JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Republik Indonesia menilai terwujudnya kesepakatan atas Kerangka Kerja Kode Tata Berperilaku (Code of Conduct/COC) di Laut China Selatan antara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China merupakan capaian penting. Penilaian semacam itu muncul mengingat negosiasi penyusunannya telah dimulai sejak tahun 2002 dan dilanjutkan dengan proses konsultasi COC sejak tahun 2013.
”Secara umum, Kerangka Kerja COC yang disepakati terdiri dari mukadimah, tujuan, prinsip-prinsip umum, basic undertakings, dan final clauses,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Jose Tavares di Jakarta, Jumat (19/5).
Kesepakatan atas Kerangka Kerja COC di Laut China Selatan dicapai dalam pertemuan para pejabat tinggi ASEAN-China di Guiyang, China, Kamis lalu. Kementerian Luar Negeri China menyatakan, proses pembahasan hingga tercapainya kesepakatan Kerangka Kerja COC berlangsung terbuka dan mendalam. ”Semua pihak menjunjung tinggi penggunaan kerangka kerja aturan regional untuk mengatur dan mengontrol sengketa-sengketa, untuk memperdalam kerja sama praktik kemaritiman, untuk mempromosikan konsultasi perihal tata perilaku, serta bersama-sama mempertahankan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan,” demikian Kemlu China.
China mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan. Ada empat anggota ASEAN yang memiliki klaim yang tumpang tindih dengan klaim China, yakni Brunei, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Tercapainya kesepakatan Kerangka Kerja COC membantu negara-negara mengurangi ketegangan dalam penanganan isu sengketa di Laut China Selatan.
Momentum positif
Jose menyatakan, proses tercapainya kesepakatan COC mendapat momentum positif setelah pada pertengahan 2016 menteri-menteri luar negeri ASEAN dan China memberikan mandat kepada para pejabat tinggi untuk menyelesaikan Kerangka Kerja COC pada pertengahan 2017. Kemajuan dalam implementasi Deklarasi Tata Perilaku (DOC) sejak beberapa waktu terakhir membantu percepatan penyelesaian Kerangka Kerja COC.
Kerangka kerja itu selanjutnya disampaikan kepada menteri-menteri luar negeri ASEAN dan China untuk mendapat pandangan, persetujuan, serta arahan. Para menteri luar negeri ASEAN dan China akan bertemu di Filipina, Agustus 2017.
Menurut Jose, Indonesia berperan dalam tercapainya kesepakatan itu. RI, antara lain, mendorong dan menyiapkan draf sehingga pembahasan substantif atas COC dapat dilakukan.
Draf pertama Kerangka Kerja COC dihasilkan dalam Pertemuan Kelompok Kerja Gabungan ASEAN-China mengenai Implementasi DOC, akhir Februari 2017. Pertemuan di Bali diikuti pertemuan di Siem Reap, Kamboja, akhir Maret, dan di Guiyang, 17 Mei 2017. ”Pertemuan Bali juga menyepakati suatu pendekatan (Bali Approach) yang meletakkan dasar kuat bagi upaya percepatan pembahasan Kerangka Kerja COC,” ujar Jose.
Sekretaris Tetap Kementerian Luar Negeri Singapura Chee Wee Kiong berharap tercapainya kesepakatan Kerangka Kerja COC dapat menjadi momentum positif untuk melanjutkan pembahasan dan kemajuan kokoh atas isi kerangka kerja itu, sebagaimana diperintahkan para pemimpin ASEAN dan China.
China peringatkan AS
Wakil Menteri Luar Negeri China Liu Zhenmin menyatakan, kerangka kerja itu bersifat komprehensif. Kerangka Kerja COC juga memperhitungkan pendapat dari semua pihak yang terlibat dalam konsultasi. Namun, Liu memperingatkan pihak-pihak di luar ASEAN-China untuk tidak ikut campur.
Ini menjadi semacam ”kode” bagi Amerika Serikat (AS). Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Anna Richey-Allen, menolak berkomentar karena belum melihat secara langsung isinya.
China dan AS tengah berada dalam suasana kurang kondusif di Laut China Selatan. Merujuk pada keterangan militer AS, dua pesawat tempur China, Sukhoi Su-30, mencegat secara ”tidak profesional” pesawat AS, WC-135, Rabu (17/5). Sebuah pesawat China mendekati pesawat AS itu di jarak 45 meter sebelum bergerak turun. AS menyatakan pesawatnya waktu itu melakukan misi rutin di wilayah internasional Laut China Selatan. (AFP/REUTERS/BEN)