Hubungan kerja sama ASEAN dan China memasuki usia ke-30 tahun. Para menteri luar negeri ASEAN dan China akan bertemu tatap muka untuk membahas beragam isu kerja sama dan isu-isu lain yang dianggap penting dan genting.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Beijing, Minggu - Memperingati 30 tahun hubungan kerja sama ASEAN-China, pemerintah China menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri luar negeri yang diadakan di kota Chongqing, 7-8 Juni 2021. Dalam pertemuan itu akan dibahas beragam isu seperti pemulihan industri pariwisata, kerja sama ekonomi lain yang goyang akibat pandemi Covid-19, hingga upaya bersama menghadapi Covid-19. China juga mengagendakan pembahasan wacana paspor vaksin untuk memudahkan perjalanan antarnegara.
Di sela-sela pertemuan itu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi akan bertemu secara terpisah dengan menteri luar negeri sejumlah negara anggota ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura. Juru bicara Kemlu China, Wang Wenbin, Minggu (6/6/2021), menjelaskan, selama 30 tahun terakhir, kerja sama ASEAN-China berkembang pesat dan menjadi contoh kerja sama yang dinamis dan sukses di kawasan Asia Pasifik.
"Fakta bahwa kedua pihak sepakat bertemu tatap muka di tengah pandemi Covid-19 menunjukkan kedua pihak mementingkan dan memiliki harapan tinggi pada hubungan ASEAN dan China," kata Wang.
Harian The Global Times, Minggu, menyebutkan, ASEAN dan China tengah menghadapi sejumlah persoalan penting yang harus dibicarakan bersama, terutama pandemi Covid-19. Peneliti di Institut Nasional Studi Laut China Selatan, Chen Xiangmiao, memperkirakan ASEAN dan China akan meningkatkan kerja sama berbagi vaksin. Misalnya yang dilakukan China dan Indonesia yang bekerja sama tak hanya berbagi vaksin, tetapi juga pengembangan industri vaksin, termasuk penelitian dan pengembangan, dan produksi, dan distribusi. China juga membantu Indonesia membangun pusat produksi vaksin regional.
Isu lain yang akan dibahas, kata Chen, adalah kerja sama ekonomi setelah penandatanganan kesepakatan dagang terbesar di dunia, yakni Kerja Sama Ekonomi Komprehensif (RCEP) oleh ke-10 negara anggota ASEAN bersama Jepang, China, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Industri pariwisata akan menjadi sektor kerja sama yang penting antara kedua pihak. "Kerja sama itu mandeg gara-gara pandemi. Memulihkan pertukaran antarorang ini yang kemungkinan akan diprioritaskan," ujarnya.
Wang Wenbin mengatakan, mekanisme baru kerja sama sub-regional melalui konsultasi antara China, Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam terbukti efektif serta membawa hasil yang menguntungkan semua pihak. Para pengamat menilai perekonomian dunia terancam oleh pandemi. Proteksionisme dan mekanisme baru itu mendorong stabilitas ekonomi regional serta membantu menghadapi unilateralisme Amerika Serikat.
Guru Besar di Pusat Studi Diplomasi Tetangga China dan Sekolah Studi Internasional Yunnan University, Bi Shihong, menilai, sudah saatnya China membicarakan wacana paspor vaksin dengan ASEAN karena akan membutuhkan waktu lama untuk mewujudkan hal itu. Apalagi mengingat tingkat vaksinasi di negara-negara anggota ASEAN masih rendah. "Sementara paspor vaksin hanya bisa diwujudkan kalau tingkat vaksinasi sudah sesuai standar ilmiah," ujarnya.
Gesekan
Namun, gesekan-gesekan antara China dan beberapa negara anggota ASEAN ikut membayangi, seperti antara China dan Malaysia yang ribut karena China menerbangkan 16 pesawat militer ke Laut China Selatan (LCS). China menganggap ini patroli biasa sementara Malaysia menganggap China melanggar kedaulatan wilayah. "Pesawat-pesawat itu latihan rutin saja di Pulau Nansha di Laut China Selatan. Latihan ini tidak menyasar negara mana pun dan mematuhi hukum internasional tanpa masuk ke ruang terbang negara lain," kata Wang Wenbin.
China menegaskan persoalan yang penting harus diperhatikan ASEAN adalah masuknya kapal-kapal AS ke wilayah perairan Asia Tenggara. Namun, perhatian beberapa negara ASEAN tetap pada urusan China yang terlihat ambisius memasuki wilayah perairan negara lain. Filipina berulang kali protes karena kapal-kapal China yang masuk ke pulau-pulau karang di LCS.
AS yang tetap mengerahkan armada kapalnya ke wilayah LCS khawatir dengan sikap agresif China di kawasan itu terutama dampaknya pada keamanan dan pengaruh politik China.
Meski masih banyak persoalan yang harus diselesaikan antara negara-negara anggota ASEAN dan China, mantan Duta Besar Malaysia untuk China, Abdul Majid Ahmad Khan, seperti dikutip kantor berita Xinhua, menilai hubungan ASEAN-China selama 30 tahun ini telah menjadi model kerja sama regional yang baik. Sejak 30 tahun lalu, kedua pihak saling percaya sehingga membuka banyak peluang kerja sama sampai akhirnya ASEAN menjadi mitra dagang China yang terbesar pada tahun lalu.
"China merupakan salah satu rekan paling aktif ASEAN dengan banyak kerja sama. China juga merespons positif banyak kebijakan dan inisiatif ASEAN. China selama ini menghormati sentralitas ASEAN dalam kerja sama regional," kata Majid.
Salah satu bukti kerja sama antara keduanya bisa dilihat pada penanganan pandemi Covid-19, termasuk pengiriman bantuan medis dan tim pakar China ke negara-negara anggota ASEAN. China juga memenuhi janjinya membantu soal penyediaan vaksin Covid-19 termasuk membantu transfer teknologi produksi vaksin. (AP)