Pandemi Covid-19 terbukti berisiko menyebabkan gangguan pada kesehatan mental, seperti pada penyintas Covid-19.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
LONDON, SELASA — Pandemi Covid-19 rupanya berisiko menyebabkan gangguan mental dan neurologis. Hasil penelitian terbaru dari Oxford University, Inggris, terhadap sekitar 230.000 orang, mayoritas warga Amerika Serikat, menemukan satu dari tiga penyintas Covid-19 mengalami gangguan otak atau kejiwaan, seperti kecemasan, kegelisahan, dan depresi dalam waktu enam bulan.
Akan tetapi, para peneliti, Selasa (6/4/2021), mengaku belum mengetahui hubungan virus korona dengan kondisi kejiwaan, seperti kegelisahan dan depresi. Dari 14 gejala masalah kesehatan mental yang dilihat, kegelisahan dan depresi yang paling banyak dialami penyintas. Masalah kesehatan pasca-Covid-19, seperti stroke, demensia, dan gangguan neurologis lainnya, jarang ditemukan. Masalah kesehatan itu muncul lebih banyak pada penyintas yang pernah sakit parah akibat Covid-19.
”Hasil penelitian kami mengindikasikan penyakit otak dan gangguan kejiwaan lebih umum dialami setelah Covid-19 ketimbang setelah terkena flu atau infeksi pernapasan lainnya," kata psikiater di Oxford University, Max Taquet.
Akan tetapi, hasil penelitian itu tidak dapat menentukan mekanisme biologis atau psikologis yang terlibat. Meski demikian, Taquet menyarankan perlu segera ada penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi masalah ini agar bisa mencegah atau menanganinya.
Para pakar kesehatan semakin khawatir dengan adanya bukti risiko gangguan otak dan mental kepada penyintas Covid-19. Dalam penelitian sebelumnya yang juga dilakukan Oxford University pada tahun lalu ditemukan bahwa 20 persen penyintas Covid-19 didiagnosis mengalami gangguan kejiwaan dalam tiga bulan.
Temuan terbaru yang dipublikasikan di jurnal Lancet Psychiatry itu menganalisis data kesehatan dari 236.379 pasien Covid-19 yang mayoritas dari AS dan menemukan 34 persen didiagnosis mengalami sakit kejiwaan atau neurologis dalam waktu enam bulan. Gangguan itu secara signifikan lebih umum ditemukan pada pasien Covid-19 ketimbang pada kelompok perbandingan orang yang sembuh dari flu atau infeksi saluran pernapasan lainnya selama periode waktu yang sama. Ini membuktikan Covid-19 menyebabkan dampak yang spesifik.
Gangguan kejiwaan yang paling umum ditemukan adalah kegelisahan yang mencapai 17 persen dan gangguan suasana hati 14 persen. Dan ini tidak ditemukan pada pasien terinfeksi Covid-19 dengan kondisi sakit yang parah atau kondisi sedang. Dari mereka yang harus dirawat di ruang perawatan intensif di rumah sakit karena sakit parah, 7 persen di antaranya mengalami stroke hanya dalam waktu enam bulan dan 2 persen mengalami demensia.
”Risiko gangguan mental ini bisa terjadi pada seluruh dunia,” kata Guru Besar Psikiater Oxford University, Paul Harrison.
Jonathan Rogers dari University College London mengatakan, perlu ada penelitian lebih lanjut untuk mendalami isu ini. ”Sayangnya, banyak gangguan yang teridentifikasi dalam penelitian ini cenderung kronis. Kita mulai bisa mengantisipasi dampak Covid-19 karena pandemi ini belum akan berakhir,” ujarnya.
Lea Milligan, CEO kelompok penelitian Kesehatan Mental MQ, mengatakan, hasil penelitian ini menguatkan rekomendasi perlunya menangani dan mengantisipasi gangguan kesehatan mental bagi masyarakat dunia. ”Kasus gangguan kesehatan mental ini sudah tinggi sejak sebelum pandemi dan menjadi semakin parah. Perlu penelitian lanjutan segera,” ujarnya. (REUTERS/AFP)