Hasil Pemilu Ubah Peta Persaingan Politik di Israel
Hasil sementara pemilu memaksa PM Benjamin Netanyahu harus mampu melobi partai tengah Yesh Atid atau partai tengah Biru-Putih atau partai kanan Yisrael Beiteinu atau partai kanan New Hope agar bergabung dalam koalisinya.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Hasil pemilu parlemen Israel atau Knesset, Selasa (23/3/2021), mengubah paradigma peta pertarungan politik di Israel. Pertarungan berubah dari kubu kanan-agama versus kubu tengah-kiri menjadi kubu pro-Netanyahu versus kontra-Netanyahu.
Kubu pro-Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri saat ini, terdiri dari kubu kanan, ultrakanan, dan agama. Kubu kontra-Netanyahu terdiri dari kubu kanan, tengah, kiri, dan Arab Israel. Di kubu kontra-Netanyahu terdapat dua partai kanan, yaitu Partai Yisrael Beiteinu pimpinan Avigdor Lieberman dan Partai New Hope pimpinan Gideon Sa’ar.
Menurut komite pemilu setelah 87,5 persen suara dihitung, Rabu (24/3/2021) pagi, kubu pro-Netanyahu meraih 59 kursi dari total 120 kursi Knesset. Ini diraih partai kanan Likud (30 kursi), partai agama Shas (9 kursi), partai ultrakanan United Torah Judaism atau UTJ (7 kursi), partai kanan Yamina (7 kursi), dan partai ultrakanan Religious Zionism (6 kursi).
Kubu kontra-Netanyahu memperoleh 61 kursi, terdiri dari partai tengah Yesh Atid (17 kursi), partai kanan Yisrael Beiteinu (7 kursi), partai kanan New Hope (6 kursi), partai tengah Kahol Lavan atau Biru-Putih (8 kursi), partai kiri Buruh (7 kursi), partai kiri Meretz (5 kursi), Partai Arab Joint List (6 kursi), dan Partai Arab United List (5 kursi).
Penentu Netanyahu
Sikap Partai Yesh Atid akan menentukan nasib politik Netanyahu. Media Israel menyebut, Partai Yesh Atid akan melahirkan perdana menteri baru.
Netanyahu, di markas besar partai Likud di Tel Aviv, Selasa malam, mengumumkan, kubu kanan meraih kemenangan besar. Partai Likud menyebut hasil pemilu Knesset kali ini menunjukkan kemenangan besar bagi Netanyahu. Partai itu meminta lawan-lawan politik Netanyahu mengakui kekalahan dan kegagalan.
Netanyahu mengungkapkan segera memulai pembicaraan dengan para anggota Knesset terpilih untuk membentuk pemerintahan yang stabil. Ia menegaskan, jika gagal membentuk pemerintahan yang stabil, bisa digelar lagi pemilu dini kelima, tetapi harus dicegah.
Sesuai undang-undang (UU) pemilu Israel, Presiden Israel Reuven Rivlin akan memberikan mandat kepada pemimpin partai peraih kursi Knesset terbanyak untuk membentuk pemerintahan. Maka, Rivlin akan memberikan mandat kepada Netanyahu sebagai pemimpin Partai Likud yang meraih kursi Knesset terbanyak.
Meski demikian, Netanyahu harus mampu melobi partai tengah Yesh Atid atau partai tengah Biru-Putih atau partai kanan Yisrael Beiteinu atau partai kanan New Hope agar bergabung dalam koalisinya.
Seperti diketahui, Lieberman (Yisrael Beiteinu) dan Sa’ar (New Hope) menolak bergabung dengan koalisi yang diikuti Likud. Sa’ar, mantan pejabat teras partai Likud, pada Desember 2020, meninggalkan Likud dan membentuk partai baru, New Hope, setelah bersengketa dengan Netanyahu.
Adapun Lieberman mundur dari pemerintah koalisi Netanyahu sejak 2018 setelah berbeda pendapat dengan Netanyahu soal Jalur Gaza. Lieberman saat itu menolak keputusan Netanyahu yang menerima gencatan senjata dengan Hamas dalam perang di Gaza.
Koresponden televisi Al Jazeera di Jerusalem, Walid al-Omary, melaporkan, hasil pemilu Knesset pada Selasa lalu kembali melahirkan pemerintahan yang tak stabil dan membuka peluang pemilu dini kelima.
Ia menyebutkan dua skenario pascapemilu Knesset, hari Selasa lalu. Pertama, Netanyahu bisa membentuk pemerintahan baru, tetapi tak akan stabil dan segera bubar lagi, kemudian digelar pemilu dini kelima dalam dua tahun terakhir. Kedua, Netanyahu gagal membentuk pemerintahan baru karena semua partai kanan dan tengah yang kontra-Netanyahu menolak bergabung dalam koalisi yang akan dibentuk Netanyahu sehingga segera digelar lagi pemilu dini kelima.