Kekayaan alam batu giok Myanmar berisiko dikuasai dan dikeruk keuntungannya oleh junta militer dan hasilnya tak akan dinikmati oleh rakyat Myanmar.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Selama ini Myanmar dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan alam batu giok terbesar di dunia. Industri batu giok Myanmar berkembang pesat karena banyaknya permintaan yang datang dari negara tetangganya, China. Masalahnya, tambang-tambang batu giok yang berada di Negara Bagian Kachin di utara Myanmar selama ini diperebutkan karena bisa menjadi sumber pembiayaan konflik antara kelompok etnis bersenjata dan militer Myanmar.
Kini, industri batu giok bernilai miliaran dollar AS itu berisiko menjadi sumber dana gelap junta militer mengingat kini junta memegang kendali atas perizinan industri itu. Organisasi nonpemerintah Global Witness dalam laporannya, Selasa (29/6/2021), menyebutkan, jika junta militer memegang kendali industri batu giok itu, hampir tidak mungkin ada yang akan bisa membeli batu giok Myanmar tanpa menyogok para jenderal dan kroni-kroninya terlebih dahulu.
Penasihat Kebijakan Myanmar di Global Witness, Keel Dietz, mengatakan, penambangan batu giok memberikan junta militer keuntungan dan pengaruh untuk mengonsolidasikan kekuasaan. Untuk mencegah kemungkinan itu, konsumen disarankan memboikot pembelian batu giok dan batu permata dari Myanmar.
Batu giok Myanmar menjadi ”barang panas” karena di sekitar tambang, seperti tambang di Hpakant, Kachin, kerap terjadi konflik bersenjata antara kelompok etnis dan militer selama bertahun-tahun. Namun, di lokasi-lokasi tambang batu giok lainnya, militer dan kelompok etnis bersenjata justru kerap sepakat untuk sama-sama berbagi keuntungan saat gencatan senjata. Akibatnya, industri batu giok ini menjadi sarang korupsi alih-alih aset nasional yang bisa diinvestasikan untuk kepentingan rakyat. Global Witness memperkirakan kerugian negara puluhan miliar dollar AS setiap tahunnya.
Setelah berhasil mengambil alih kekuasaan dari junta militer pada 2016, pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi menangguhkan penerbitan atau pembaruan izin penambangan batu giok. Ada undang-undang baru yang membatasi lisensi hingga maksimal tiga tahun dan ini yang menyebabkan penambangan ilegal malah kian gencar dan cepat. Kini, militer yang juga dikenal dengan nama Tatmadaw memegang kendali untuk menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh menambang. Militer juga bisa membagikan lisensi kepada siapa saja demi mendapatkan dukungan dan memecah-belah siapa saja penentang militer.
Global Witness dan kelompok-kelompok lain mendesak perlunya sanksi yang lebih tegas kepada junta militer agar tambang batu giok tidak menjadi mesin uang siapa pun, terutama junta militer. ”Komunitas internasional harus bisa membatasi jumlah dana yang boleh diterima militer dari penjualan kekayaan alam Myanmar dengan mencegah impor dan memblokir transaksi pembayarannya,” sebut laporan Global Witness.
Dalam laporan Global Witness sebelumnya disebutkan, industri batu giok Myanmar selama ini didominasi oleh jaringan elite militer, gembong narkoba, dan perusahaan-perusahaan kroni militer. Penambangan batu giok dilakukan besar-besaran tanpa memedulikan dampaknya pada lingkungan. Sekitar setengah juta orang bermigrasi ke lokasi-lokasi tambang untuk bekerja di tambang atau berburu batu giok secara ilegal. Akibatnya, ratusan orang tewas tertimbun tanah longsor di lereng tambang terbuka yang tidak stabil. Keuntungan dari tambang-tambang itu hanya dinikmati oleh mereka yang menguasai tambang dan jalur perdagangannya.
”Batu giok menjadi sektor militer paling menguntungkan. Hasil tambang lain, seperti tembaga, juga menguntungkan,” kata Direktur Proyek Maje yang meneliti isu lingkungan Myanmar, Edith Mirante.
Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris telah menjatuhkan sanksi kepada perusahaan permata Myanmar, perusahaan-perusahaan yang dikendalikan militer, sejumlah pemimpin militer, anggota keluarga militer, dan perusahaan-perusahaan lain yang terkait dengan militer. Sayangnya, potensi dampak sanksi itu terhadap industri batu permata Myanmar minim karena hampir semua batu giok, batu mulia, dan mutiara yang diproduksi di Myanmar dikirim ke China melalui jalur gelap.
Bukan hanya itu, penambangan batu giok juga banyak dilakukan perusahaan China yang bekerja sama dengan Myanmar. Selama puluhan tahun, militer disebutkan meraup untung besar dan China pun diuntungkan karena batu giok dari wilayah Kachin banyak yang diselundupkan ke China. Kini, pengamat Asia Tenggara di Pusat Ash Harvard University, David Dapice, mengatakan, konflik bersenjata antara kelompok etnis bersenjata dan militer sebenarnya lebih banyak karena mereka bertikai soal pembagian hasil batu giok ini. ”Kedua belah pihak tidak saling percaya. Setelah militer kini berkuasa kembali, mereka tampaknya tak berniat mau berbagi,” ujarnya.
Sebelum kudeta militer, 70-90 persen batu giok di Hpakant diselundupkan ke China. Ini juga berarti China ikut bertanggung jawab atas korupsi dan konflik yang terjadi terkait dengan perdagangan batu giok ini. (AFP/AP)