Dunia Serukan Penghentian Kekerasan, Israel Makin Gencar Menggempur Gaza
Permintaan dunia internasional agar kekerasan di Jalur Gaza dihentikan tak didengar Israel. Kelompok Hamas juga terus menembakkan roket-roketnya ke Israel. Sekjen PBB mengingatkan potensi konflik yang semakin besar.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
NEW YORK, SENIN — Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres dan sejumlah pemimpin negara mendesak Israel dan kelompok Hamas untuk segera menghentikan kekerasan yang terjadi sejak eskalasi pertempuran meningkat lebih dari sepekan terakhir. Jatuhnya korban jiwa dari warga sipil, khususnya anak-anak, yang terus bertambah, menimbulkan duka, keprihatinan, dan kemarahan dunia internasional.
Dewan Keamanan PBB menggelar sidang secara virtual, Minggu (16/5/2021) atau Senin WIB ini, untuk membahas kekerasan yang terjadi di Gaza. Guterres, dalam pernyataan pembuka pertemuan, mengatakan bahwa fakta konflik di lapangan adalah eskalasi paling serius di Gaza dan Israel dalam beberapa tahun terakhir. Dia mengatakan, kekerasan di lapangan yang terjadi saat ini adalah sebuah pemandangan yang mengerikan.
”Kekerasan yang terjadi sekarang ini hanya akan melanggengkan siklus kematian, kehancuran, dan keputusasaan, serta semakin menjauhkan harapan untuk hidup bersama dan perdamaian. Pertempuran harus dihentikan. Harus segera dihentikan,” kata Guterres.
”Roket dan mortir di satu sisi dan serangan serta pengeboman udara, artileri di sisi lain juga harus dihentikan. Saya mengimbau agar semua pihak memperhatikan seruan ini,” kata Guterres. Dia juga mendesak para pemimpin dari pihak-pihak yang bertikai untuk mengurangi retorika yang menambah buruk situasi di lapangan.
Hampir bersamaan waktunya dengan pernyataan Guterres yang meminta agar segala bentuk kekerasan dihentikan, militer Israel kembali melancarkan serangan baru di Jalur Gaza, Senin (17/5) pagi. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan, penghentian permusuhan tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Dalam pernyataan yang disiarkan televisi seusai sidang kabinet bidang keamanan, Minggu, ia menegaskan bahwa serangan Israel ke Gaza terus berlangsung ”dengan kekuatan penuh”.
Seperti dikutip dari laman Al Jazeera, serangan pada Senin pagi tersebut lebih lama dan mencakup wilayah yang lebih luas dibandingkan serangan, Minggu (16/5/2021). Fares Akram, koresponden kantor berita Associated Press di Gaza, menyebutkan bahwa ledakan mengguncang berbagai wilayah di Gaza, dari utara hingga selatan.
Koresponden Al Jazeera Safwat al-Kahlout melaporkan, satu jam perdamaian yang dimaksudkan untuk jeda kemanusiaan nyaris tidak terlihat di lapangan. Pesawat nirawak Israel terus melayang di udara dan terus melakukan serangan bertubi-tubi ke berbagai lokasi yang diduga digunakan oleh anggota kelompok Hamas sebagai titik awal untuk menyerang Israel dengan roket-roket mereka.
Menurut Safwat, pesawat tempur Israel setidaknya melakukan 55 kali serangan udara di Gaza pada Senin pagi untuk menghancurkan berbagai target, teruma pangkalan militer dan keamanan Palestina serta beberapa tanah kosong di timur Kota Gaza. Dia menggambarkan, api berkobar dari lokasi yang menjadi target serangan.
Sebuah gedung berlantai empat di pusat Gaza City juga menjadi sasaran serangan udara Israel. Akan tetapi, laporan awal menunjukkan bahwa para penghuni gedung itu dievakuasi sebelum serangan. Belum jelas, apakah ada korban yang dilaporkan dalam insiden itu.
Pertempuran antara kelompok Hamas dan Israel telah memasuki pekan kedua. Belum terlihat tanda-tanda pertempuran itu menurun. Sepanjang Senin malam hingga Senin, Israel melancarkan puluhan gempuran hanya dalam rentang beberapa menit ke Gaza. Angkasa di atas kota pantai yang padat dengan penduduk Palestina itu pun memerah akibat kobaran api dampak gempuran tersebut.
Korban makin banyak
”Belum pernah terjadi serangan sebesar ini,” ujar Mad Abed Rabbo (39), warga Gaza Barat, mengungkapkan horor intensitas serangan itu. Otoritas setempat melaporkan, serangan tersebut menyebabkan aliran listrik terputus, puluhan bangunan hancur, dan jalan-jalan rusak. Belum ada laporan terbaru soal korban jiwa atau luka-luka.
Dikutip dari laman Times of Israel, serangan militer Israel telah merusak jalur utama distribusi listrik dari satu-satunya pembangkit listrik ke sebagian besar Gaza City bagian selatan. Militer Israel juga menyatakan, serangan terhadap bangunan rumah para pemimpin kelompok Hamas dilakukan karena menilai tempat itu merupakan gudang logistik dan distribusi senjata.
Dalam pernyataan yang disiarkan kantor berita Palestina, Wafa, Komite Sentral Fatah mengecam keras perang genosida yang dilancarkan Israel terhadap warga Palestina di seluruh front dan tingkatan. ”Penting bagi seluruh warga Palestina untuk bersatu dan keluar ke lapangan mengerahkan respons yang komprehensif guna menolak pembunuhan dan pembantaian terus-menerus yang dilakukan tentara penjajah Zionis,” demikian pernyataan mereka.
Sebelumnya, roket-roket dari Gaza ditembakkan ke kota Beersheba dan Ashkelon. Laman harian Jerusalem Post melaporkan, tidak ada yang terluka dalam serangan tersebut, tetapi sebuah rumah ibadah rusak parah.
Intensitas pertempuran ini terjadi sehari setelah 42 warga Palestina di Gaza--termasuk sedikitnya delapan anak-anak dan dua dokter, menurut Kementerian Kesehatan setempat—tewas akibat gempuran. Itu merupakan jumlah korban terbesar dalam satu hari sejak pertempuran meningkat lebih dari sepekan terakhir.
Secara keseluruhan, hingga Senin sore WIB, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan sebanyak 197 warga Palestina tewas, termasuk 58 anak-anak dan 34 perempuan. Adapun otoritas Israel mengatakan, sebanyak 10 warganya tewas, termasuk dua anak-anak.
Upaya deeskalasi
Sejumlah negara terus berupaya untuk membujuk kedua pihak yang bertempur untuk menurunkan ketegangan di Gaza. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken melakukan komunikasi intensif dengan Menteri Luar Negeri Qatar, Mesir, dan Arab Saudi, Minggu (16/5/2021), membahas upaya pemulihan ketenangan di Israel dan Tepi Barat serta Gaza.
Dalam pernyataannya, Menlu Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani menyatakan, komunitas internasional perlu mengambil tindakan segera untuk menghentikan serangan brutal Israel yang berulang-ulang terhadap warga sipil di Gaza dan Masjid Al-Aqsa.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi mengatakan, pemerintahannya tengah berupaya mendesak penghentian kekerasan. Ini merupakan pernyataan Sisi sejak pertempuran meletus sepekan terakhir. Mesir, yang berbatasan langsung dengan Gaza dan Mesir, memainkan peran penting dalam memediasi gencatan senjata dalam pertempuran-pertempuran antara Hamas dan Israel sebelumnya.
Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, yang tinggal di luar negeri, mengungkapkan, pihaknya telah dihubungi oleh AS, Rusia, Mesir, dan Qatar sebagai bagian dari upaya gencatan senjata. Namun, kata Haniyeh, pihaknya ”tidak akan menerima solusi yang tidak sepadan dengan pengorbanan warga Palestina”.
Dalam wawancara dengan harian Lebanon, Al-Akhbar, Haniyeh menyalahkan tindakan Israel di Jerusalem dan mengatakan bahwa roket-roket yang ditembakkan Hamas ”melumpuhkan entitas yang tidak sah (Israel) dengan pemberlakuan jam malam terhadap warganya dan menutup bandara dan pelabuhan”.
Desakan penghentian kekerasan juga disampaikan Menlu Jerman Heiko Maas. Dia menyatakan, adalah sebuah keharusan bagi Israel dan Palestina untuk menghentikan pertempuran dan melanjutkan perundingan untuk menghentikan ketegangan di Gaza. Ia menambahkan, situasi sekarang sangat eksplosif dan dapat menyebabkan konsekuensi tidak terduga di kawasan.
”Apa yang dibutuhkan sekarang adalah mengakhiri serangan roket, mengakhiri kekerasan, dan kembali ke perundingan antara Israel dan Palestina tentang solusi dua negara,” katanya. Para menlu anggota UE akan mengadakan pertemuan darurat untuk membahas konflik Palestina-Israel.
Seruan untuk mengakhiri kekerasan di Gaza dan Tepi Barat juga disampaikan Pemimpin Umat Katolik Paus Fransiskus. Paus Fransiskus menyebut bentrokan bersenjata di Gaza berisiko menjadi spiral kematian dan kehancuran. Dia menyebut, hal itu tidak dapat diterima, terutama karena banyak warga sipil dan anak-anak dalam konflik tersebut. (AP/AFP/REUTERS/SAM)