Efek Jangka Panjang Covid-19 Lebih Membahayakan
Meski sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19, mereka yang positif Covid-19 masih merasakan efek jangka panjang Covid-19 hingga berminggu-minggu.
Badan sering terasa lelah lunglai, nyeri pada otot, nyeri dada, napas pendek-pendek, atau sulit konsentrasi? Bisa jadi ini efek jangka panjang Covid-19. Lebih dari 2 juta warga di Inggris yang pernah tertular Covid-19, baik ringan, sedang, maupun berat, masih merasakan gejala-gejala Covid-19 sampai setidaknya 12 pekan setelah dinyatakan sembuh.
Baca juga: Waspada ”Long Covid”, Penyintas Covid-19 Masih Perlu Pemeriksaan Lanjutan
Pengakuan ini disampaikan oleh 508.707 orang dewasa yang pernah tertular Covid-19 dalam penelitian React-2 oleh Imperial College London selama September 2020 hingga Februari 2021. Hasil penelitian yang dipublikasikan, Kamis (24/6/2021), itu membuktikan ada konsekuensi kesehatan jangka panjang. ”Efek jangka panjang Covid-19 ini harus mulai diperhatikan agar bisa dicari cara penanganannya,” kata Direktur Program React di Imperial College London Paul Elliott.
Hasil studi itu menunjukkan orang yang berusia lebih tua kemungkinan besar akan mengalami efek jangka panjang Covid-19. Begitu pula dengan perempuan, perokok, orang yang kelebihan berat badan, tinggal di daerah miskin, atau pernah tertular Covid-19 sampai harus dirawat di rumah sakit. ”Efek jangka panjang Covid-19 berdampak melemahkan mereka yang pernah tertular Covid-19,” kata Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock.
Studi serupa pernah dilakukan Badan Statistik Nasional (ONS) Inggris terhadap 21.622 orang yang positif Covid-19 pada kurun waktu April 2020 hingga Maret 2021. Satu dari tujuh warga Inggris yang positif Covid-19 masih merasakan gejala-gejala Covid-19 hingga 12 pekan atau lebih. Pada studi ini, perempuan juga ditemukan lebih banyak mengalami efek jangka panjang Covid-19. Mereka yang berusia 35-49 tahun juga masih merasakan gejala-gejala itu sampai lima pekan kemudian.
Baca juga: Mencegah Gelombang Pandemi Kesehatan Mental
Kepala Analisis Kesehatan di ONS, Ben Humberstone, menjelaskan, efek jangka panjang Covid-19 ini adalah fenomena baru yang semakin banyak dialami orang dan belum diketahui dengan jelas apa penyebabnya. Untuk itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut dan mendalam.
Violaine Cousineau (47), warga Kanada, mengaku masih susah bernapas, berkonsentrasi, bahkan setelah lima bulan pasca-dinyatajan positif Covid-19. Ia merasa tak bugar lagi dan tak bisa hidup normal seperti sebelum positif Covid-19. ”Saya merasa lebih tua 30 tahun hanya dalam beberapa bulan,” kata ibu dua anak ini.
Pascaperawatan Covid-19, ia kini menjadi pasien klinik baru di Montreal yang mengkhususkan diri pada pemeriksaan efek jangka panjang Covid-19 pada kesehatan. Cousineau mengaku tidak mempunyai masalah kesehatan apa pun dari dulu dan rajin mendaki gunung pada akhir pekan. Namun, setelah positif Covid-19 pada Oktober lalu, berjalan biasa atau naik turun tangga saja sudah payah rasanya.
Baca juga: Hasil Riset: Pandemi Covid-19 Turunkan Angka Harapan Hidup di Amerika Serikat
Teresa Dominguez (55), warga Madrid, Spanyol, pernah tiba-tiba lupa ada di mana dan harus berbuat apa saat sedang berbelanja kebutuhan sehari-hari. Ia bahkan pernah selesai berbelanja dan membayar belanjaannya, tetapi ditinggalkan begitu saja di kasir. Ia mengaku merasa tak bisa berkonsentrasi dan selalu cepat lelah meski hanya hal-hal ringan di rumah. Bahkan, hanya menonton televisi saja rasanya sudah capek. ”Saya merasa seperti ibu saya yang berusia 91 tahun,” ujarnya.
Maria Eugenia Diez (43), seorang perawat, bahkan sudah satu tahun ini tak bisa lagi berolahraga atau mengikuti konferensi kesehatan karena sulit berkonsentrasi. ”Kalau saya menyetir mobil saja, saya jadi lebih ceroboh. Saya harus selalu berpikir dulu sebelum memasukkan gigi mobil, melihat spion, atau menginjak pedal,” ujarnya.
Merusak organ
Efek jangka panjang Covid-19 ini sebenarnya sudah diteliti sejak awal tahun 2020 karena pada waktu itu sudah banyak orang mengeluhkan kondisi tubuh yang tak kunjung bugar pascatertular Covid-19. Jurnal kesehatan, Nature Medicine, bulan April lalu juga menyebutkan satu dari tiga pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit mengalami efek jangka panjang yang lebih parah, yakni gangguan atau kerusakan pada organ tubuh dan menurunnya kesehatan mental hingga muncul perasaan resah, depresi, dan trauma.
Penulis utama hasil studi itu, Kartik Sehgal, ahli onkologi medis di Institut Kanker Dana-Farber, Boston, Amerika Serikat, menjelaskan, pasien Covid-19 yang parah terinfeksi paru-parunya membuat mereka mengalami masalah pernapasan dalam jangka panjang. Virus juga bisa menyerang organ tubuh lain yang menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk penyakit kardiovaskular dan peradangan kronis.
Baca juga: Waspadai Infeksi Jamur yang Bisa Menyerang Pasien Covid-19
Sehgal dan rekan-rekannya mengkaji sembilan studi jangka panjang di Eropa, AS, serta China dan menemukan beberapa pasien yang mengeluhkan ada masalah pada sejumlah organnya beberapa bulan setelah mereka boleh pulang dari rumah sakit. Secara keseluruhan, studi ini menemukan 30 persen pasien setidaknya merasakan gejala kelelahan, napas pendek-pendek, dan masalah kesehatan jiwa.
Ada studi terhadap 143 pasien di Italia yang menemukan sekitar 90 persen merasakan gejala Covid-19 selama 60 hari setelah mereka pulih dari Covid-19. Gejala-gejala umum yang ditemukan adalah rasa lelah (53,1 persen), napas pendek (43,4 persen), nyeri sendi (27,3 persen), dan nyeri dada (21,7 persen). Banyak juga pasien yang mengaku susah tidur selama beberapa pekan setelah pulih.
Sehgal yang juga mengajar di Sekolah Kedokteran Harvard merekomendasikan agar ada klinik khusus yang menangani mereka yang mengalami efek jangka panjang Covid-19. Mencegah kematian akibat Covid-19 memang harus menjadi prioritas utama, tetapi menangani efek jangka panjang Covid-19 juga sama pentingnya. ”Kebutuhan medis pasien dengan Covid-19 tak selesai ketika mereka keluar dari rumah sakit, tetapi pemeriksaan tetap harus dilakukan 3-4 pekan kemudian,” ujarnya.
Klinik
Efek jangka panjang Covid-19 rupanya tak hanya terjadi pada mereka yang merasakan gejala-gejalanya, tetapi juga mereka yang positif Covid-19 tetapi tanpa gejala. Organisasi nonprofit FAIR Health menganalisis klaim asuransi kesehatan dari 1,96 juta warga AS sejak Februari 2020 hingga Februari 2021. Mereka menemukan hampir seperlima dari orang positif Covid-19 tanpa gejala mengalami efek jangka panjang Covid-19 hingga sebulan setelah dinyatakan positif.
Penyebab efek jangka panjang Covid-19 belum diketahui, tetapi studi itu menduga proses penyembuhan lambat karena ada kerusakan pada jalur saraf akibat virus dan masih ada virus yang bertahan di dalam tubuh meski kadarnya rendah.
Baca juga: Covid-19 Merusak Ginjal
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta dunia segera memprioritaskan upaya-upaya untuk memahami efek jangka panjang Covid-19 karena ini juga menjadi prioritas WHO. Guru Besar di Observatori Eropa untuk Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Martin McKee, yang termasuk salah satu anggota tim ahli kesehatan di WHO, mengatakan, mereka yang mengalami efek jangka panjang Covid-19 kerap mengalami kombinasi gejala yang tumpang tindih, seperti nyeri dada dan otot, kelelahan, sesak napas, dan kabut otak.
Konsultan saluran pernapasan di Rumah Sakit King George, London, Adam Ainley, menyadari, banyak pasien Covid-19 yang sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit ternyata tak kunjung pulih kondisi kesehatannya. Untuk membantu mereka yang mengalami efek jangka panjang Covid-19, Ainley mengumpulkan teman-teman dokter dan pakar kesehatan berbagai bidang dan mendirikan klinik khusus untuk kasus itu. Sampai sekarang sudah ada 83 klinik serupa yang mendapatkan bantuan dana dari Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS). NHS telah mengalokasikan 49 juta dollar AS untuk klinik-klinik khusus efek jangka panjang Covid-19.
Di klinik itu, kata Ainley, pasien bisa mendapatkan beragam perawatan, seperti fisioterapis, terapis okupasi, psikolog klinis, kardiologi, dan rematologi. Bahkan, pasien juga diberi kursus menyanyi sebagai salah satu terapi. Psikolog Marc Kingsley di klinik itu mengatakan, banyak kasus pasien kehilangan sebagian memori atau ingatan dan mengalami ”kabut otak”. Banyak juga yang merasa tak memiliki semangat untuk melakukan apa pun dan merasa kesepian.
”Banyak pasien yang merasa tidak cukup jika hanya berbicara dengan keluarga dan teman,” kata Kingsley.
Baca juga: Penyintas Covid-19 Berisiko Alami Gangguan Mental
Direktur Institut Penelitian Klinik Montreal yang berafiliasi dengan University of Montreal, Emilia Liana Falcone, menjelaskan, klinik yang baru dibuka ini juga berusaha memahami komplikasi efek jangka panjang Covid-19 sehingga bisa dipastikan penyebab dan perawatan apa yang bisa diberikan. ”Rasa lelah, nyeri sendi dan otot, susah bernapas, dan susah tidur itu yang paling banyak dirasakan pasien," ujarnya.
Komisi Eropa juga mendorong perawatan efek jangka panjang Covid-19 ini. Komisioner kesehatan Uni Eropa, Stella Kyriakides, mengatakan, pihaknya tengah mengembangkan dan akan mengesahkan tiga perawatan baru yang efektif untuk Covid-19. Untuk memungkinkan hal itu, UE akan menggelontorkan anggaran sebesar 6 juta dollar AS untuk proses uji klinis keselamatan. ”Covid-19 akan menjadi endemik dan kita harus bisa menangani ini dengan mengelola dan meminimalisasi dampaknya, seperti yang sudah berhasil kita lakukan dengan influensa,” ujarnya. (REUTERS/AFP/AP)