Yair Lapid tengah berupaya mencari jalan tengah agar koalisi partai-partai yang digalangnya bisa menghasilkan kompromi untuk menjungkalkan Benjamin Netanyahu dari kursi perdana menteri Israel.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
TEL AVIV, RABU — Koalisi besar sejumlah partai, terdiri dari partai nasionalis garis keras, Zionis liberal, dan partai Arab, bersiap menggeser petahana, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dari posisinya sebagai pemimpin Israel yang sudah dipegangnya selama hampir dua dekade. Negosiasi terus berjalan di antara para pemimpin partai koalisi untuk membentuk pemerintahan koalisi di batas waktu yang kian dekat.
Mereka memiliki waktu untuk menjungkalkan Netanyahu lewat koalisi yang tengah dibentuk hingga Rabu (2/6/2021) tengah malam waktu setempat atau Kamis dini hari WIB. Jika kesepakatan terjadi di antara partai pendukung koalisi itu sebelum tenggat waktu, hampir dipastikan hasil tersebut akan mendongkel Netanyahu dari kekuasaannya.
Koalisi partai ini semakin solid ketika partai nasionalis garis keras sayap kanan, Yamina, yang diketuai Naftali Bennett, Minggu (30/5/2021), menyatakan bergabung dengan Yair Lapid, pemimpin partai Yesh Atid untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional. Bennett menyebut, ia ingin menyelamatkan negara dari kekacauan dan mengembalikan Israel ke jalurnya.
Lapid mengakui, masih banyak hambatan yang harus diselesaikan sebelum koalisi yang beragam dapat dibangun agar Netanyahu bisa dijatuhkan demi tujuan yang lebih besar.
”Kami harus bisa mengatasinya bersama-sama. Ini ujian pertama kami untuk melihat apakah kami dapat menemukan kompromi cerdas dalam beberapa hari mendatang guna mencapai tujuan lebih besar,” kata Lapid tanpa menjelaskan detail pernyataannya itu.
Lapid mendapat tugas dari Presiden Israel Reuven Rivlin untuk membentuk pemerintah setelah Netanyahu kembali gagal meraih dukungan mayoritas di parlemen pasca-empat kali pemilu tanpa menghasilkan pemenang mayoritas dalam kurang dari dua tahun terakhir. Lapid dilaporkan telah sepakat memberi kesempatan pada Bennett untuk menjabat perdana menteri lebih dulu selama separo masa jabatan, sebelum kemudian dialihkan ke Lapid.
Gideon Saar, mantan anggota Partai Likud yang diketuai Netanyahu dan kini membentuk partai sendiri, New Hope, mengatakan bahwa dirinya dan para pemimpin partai koalisi akan melakukan segala upaya guna mencapai kompromi dan membentuk pemerintahan.
Agak alot
Seperti dilansir laman Times of Israel, negosiasi agak alot karena orang nomor dua di Yamina, Ayelet Shaked, meminta dua jabatan sekaligus, yaitu sebagai orang yang duduk di panel untuk memilih para hakim serta menteri yang berkuasa dalam proses pengembangan pemukiman warga Yahudi. Yang menjadi masalah, posisi yang diminta oleh Shaked itu sudah diisi oleh anggota koalisi lainnya, yaitu wakil dari Partai Buruh dan Yisrael Beiteinu.
Tidak diketahui apakah permintaan Shaked untuk memperoleh dua posisi itu membuatnya mendapat ancaman fisik. Knesset Guard, semacam petugas keamanan untuk para anggota parlemen Israel, menugaskan seorang pengawal untuk memberikan pengawalan penuh padanya. Sejumlah pengunjuk rasa mendatangi kediaman Shaked dan memasang poster di depan rumahnya berisi tuduhan ”Pengkhianat Kiri”.
Selain Shaked, Bennett juga mulai mendapatkan pengawalan dari sejumlah petugas keamanan mulai awal Juni ini.
Netanyahu (71), yang saat ini tengah menjadi sorotan karena kasus dugaan tindak pidana korupsinya, mengecam koalisi besar yang tengah dirancang oleh Bennett-Lapid. Dia menyatakan, koalisi besar seperti itu merupakan sebuah hal yang berbahaya bagi keamanan Israel dan juga bahaya bagi masa depan negara Israel.
Netanyahu tidak tinggal diam menghadapi kemungkinan terjungkal dari posisinya sekarang ini. Netanyahu, Minggu (30/5/2021), menawarkan kesepakatan pembagian kekuasaan tiga arah kepada rivalnya, Bennett dan Saar. Tetapi, Saar menolak.
Koalisi yang digagas Lapid masih membutuhkan setidaknya dukungan empat anggota parlemen lagi untuk mencapai total 61 dukungan, persyaratan minimal untuk membentuk pemerintahan. Lapid bisa mengandalkan partai-partai wakil warga Arab Israel untuk mendapatkan dukungan itu.
Mansour Abbas, ketua partai Raam yang berhaluan konservatif Islam dan memiliki empat kursi, secara umum terbuka untuk bergabung koalisi yang akan memperbaiki kondisi warga Arab-Israel, yang berjumlah 20 persen dari total warga Israel.
Kelihaian Netanyahu
Meski ada ancaman besar untuk mendongkelnya dari tampuk kekuasaan, kelihaian Netanyahu dalam mencari celah koalisi besar yang dinilai belum solid tetap harus diwaspadai. Ilmuwan politik dari Universitas Bar Ilan, Jonathan Rynhold, mengatakan, waktu sesempit apa pun masih bisa dimanfaatkan oleh Netanyahu untuk membalikkan situasi yang tidak menguntungkannya menjadi memihaknya.
”Permainan politik ini tidak akan selesai sebelum benar-benar tercipta kesepakatan. Meskipun koalisi mungkin mendapatkan kesepakatan yang terbaik, Bibi (panggilan Netanyahu) adalah petualang politik, operator politik yang sangat baik, dan bisa berpikir jauh ke depan. Bahkan, lawan politiknya tidak bisa menerka langkahnya,” kata Rynhold.
Jika Lapid-Bennett dan anggota koalisi tidak mencapai kata sepakat hingga tenggat waktu yang ditetapkan dan anggota parlemen tidak dapat menyetujui pemimpin lain, warga Israel akan kembali ke bilik suara untuk melakukan pemilihan umum kembali untuk kelima kalinya dalam dua tahun.
Kegaduhan politik kembali melanda Israel setelah gencatan senjata antara Israel dan faksi- faksi Palestina di Jalur Gaza, terutama kelompok Hamas, menyusul 11 hari pertempuran. Dengan mediasi Mesir, kedua pihak mencapai kesepakatan gencatan senjata, 21 Mei lalu. (AFP/AP)