Gelombang Pengungsi Myanmar Ancam Keamanan Negara Tetangga
India khawatir gelombang pengungsi yang masuk dari Myanmar akan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok milisi bersenjata di India sehingga mengancam keamanan di India.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Akibat kekerasan aparat militer Myanmar, baik di kota maupun di daerah-daerah perbatasan, ribuan warga Myanmar terpaksa mengungsi ke negara tetangga, seperti Thailand dan India. Apalagi ditambah dengan serangan udara militer Myanmar dan pertikaian bersenjata antara aparat militer dan kelompok bersenjata serta gerilyawan di daerah-daerah perbatasan yang mayoritas dihuni kelompok-kelompok etnis.
Banyaknya warga Myanmar yang menyeberang masuk ke wilayah perbatasan Myanmar-India, seperti Negara Bagian Mizoram, Manipur, dan Nagaland, membuat Pemerintah India khawatir India justru akan kewalahan. Pemerintah dan kelompok masyarakat sipil memperkirakan ketiga negara bagian itu saat ini sudah menjadi tempat berlindung setidaknya bagi 16.000 warga Myanmar. Jumlah ini dikhawatirkan akan terus bertambah.
Mayoritas pengungsi Myanmar masuk ke wilayah Mizoram dan aparat keamanan India mengawasi ketat karena khawatir akan ada anggota-anggota kelompok prodemokrasi yang juga mengungsi bersama warga lainnya masuk ke pedalaman hutan lebat setelah menyeberangi Sungai Tiau. ”Kami memantau ketat mereka,” kata salah seorang penasihat pemerintah negara bagian di India, Kamis (10/6/2021).
Kekhawatiran Pemerintah India ini beralasan karena sebelumnya sudah banyak anggota kelompok bersenjata dan gerilyawan Myanmar yang ikut masuk dengan dibantu warga India setempat dan hingga sekarang mereka belum kembali ke Myanmar. India tidak mau ada masalah jika kelompok bersenjata melatih warga sipil untuk melawan militer Myanmar di tanah wilayah India. ”Kami tidak akan memperbolehkan mereka latihan di Mizoram. Kalau sampai wilayah Mizoram terganggu, pengungsi tidak akan aman,” kata penasihat India itu.
Awal Mei lalu, diketahui ada sekelompok orang yang terdiri atas 50 warga Myanmar membangun kamp pelatihan di Distrik Champhai, Mizoram. Namun, salah seorang warga Myanmar di Champhai mengaku mereka tidak menggunakan persenjataan karena sudah diambil semua oleh pasukan paramiliter India di perbatasan. ”Semua anak muda yang tadinya ikut masuk India sudah kembali ke Myanmar,” kata salah seorang anggota gerakan perlawanan Myanmar.
Sedikitnya 850 orang tewas akibat gejolak kekerasan di Myanmar sejak kudeta militer, 1 Februari lalu, menggulingkan pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Sejauh ini tercatat pertikaian bersenjata yang paling sengit antara militer dan kelompok milisi lokal terjadi di Negara Bagian Chin yang berbatasan langsung dengan India.
Seorang anggota parlemen dari partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, ada anggota-anggota kelompok perlawanan dari Chin yang mendapatkan persenjataan dari India dan Tentara Arakan atau kelompok milisi etnis di wilayah Rakhine, Myanmar. Ini menyebabkan banyaknya perdagangan persenjataan di wilayah itu. ”Orang-orang ini ingin melawan junta. Mereka pasti akan mencari senjata dari India,” kata salah seorang polisi Mizoram yang mengetahui soal keberadaan kamp pelatihan di tengah hutan.
Wilayah perbatasan India dan Myanmar sepanjang 1.600 kilometer selama ini diketahui menjadi ”markas” belasan kelompok perlawanan yang menentang pemerintahan India. Kelompok-kelompok perlawanan ini bergerak di dua sisi perbatasan dan membiayai operasional dengan perdagangan narkotika. Jika kelompok-kelompok bersenjata dari Myanmar masuk ke wilayah itu juga, kelompok perlawanan India akan seperti mendapatkan kekuatan baru untuk melawan.
Pengamat hubungan internasional di SOAS University of London, Avinash Paliwal, mengatakan, gelombang pengungsi yang masuk dan pertikaian bersenjata yang terjadi di sepanjang perbatasan Myanmar itu mengancam keamanan di India, terutama di wilayah yang dikenal dengan timur jauh. Situasi ini akan berdampak pada hubungan India dengan junta militer Myanmar dan mengancam investasi India senilai 650 juta dollar AS pada proyek pelabuhan dan jalan raya di Myanmar.
”Persoalan ini akan mempersulit India dalam berbagai urusan, seperti hubungannya dengan China, kejahatan obat-obatan terlarang, dan upaya melawan kelompok perlawanan. Krisis migran di wilayah itu rawan karena pengungsi bisa menjadi bagian dari kelompok milisi bersenjata," kata Paliwal.
Pemerintah Negara Bagian Mizoram sudah meminta kepada pemerintah pusat India untuk membangun delapan kamp pengungsian bagi 15.000 warga Myanmar. Sementara di Manipur, kata aktivis HAM, Babloo Loitongbam, sekitar 1.000 warga Myanmar berlindung di tenda-tenda di tengah hutan. Mereka tidak memiliki persediaan makanan. ”Mereka tak punya pilihan lain selain harus mengungsi untuk bertahan hidup,” ujarnya. (REUTERS)