Platform distribusi vaksin global Covax menjanjikan mengirim 520 juta dosis vaksin ke Afrika tahun ini. Namun, distribusi berkejaran dengan kenaikan jumlah kasus hingga 20 persen per pekan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
PRETORIA, JUMAT – Covax, platform distribusi vaksin global, berencana untuk mendistribusikan 520 juta vaksin untuk warga Afrika tahun ini. Namun, ketersediaan dan distribusi vaksin berkejaran dengan jumlah kasus yang terus mengalami kenaikan.
Pada konferensi pers Kamis (8/7/2021), Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) wilayah Afrika Matsidisho Moeti mengatakan, kawasan itu tengah berhadapan dengan pekan terburuk setelah jumlah kasus di Afrika meningkat menjadi lebih dari 251.000 kasus pada akhir pekan lalu atau naik 20 persen dari pekan sebelumnya. Angka itu, menurut Moeti, juga mengalami kenaikan sekitar 12 persen dibandingkan puncak gelombang pertama pada Januari lalu.
”Kami telah memprediksi bahwa angka itu bisa tercapai dalam waktu yang singkat. Tidak ada yang menyenangkan ketika menyadari bahwa kami memprediksi sebuah hal yang benar-benar menjadi kenyataan pada akhirnya,” kata Moeti, dikutip dari laman WHO Afrika.
Yang menjadi masalah, lanjut Moeti, kondisi ini belum akan berakhir. Afrika kini tengah berkejaran menuju gelombang ketiga dengan varian Delta menjadi sumber utama percepatan penularan di benua dengan penduduk lebih dari 1,3 miliar jiwa.
Sebanyak 16 negara Afrika telah melaporkan kenaikan jumlah infeksi. Malawi dan Senegal sebagai dua negara baru masuk dalam daftar negara menghadapi kondisi serupa. Menurut Moeti, jumlah kasus infeksi baru berlipat ganda setiap pekan, setiap 18 hari, dan telah terjadi selama tujuh pekan berturut-turut.
Kini, jumlah kasus di benua itu telah mencapai 4,26 juta kasus aktif dan 101.123 orang meninggal karena Covid-19. Minimnya pengujian terhadap warga menjadi salah satu penyumbang tingginya kasus di kawasan ini.
Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Uni Afrika Dr John Nkengasong mengatakan, dari 1,3 miliar penduduk Benua Afrika, pengetesan baru dilakukan sebanyak 54 juta sampel.
Kenaikan jumlah kasus hingga 20 persen per pekan tidak terlepas dari minimnya vaksinasi di kawasan ini. Dibandingkan dengan tempat lain, seperti di Amerika Serikat yang telah memvaksinasi 48 persen warganya dan Eropa yang telah mencapai angka 30-an persen, Afrika jauh tertinggal dengan angka vaksinasi kurang dari 1,5 persen.
Aurelia Nguyen, Direktur Pelaksana Covax, mengatakan, platform distribusi vaksinasi itu telah mengirimkan 25 juta dosis vaksin ke 44 negara Afrika hingga saat ini atau setara 25 persen dari total jumlah vaksin yang telah dikirimkan platform ini ke seluruh negara di dunia. Meski demikian, Nguyen mengaku tidak senang karena negara-negara kaya lebih dulu bisa mengakses vaksin dari produsen ketika platform ini tengah mengupayakan pengumpulan dana agar bisa membeli vaksin.
Pada awal Maret, CEO aliansi vaksin Gavi, salah satu organisasi penopang Covax, menjanjikan bisa memasok 720 juta dosis vaksin ke benua ini pada tahun 2021. Namun, Covax yang bergantung pada produksi vaksin dari India, tidak bisa berbuat banyak saat Pemerintah India menunda ekspor vaksin ke berbagai wilayah karena peningkatan laju infeksi di negara ini.
Kondisi itu memperdalam masalah bagi Covax yang sangat bergantung pada vaksin produksi Institut Serum India, produsen vaksin terbesar di dunia dan produsen vaksin AstraZeneca.
Nguyen mengatakan, melihat kondisi Afrika saat ini, pengiriman vaksin bagi negara-negara miskin dan berkembang menjadi sangat krusial. Dia menyatakan, Covax telah berbicara dengan Institut Serum India dan pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi agar mendapat prioritas supaya mendapatkan kembali pasokan vaksin pada akhir tahun. Meski begitu, menurut Nguyen, situasinya masih sangat cair.
Nguyen mengatakan, pada akhir kuartal pertama 2022, Covax berniat memasok hampir 850 juta dosis vaksin ke Afrika. Jumlah itu cukup untuk memvaksin sekitar 30 persen populasi setiap negara di Afrika yang memenuhi syarat vaksinasi. Afrika akan mendapatkan pasokan dari berbagai produsen vaksin, seperti Pfizer, Johnson&Johnson, Moderna, dan AstraZeneca.
Profesor Tulio de Oliveira, ahli genom pada Universitas KwaZulu Natal, mengatakan, vaksinasi adalah jalan terbaik untuk mencegah bencana dan malapetaka di Afrika. ”Lebih dari sebelumnya, kini saatnya untuk meningkatkan vaksinasi,” katanya. (Reuters)