Pelajaran Meredam Covid-19 dari Singapura dan Taiwan
Setiap negara memiliki cara masing-masing dalam mengendalikan Covid-19. Kunci utamanya adalah kekompakan antara pemerintah dan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar dan Kris Mada
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekompakan antara pemerintah dan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan secara disiplin menjadi kunci sukses pengendalian penyebaran Covid-19, pun sebaliknya. Selain itu, pendefinisian arti kesuksesan menangani pandemi Covid-19 juga sangat berpengaruh pada strategi yang dilakukan.
Hal tersebut mengemuka dalam dua seminar virtual terpisah, Rabu (19/5/2021). Diskusi pertama diselenggarakan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 bertajuk ”Waspada Covid-19 di Indonesia-Becermin dari India, Rusia, dan Singapura”, yang menghadirkan pembicara Duta Besar RI untuk Singapura Suryapratomo, Duta Besar RI untuk Rusia Jose Antonio Tavares, dan Konsul Jenderal RI di Mumbai Agus Prihatin Saptono. Ketiganya membagikan pengalaman negara-negara tempat tugas mereka menangani pandemi.
Diskusi kedua digelar ISEAS Yusof Ishak Institute di Singapura bertema ”Pelajaran Menangani Covid-19 dari Singapura dan Taiwan”. Diskusi ini menampilkan narasumber Wakil Rektor Universitas Nasional Singapura (NUS) Benjamin Ong dan Direktur Eksekutif Pusat Perdagangan Asia (Asian Trade Centre) Deborah Elms.
Suryopratomo menyatakan, Singapura mengandalkan kepatuhan masyarakat dan ketegasan pemerintah untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Untuk memastikan aturan berjalan, Pemerintah Singapura benar-benar menegakkan aturan. Semua pelanggar akan dijatuhi sanksi tanpa pandang bulu. Mayoritas masyarakat pun mematuhi aturan.
”Tidak boleh kumpul, (tidak boleh) berkendara beramai-ramai, semua diikuti. Sanksinya serius,” ujar Suryopratomo.
Dengan perpaduan kepatuhan dan ketegasan itu, Singapura termasuk salah satu negara yang sukses mengendalikan laju penularan Covid-19. Kasus baru di Singapura tetap rendah.
Di forum terpisah, Benjamin Ong mengatakan, pencegahan adalah strategi yang terbaik. Singapura memang memiliki infrastruktur kesehatan yang mumpuni karena pengalaman menghadapi wabah sindrom pernapasan akut parah (SARS) tahun 2003. Ada pula pengalaman kewaspadaan pada penyakit zika dan ebola.
”Meskipun begitu, Singapura tetap siaga mengingat virus korona penyebab Covid-19 ini jenis baru dan seluruh dunia masih belum mengenalnya secara terperinci,” kata Ong.
Langkah awal penanganan penularan Covid-19 di negara itu ialah dengan menapis orang-orang yang baru tiba dari China, negara tempat virus SARS-CoV-2 pertama terdeteksi. Kasus positif pertama terungkap pada 23 Januari 2020 dan seminggu kemudian sudah ditemukan tujuh kasus.
Singapura tetap siaga mengingat virus korona penyebab Covid-19 ini jenis baru dan seluruh dunia masih belum mengenalnya secara terperinci.
Hasil pemantauan berikutnya membuat para pakar kesehatan Singapura menemukan bahwa kluster-kluster penularan terjadi pada acara-acara di dalam ruangan yang menghadirkan banyak orang. Acara ini melibatkan banyak orang mengobrol, makan bersama, dan menyanyi. Pemerintah Singapura pun memutuskan karantina wilayah pada 7 April-1 Juni 2020.
”Butuh empat pekan karantina untuk menurunkan jumlah kasus positif. Setelah itu, penularan virus masih ada, tetapi berupa kasus impor, terutama dari pekerja migran,” ujar Ong.
Namun, kini jenis galur yang masuk ke Singapura bertambah, tidak hanya galur asli dari Wuhan. Setidaknya tercatat galur B.1.1.7 dari Inggris, B.1.351 dari Afrika Selatan, B11282 dari Brasil, dan B.1.617 dari India. Penyebaran galur India ini lebih cepat dan dapat menjangkiti anak-anak.
Ong menjabarkan, setelah ada karantina lagi dan percepatan vaksinasi, pemerintah harus memikirkan cara untuk mempertemukan penanganan pandemi dengan kebutuhan masyarakat. Pertama-tama, dengan menyusun definisi kesuksesan menangani pandemi.
”Apakah kategori sukses itu ialah dengan mengeradikasi semua virus hingga tidak ada kasus Covid-19 sama sekali atau memastikan Covid-19 tidak lagi mematikan? Dua definisi ini butuh pendekatan dan pelaksanaan berbeda,” tuturnya.
Menurut Ong, apabila sukses diartikan dengan menurunkan tingkat kematian dan penularan, salah satu upaya yang harus digenjot adalah pemberian vaksin. Dengan cara ini, orang yang terpapar Covid-19 memiliki peningkatan daya tahan dan kemungkinan rumah sakit tak kewalahan menerima pasien. Namun, protokol kesehatan harus ditegakkan dalam jangka lama.
Cara Taiwan
Deborah Elms, Direktur Eksekutif Pusat Perdagangan Asia (Asian Trade Centre), mengemukakan, berdasarkan pengalaman Taiwan, penurunan risiko kematian dan keparahan Covid-19 merupakan pendekatan yang lebih masuk akal. Pasalnya, bagi negara yang mengandalkan perdagangan internasional, seperti Taiwan, menutup perbatasan dalam waktu lama dan menargetkan nol kasus akan sukar dilakukan tanpa menghantam perekonomian.
Ia menjelaskan, cara Taiwan menangani pandemi ialah dengan memanfaatkan mahadata pergerakan orang. Pemerintah membagikan kartu telepon seluler di bandara bagi orang asing yang tidak memiliki nomor Taiwan. Tujuannya adalah memastikan warga asing masuk dalam sistem pemantauan dan pelacakan kasus Covid-19.
Pariwisata Taiwan juga relatif tidak mengalami penurunan karena pergerakan turis asing digantikan oleh wisatawan domestik. Kebanyakan kasus positif Covid-19 di negara itu, kecuali yang muncul belakangan, adalah kasus impor. Terjadinya kasus penularan lokal ialah karena kluster pilot maskapai penerbangan.
Di sektor transportasi, maskapai Taiwan, China Airlines, mengalihkan bisnisnya dari mengangkut penumpang menjadi mengangkut kargo. Selama pandemi, tingginya permintaan produk elektronik dan semikonduktor membuat maskapai itu sibuk wira-wiri.
Guna memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, masa karantina para pilot dan awak penerbangan dikurangi di bawah 14 hari. Hal ini yang mengakibatkan munculnya penularan Covid-19 karena pilot yang telah menjalani masa karantina singkat ini pulang ke rumah dan menulari keluarga.
Tampaknya metode penanganan pandemi yang cocok bagi negara perdagangan ialah dengan penegakan protokol kesehatan dan meningkatkan kekebalan tubuh masyarakatnya. Bukan menutup diri untuk waktu lama.
”Tampaknya metode penanganan pandemi yang cocok bagi negara perdagangan ialah dengan penegakan protokol kesehatan dan meningkatkan kekebalan tubuh masyarakatnya. Bukan menutup diri untuk waktu lama,” kata Elms.
Sementara di Rusia, menurut Jose, banyak orang tidak mematuhi aturan. Banyak orang keluar rumah tanpa mengenakan masker. Ketidakpatuhan tersebut menjadi salah satu penyebab besarnya jumlah kasus di Rusia. Sampai saat ini, Rusia mencatatkan kasus positif hampir 5 juta kasus dengan 116.675 kasus di antaranya berakhir dengan kematian.
Adapun di India, Agus memaparkan, aparat negara setempat sebenarnya sudah berusaha tegas. Namun, India tetap mengalami ledakan kasus dengan total saat ini hampir 26 juta kasus dan 283.276 kematian. Dalam beberapa pekan terakhir, penyebab utama kematian adalah kesulitan bernapas dan infeksi jamur di jaringan selaput lendir dalam kepala.
Meski kapasitas produksi oksigen melebihi kebutuhan, India kesulitan mendistribusikannya. Mayoritas fasilitas produksi berada di kota-kota besar. Sementara pasien yang membutuhkan tersebar di perdesaan yang berjarak ratusan kilometer dari tempat produksi oksigen.
Agus mengatakan, New Delhi berusaha mempercepat distribusi oksigen dan vaksin ke berbagai penjuru India. Hal itu menjadi tantangan karena penduduk banyak dan wilayahnya luas.
Keadilan vaksin
Sementara itu, Pemerintah Taiwan terus menggaungkan keadilan akses vaksin dan agar negara-negara maju tidak menumpuk vaksin untuk diri sendiri. Saat ini, stok vaksin yang ada di Taiwan hanya 300.000 dosis—semua dari AstraZeneca—dan sebagian besar telah didistribusikan ke masyarakat.
Taiwan baru memesan 20 juta vaksin AstraZeneca dan Moderna melalui program Covax. Targetnya di akhir Juli 2021 imunisasi Covid-19 untuk masyarakat luas bisa dimulai.
Singapura juga tengah menggenjot vaksinasi. Menteri Kesehatan Ong Ye Kung mengumumkan bahwa anak-anak berusia 12-15 tahun juga akan diimunisasi. ”Penyuntikannya memakai vaksin Pfizer-BioNTech karena jenis ini yang aman bagi anak-anak,” ujarnya.
Jeda penyuntikan juga diperlama, dari tiga sampai dengan empat pekan menjadi enam hingga delapan pekan. Harapannya, jeda lama ini memberi kesempatan lebih banyak lagi penduduk Singapura datang untuk disuntik dosis pertama. (AFP/REUTERS)