Mesir-Jordania Mulai Galang Upaya Perundingan Damai Palestina-Israel
Mesir berkoordinasi dengan sejumlah negara untuk mencari jalan memperkuat gencatan senjata dan membawa para pihak bertikai di Palestina-Israel berunding kembali.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
GAZA, SENIN — Mesir terus mengupayakan penguatan gencatan senjata antara Palestina dan Israel untuk memberikan kesempatan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara lain mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza yang hancur dibombardir militer Israel. Banyak pihak berharap gencatan senjata diikuti dengan proses politik untuk menstabilkan situasi dan perdamaian permanen di Palestina.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry sejak Minggu (23/5/2021) berkunjung ke Jordania untuk bertemu Raja Abdullah II dan koleganya, Menlu Ayman Safadi, di Amman. Kunjungan Shoukry dilakukan untuk berkoordinasi memperkuat gencatan senjata di wilayah Palestina-Israel.
Sejauh ini belum ada keterangan resmi hasil kunjungan Shoukry ke Jordania. Namun, Menlu Safadi, dikutip dari laman Al-Ahram, mengatakan bahwa kedua negara mencoba mencari penyelesaian konflik Palestina-Israel yang komprehensif untuk menstabilkan situasi dan deeskalasi permanen di teritorial Palestina, termasuk wilayah pendudukan Jerusalem timur.
Salah satu hal yang diupayakan adalah opsi membawa para pihak ke meja perundingan damai. Substansi yang ingin dibawa adalah memastikan pembentukan negara Palestina dengan Jerusalem timur sebagai ibu kota negara, berdasarkan hukum internasional.
Perang di wilayah Gaza, Palestina, dan Israel menyisakan duka bagi keluarga dan para korban serta seluruh masyarakat dunia. Data Kementerian Kesehatan Palestina mengeluarkan laporan, Minggu (23/5/2021), bahwa perang itu telah menewaskan 248 orang warga Palestina, sebanyak 66 korban tewas di antaranya adalah anak-anak; 39 orang perempuan, dan 17 orang lansia. Selain itu 2.000-an warga Palestina mengalami luka-luka.
Di pihak Israel, 12 orang tewas, termasuk seorang anak-anak dan seorang tentara, serta sedikitnya 336 orang dirawat.
Data Kementerian Perumahan Palestina juga menyebutkan, sebanyak 17.000 bangunan rumah dan bangunan komersial rusak ringan dan rusak berat, 53 fasilitas pendidikan dan belasan rumah sakit serta pusat pelayanan kesehatan rusak berat. Hampir 1 juta warga Gaza kini tidak memiliki akses ke air bersih karena jaringan air rusak.
Philippe Lazzarini, Kepala Badan Bantuan Sosial dan Pekerja PBB (UNRWA) mengatakan bahwa rehabilitasi dan pembangunan kembali Gaza harus beriringan dengan upaya dunia internasional menciptakan apa yang disebutnya sebagai lingkungan politik yang berbeda.
”Kita perlu memiliki fokus pada pembangunan manusia, seperti akses yang layak ke pendidikan, pekerjaan, dan mata pencarian. Akan tetapi, ini perlu dibarengi dengan proses politik yang sejati,” katanya.
Lazzarini menambahkan, permasalahan demi permasalahan yang semakin menumpuk dan kompleks di Gaza terjadi karena akar penyebab konflik belum tertangani.
Sejawat Lazzarini, Koordinator Kemanusiaan PBB di Palestina Lynn Hastings, mengatakan bahwa blokade Gaza yang telah berlangsung lebih dari satu dekade harus segera diakhiri bila bantuan kemanusiaan dan proses rehabilitasi wilayah itu ingin tepat pada sasaran.
”Eskalasi telah memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah mengerikan di Gaza, yang dihasilkan oleh hampir 14 tahun blokade dan perpecahan politik internal, di samping permusuhan yang berulang. Kami juga harus memastikan dukungan untuk terus menangani kebutuhan yang sudah ada, termasuk yang timbul dari pandemi yang sedang berlangsung,” kata Hastings.
Menlu AS Antony Blinken dalam sebuah acara di televisi ABC mengatakan bahwa seluruh pihak, termasuk para pihak bertikai, harus memanfaatkan gencatan senjata untuk membuat poros dalam membangun sesuatu yang lebih positif. Pemerintah AS, tambah Blinkden, akan terlibat tidak hanya dalam proses rekonstruksi, tetapi juga upaya substansial lainnya agar rakyat Palestina dan Israel bisa hidup dalam kondisi keamanan yang sama, kedamaian, serta kehidupan yang bermartabat.
Namun, keinginan sejumlah pihak untuk segera mengirimkan bantuan kemanusiaan bisa terganjal penolakan Israel. Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz, dikutip dari laman Times of Israel, mengatakan, mereka tidak akan mengizinkan bantuan apa pun masuk ke Gaza, termasuk upaya rekonstruksi kembali, sebelum Hamas mengembalikan dua warga sipil Israel dan anggota militer yang telah ditahan lebih dari enam tahun.
Selain itu, kata Gantz, Israel juga ingin melihat Otoritas Palestina memperkuat dirinya dan bukan Hamas yang menentukan agenda perundingan Palestina-Israel.
”Perubahan yang paling diinginkan, dalam pandangan saya, adalah memperkuat Otoritas Palestina dan tidak membiarkan Hamas menjadi orang yang menetapkan agendanya. Bukan di wilayah Jalur Gaza atau di Gaza sendiri,” katanya.
Diskriminasi polisi Israel
Situasi yang mulai tenang di Jerusalem memberikan kesempatan bagi para wisatawan religi untuk datang ke situs suci umat Islam, Kristiani, dan Yahudi tersebut. Di bawah pengawalan ketat polisi Israel, sebanyak 250 wisatawan Yahudi berkunjung ke situs suci tersebut.
Namun, sikap berbeda diterapkan aparat keamanan Israel terhadap warga Palestina dengan melarang warga Palestina berusia di bawah 45 tahun masuk ke dalam lokasi tersebut. Warga Palestina diminta meninggalkan identitas di gerbang masuk yang dijaga ketat polisi. Enam warga Palestina dikabarkan ditahan polisi, empat di antaranya kini sudah dibebaskan.
Polisi membantah telah melakukan diskriminasi terhadap warga Palestina dari wisatawan dan warga Israel. Juru Bicara Kepolisian Israel Micky Rosenfeld mengatakan, beberapa orang pemuda Palestina ditangkap karena melanggar ketertiban umum. Situs terserbut terbuka untuk kunjungan rutin atau yang telah direncanakan sebelumnya. (AP/AFP/REUTERS)