Dunia Mendesak G-7 Golkan Penangguhan Paten Vaksin Covid-19
Menteri kesehatan negara-negara anggota G-7 menggelar pertemuan di Inggris. Dunia berharap, dalam pertemuan ini akan dicapai kesepakatan untuk menghapus sementara paten dan hak kekayaan intelektual vaksin Covid-19.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
OXFORD, KAMIS — Pertemuan para menteri kesehatan negara-negara anggota G-7 dimulai pada Kamis (3/6/2021) siang waktu setempat di kota Oxford, Inggris. Dunia mengharapkan dalam pertemuan ini akan dicapai kesepakatan untuk menghapus sementara paten dan hak kekayaan intelektual vaksin Covid-19 agar bisa diproduksi secara massal, termasuk di negara-negara miskin dan berkembang.
”Komitmen para anggota G-7 sudah tidak bisa ditunda. Pandemi ini tidak akan selesai kalau masalah mendasar seperti akses atas vaksin Covid-19 tidak bisa dipenuhi,” kata Anna Mariott, Manajer Kebijakan Kesehatan Oxfam, sebuah organisasi hak asasi dan pemberdayaan manusia yang berbasis di Inggris.
G-7 merupakan kumpulan tujuh negara dengan ekonomi terkuat di dunia. Anggotanya adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Kanada, Jepang, dan Italia. Mereka belum satu suara dalam rencana menangani pandemi Covid-19. Sejumlah pihak, termasuk AS, menyetujui agar perusahaan-perusahaan farmasi pembuat vaksin Covid-19 mau menangguhkan hak paten mereka dan berbagi resep dengan perusahaan farmasi lain di dunia.
Namun, banyak negara, termasuk Inggris, yang menolak usulan ini. Inggris adalah pembuat vaksin Covid-19 AstraZeneca yang berpusat di Oxford. Menurut mereka, masalah akses vaksin Covid-19 bukan pada jumlah, melainkan pasar yang belum bebas. Mereka mengusulkan agar pembukaan pasar global tanpa halangan sehingga raksasa-raksasa farmasi bisa meningkatkan produksi dan mengekspor vaksin buatan mereka tanpa perlu membuka paten.
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock dalam jumpa pers dengan media arus utama negaranya tetap berpegang pada keyakinan ini. ”Menurut kami, metode yang dipakai AstraZeneca, yakni menjual teknologi dengan harga sangat murah dan tidak berorientasi laba, lebih efektif daripada penangguhan paten. Buktinya, AstraZeneca sudah mengirimkan 500 juta dosis vaksin lewat skema Covax dari Perserikatan Bangsa-Bangsa,” ucapnya.
Hancock menambahkan, selain membahas mengenai vaksin, pertemuan menkes G-7 juga akan mendiskusikan strategi pencegahan penularan penyakit dari binatang ke manusia. Hal ini karena tiga perlima penyakit infeksi disebabkan perpindahan virus, bakteri, ataupun parasit yang hidup di kulit, kotoran, dan di dalam tubuh binatang ke manusia.
Bantuan fiskal
Dalam rapat G-7 juga akan ada pembahasan pendekatan keuangan yang bisa diambil untuk meningkatkan akses vaksin. Skema tersebut dikembangkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Direktur Pengelola IMF Kristalina Georgieva dijadwalkan memberikan pemaparan mengenai bantuan 50 miliar dollar AS untuk akses vaksin.
”Sudah 3,5 juta penduduk dunia meninggal akibat Covid-19. Kalau terus dibiarkan, negara-negara miskin dan berkembang tidak akan bisa pulih ekonominya. Misalnya, negara-negara di Amerika Latin dan Karibia saja, walaupun sudah mendapat kucuran dana, diperkirakan baru bisa bangkit setelah 2024,” kata Georgieva kepada International Business Times.
IMF mencatat, umumnya negara-negara miskin dan berkembang baru mendapat jatah vaksin 1 persen dari jumlah penduduk. Oleh sebab itu, mereka ingin meminta agar anggota G-7 mau mengumpulkan dana sebesar 50 miliar dollar AS guna menambah biaya pengadaan vaksin global. Sebelumnya, Bank Dunia telah menyumbang dana sebesar 12 miliar dollar AS.
Secara sporadis, beberapa anggota G-7 telah menambah sumbangan pengadaan vaksin untuk Covax yang dikelola oleh Aliansi Vaksin dan Imunisasi Global (GAVI). Jepang, misalnya, sudah menyumbangkan 200 juta dollar AS di awal tahun 2021.
”Kami akan menambah 800 juta dollar AS lagi untuk Covax. Selain itu, Jepang sudah berkomitmen menyumbang 30 juta dosis vaksin Covid-19 buatan dalam negeri untuk diekspor ke negara-negara miskin,” kata Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga kepada kantor berita Nikkei. Ia baru saja melakukan pertemuan daring dengan negara-negara anggota GAVI.
Anggota lain G-7, Italia, juga mengutarakan komitmen serupa. Bersama dengan Meksiko dan Polandia, Italia menyumbang dana 1,7 miliar dollar AS. Terdapat pula anggota baru GAVI, yaitu Spanyol dan Australia, yang turut merogoh kocek masing-masing. Secara keseluruhan, GAVI telah mengumpulkan dana sebesar 9,6 miliar dollar AS. (AFP/REUTERS)