Bank Dunia Naikkan Dana Vaksin Covid-19 Global Menjadi Rp 290 Triliun
Penanganan pandemi Covid-19 masih tersandung soal kemiskinan dan ketiadaan dana. Bank Dunia menggelontorkan dana hingga 20 miliar dollar AS atau sekitar Rp 290 triliun untuk pembelian vaksin.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Bank Dunia menaikkan dana bantuan vaksin Covid-19 untuk negara-negara berkembang dari 8 miliar dollar Amerika Serikat menjadi 20 miliar dollar AS atau sekitar Rp 290 triliun, Rabu (30/6/2021). Jumlah ini melampaui target awal, yaitu 12 miliar dollar AS. Dana ini akan disebar pada 2022.
”Penanganan Covid-19 masih banyak tersandung masalah kemiskinan dan ketiadaan dana untuk membeli vaksin. Oleh sebab itu, satuan tugas Covid-19 global memutuskan meningkatkan dana bantuan supaya negara-negara berkembang bisa segera pulih,” tutur Presiden Grup Bank Dunia David Malpass.
Satuan tugas yang dimaksud terdiri dari Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sejauh ini, dari 8 miliar dollar AS dana vaksinasi Covid-19 awal, Bank Dunia telah mendistribusikan 4,4 miliar dollar AS dalam bentuk pinjaman lunak kepada 51 negara berkembang ataupun miskin. Pemakaiannya untuk pembelian vaksin, pelatihan tenaga kesehatan, pembelian obat-obatan dan alat kesehatan, serta perekrutan tenaga kesehatan baru.
”Adanya penambahan bantuan ini semoga juga mendorong negara-negara maju agar segera mengulurkan tangan. Mayoritas negara maju sudah hampir memenuhi target imunisasi Covid-19 rakyat mereka sehingga sisa-sisa vaksin bisa disumbangkan ke negara lain yang membutuhkan,” papar Malpass.
Negara-negara maju, termasuk tujuh negara terkaya atau G-7, mendapat kritik dari berbagai organisasi ataupun negara lain karena menumpuk persediaan vaksin Covid-19. Akibatnya, negara-negara berkembang yang mayoritas berada di Benua Afrika, Asia, dan Amerika Selatan kesulitan memperoleh vaksin. Ketika membeli vaksin melalui program Covax yang dikelola oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengadaannya membutuhkan waktu berbulan-bulan, sementara situasi semakin kritis.
Salah satu contoh ialah jajak pendapat di AS yang diselenggarakan oleh Yahoo-YouGov terhadap 1.592 orang dewasa pada dua pekan terakhir Juni, terungkap hanya 15 persen responden berniat untuk memperoleh imunisasi Covid-19. Padahal, seluruh responden mengakui keberadaan virus SARS-CoV-2 galur Delta yang jauh lebih menular. Bahkan, sesungguhnya 34 persen penduduk dewasa di AS sama sekali belum menerima imunisasi Covid-19.
Responden beralasan mereka enggan mengimunisasi diri karena tidak yakin dengan kinerja vaksin Covid-19. Padahal, di AS imunisasi gratis dan posko-poskonya tersebar di semua wilayah serta mudah diakses oleh masyarakat. Jajak pendapat ini menyimpulkan bahwa AS telah kehabisan orang-orang yang mau divaksin.
Selain peningkatan bantuan, Bank Dunia melalui divisi Korporasi Keuangan Dunia (IFC) juga memberi pinjaman sebesar 712 juta dollar AS kepada perusahaan farmasi dari Afrika Selatan (Afsel), yaitu Aspen Pharmacare Holdings Limited. Dana ini diperoleh dari kerja sama IFC dengan sejumlah perusahaan investasi dari AS, Jerman, dan Perancis.
Salah satu masalah pengadaan vaksin di Benua Afrika ialah vaksin harus dikirim dari AS atau dari Eropa. Oleh sebab itu, menurut Bank Dunia, akan lebih ekonomis dan cepat apabila vaksin diproduksi di negara-negara Afrika. Aspen Pharmacare dinilai layak untuk diberi lisensi pembuatan vaksin Covid-19 khusus untuk diedarkan di benua tersebut.
”Kami sudah menandatangani kontrak lisensi dengan Johnson and Johnson. Ini adalah vaksin Covid-19 yang hanya membutuhkan satu suntikan,” kata Presiden Direktur Aspen Pharmacare Stephen Saad.
Sebagai gambaran, dari 60 juta penduduk Afsel, baru 4 persen yang menerima imunisasi Covid-19. Saad mengungkapkan, Aspen Pharmacare akan memproduksi 31 juta dosis vaksin Johnson and Johnson khusus untuk kebutuhan dalam negeri Afsel. Pada saat yang sama, mereka juga akan membuat 240 juta dosis untuk disebar ke negara-negara di Afrika. (AFP/REUTERS)