,” tambah warga Port-au-Prince itu.
Polisi mengatakan bahwa mereka telah menangkap 28 anggota komplotan pembunuh. Mereka terdiri dari 26 warga negara Kolombia dan dua warga negara AS. Dari warga Kolombia, 17 orang di antaranya adalah mantan tentara Kolombia. Polisi Haiti masih menyelidiki siapa dalang pembunuhan.
Petugas polisi senior, yang secara langsung bertanggung jawab atas keamanan Moise, telah dipanggil untuk menghadap pengadilan. Muncul spekulasi tentang kemungkinan keterlibatan pasukan pengamanan presiden dalam pembunuhan itu.
”Presiden Republik Jovenel Moise dibunuh oleh agen keamanannya,” kata mantan Senator Haiti, Steven Benoit, kepada radio Magik9, Jumat. ”Bukan orang Kolombia yang membunuhnya. Mereka dikontrak oleh negara Haiti.”
Aparat kepolisian mengatakan, sejumlah tersangka penyerang, termasuk dua warga AS, telah ditangkap. Tiga tewas dan sedikitnya lima masih buron. (AFP/REUTERS/CAL)