Cuaca Ekstrem Renggut Korban di Jepang dan Amerika Utara
Pengaruh cuaca ekstrem terjadi di Jepang, wilayah Amerika Utara, dan India. Warga harus mewaspadai dampak cuaca ekstrem di wilayah masing-masing.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
TOKYO, SABTU — Hujan yang terus-menerus turun di wilayah barat daya Jepang mengakibatkan tanah longsor di Kota Atami, Prefektur Shizuoka, Jepang, Sabtu (3/7/2021) pagi. Dua warga ditemukan tewas. Tim penyelamat masih terus mencari belasan warga yang hilang akibat terjangan lumpur yang menghantam rumah dan bangunan lain di lokasi kejadian.
Seorang pejabat di Badan Penanggulangan Kebakaran dan Bencana Kota Atami memperkirakan korban jiwa akan terus bertambah. Diperkirakan jumlah warga yang hilang lebih dari 100 orang dan sebanyak 80 rumah serta bangunan di kota ini terkubur lumpur.
Lembaga penyiaran publik, NHK, sebelumnya menyebut warga yang hilang dalam kejadian Sabtu pagi itu sebanyak 20 orang. Namun, juru bicara Prefektur Shizuoka, Takamichi Sugiyama, menyatakan, jumlah korban yang terkonfirmasi hilang baru 19 orang meskipun ada kemungkinan jumlah tersebut akan bertambah.
Gubernur Shizuoka Heita Kawakatsu dalam keterangannya mengatakan, penjaga pantai menemukan dua jenazah warga yang diduga hanyut ke laut oleh banjir dan longsor. Namun, sejauh ini kematian mereka belum diumumkan secara resmi. Identitas mereka juga tidak dirilis.
”Saya menyampaikan belasungkawa terdalam saya kepada semua orang yang telah menderita,” katanya. Dia menambahkan, upaya terbaik akan dilakukan untuk menyelamatkan para korban yang diduga masih terjebak di dalam bangunan yang tertutup lumpur.
Pasukan bela diri telah bergabung dengan petugas pemadam kebakaran dan polisi dalam operasi penyelamatan. Pejabat dari pemerintah nasional juga telah tiba. Perdana Menteri Yoshihide Suga mengadakan pertemuan darurat bersama kabinetnya dan menginstruksikan gugus tugas untuk terus maju dengan operasi penyelamatan sambil menjaga dari lebih banyak bencana seperti itu. ”Ada kemungkinan hujan lebat karena musim hujan, jadi kita perlu level siaga maksimal,” katanya.
Tanah longsor yang terjadi di Atami tidak terlepas dari hujan deras yang mengguyur sebagian wilayah Jepang sejak awal pekan ini. Para ahli mengatakan, tanah yang longgar meningkatkan risiko tanah longsor di wilayah-wilayah yang dominan dengan bukit, lembah, dan pegunungan.
Rekaman kejadian memperlihatkan tanah longsor berwarna coklat kehitaman meluncur dengan cepat dari perbukitan, menerjang dan menghancurkan rumah dan bangunan yang dilewatinya. Mobil yang terparkir di jalan-jalan, yang dilewati tanah bercampur lumpur, tersapu. Gambar yang ditayangkan oleh NHK juga memperlihatkan detik-detik ambruknya sebuah jembatan karena terjangan lumpur.
Pemerintah mengeluarkan peringatan Level 5, yang merupakan peringatan teringgi, yang diperkirakan memengaruhi kehidupan lebih dari 35.000 warga di sekitar lokasi bencana. Atami, yang dikenal sebagai area resor dan terletak sekitar 100 kilometer barat daya Tokyo, akan mengalami pemadaman listrik selama beberapa waktu ke depan untuk membantu memperlancar proses evakuasi para korban.
Gelombang panas
Kondisi cuaca yang berbeda dengan Jepang terjadi di wilayah Amerika Utara dan India. Gelombang panas yang menerjang wilayah Kanada dan Amerika Serikat hingga Sabtu (3/7/2021) telah menewaskan lebih dari 700 orang di Kanada dan puluhan lainnya di AS serta telah memicu ratusan kebakaran di Provinsi British Columbia. Sebagian besar kebakaran itu disebabkan oleh sambaran petir.
Menurut Jonathan Bau, ahli meteorologi, lingkungan, dan perubahan iklim Kanada, tingginya jumlah sambaran petir disebabkan oleh gelombang panas. Gelombang panas itu menciptakan tingkat kelembaban yang tinggi di atmosfer dalam bentuk pencairan salju dan penguapan air dari tumbuh-tumbuhan. Kelembaban lantas memicu badai petir yang luar biasa ganas.
Meskipun saat ini kawasan itu belum memasuki musim panas, Bau memprakirakan pada akhir pekan akan terjadi lebih banyak sambaran petir. Menurut sejumlah ahli, gelombang panas yang menghantam Kanada dan AS disebabkan oleh pemanasan global.
Menyikapi kondisi terkini, otoritas setempat telah menyiagakan sejumlah pesawat militer dan perangkat lain untuk melakukan evakuasi warga.
Dalam pertemuan dengan sejumlah menteri, pejabat daerah, hingga kepala suku, yang digelar Jumat petang waktu Kanada, Perdana Menteri Justin Trudeau menegaskan, Pemerintah Kanada siap sedia membantu. Tim respons akan mendirikan pos komando di Edmonton. Angkatan bersenjata akan mendukung operasi tersebut dengan memberikan dukungan logistik, termasuk pengerahan sejumlah pesawat militer.
”Sebelumnya belum pernah terjadi cuaca kering dan panas ekstrem di British Columbia,” kata Menteri Keamanan Publik Bill Blair. ”Kebakaran hutan ini menunjukkan bahwa kita berada di tahap awal dari apa yang diprakirakan akan menjadi musim panas yang panjang.”
Kepala tim koroner di British Columbia, Lisa Lapointe, mengatakan, cuaca ekstrem yang terjadi seminggu terakhir diduga kuat menjadi faktor peningkatan jumlah kematian warga.
Selain British Columbia, gelombang panas juga menerjang Washington dan Oregon, AS. Gelombang panas diduga telah memicu kebakaran hutan di California. Setidaknya lahan seluas 40.000 hektar ludes terbakar. Selain itu, sebanyak 40 bangunan dikabarkan hancur.
Di Negara Bagian Washington tercatat sekitar 30 warga meninggal dan diduga kuat terkait cuaca panas itu. ”Menurut saya, seiring waktu, kita akan mengerti bahwa jumlahnya akan terus meningkat,” kata Dr Steve Mitchell, Direktur Departemen Pengobatan Darurat Harborview Medical Center di Seattle.
Rakyat di sejumlah wilayah di India, terutama di Negara Bagian Rajasthan, Haryana, dan New Delhi, kini juga tengah merasakan suhu udara yang ekstrem selama sepekan terakhir.
Suhu siang hari berada di atas angka 43,1 derajat celsius (104 fahrenheit) untuk hari keempat berturut-turut di Negara Bagian Rajasthan, Haryana, dan New Delhi. Ini adalah suhu udara terpanas yang pernah dirasakan warga New Delhi sejak tahun 2012, yang diklasifikasikan oleh kantor cuaca India sebagai cuaca panas ekstrem yang parah.
Gelombang panas seperti ini mengingatkan warga India pada tragedi tahun 2015 ketika cuaca ekstrem saat itu menewaskan sekitar 2.000 warga. Sejak tahun 2010, gelombang panas di India telah menewaskan setidaknya 6.500 warga. (AP/AFP/REUTERS/JOS)