Generasi Milenial Palestina Gerakkan Intifada Melawan Israel
Banyak dari generasi milenial Palestina kini memiliki tuntutan yang tidak muluk-muluk, yakni hanya ingin menjadi manusia terhormat dan memiliki hak setara dengan warga Yahudi.
Apa yang terjadi di Tepi Barat, Jerusalem Timur, Jalur Gaza, dan wilayah Israel saat ini adalah intifada ketiga warga Arab Palestina melawan Israel. Intifada adalah gerakan perlawanan luas Palestina terhadap Israel. Intifada pertama meletus tahun 1988 dan intifada kedua tahun 2000.
Intifada pertama berakhir setelah tercapai kesepakatan Oslo tahun 1993. Adapun intifada kedua berhenti setelah wafatnya Pemimpin Palestina Yasser Arafat tahun 2004.
Bisa disebut pula, musim semi Arab gelombang kedua mulai merambah ke Tepi Barat, Jalur Gaza, Jerusalem Timur, dan wilayah Israel. Musim semi Arab adalah sebutan gerakan revolusi Arab yang meletus pada tahun 2010-2011 di Tunisia, Mesir, Libya, Suriah, dan Yaman. Musim semi Arab kemudian menjalar ke Irak, Lebanon, Aljazair, dan Sudan tahun 2019. Peristiwa ini kerap disebut musim semi Arab gelombang kedua.
Secara sangat mengejutkan, musim semi Arab kini merambah ke Tepi Barat, Jalur Gaza, Jerusalem Timur, dan wilayah Israel. Faktor meletusnya musim semi Arab memiliki kemiripan di semua negara Arab serta wilayah Palestina dan Israel saat ini, yakni melawan ketidakadilan, keterpurukan sosial-ekonomi, dan kediktatoran.
Baca juga: Israel-Palestina Dikhawatirkan Menuju Peperangan
Ada faktor tambahan di wilayah Palestina dan Israel, yaitu diskriminasi dan praktik apartheid oleh warga Yahudi atas warga Arab Palestina di wilayah Israel, Tepi Barat, dan Jerusalem Timur. Khusus di Jalur Gaza, selain terkait faktor bokade Israel atas Jalur Gaza sejak 2007, perlawanan warga Palestina di wilayah itu juga sebagai gerakan solidaritas kepada warga Palestina di Jerusalem Timur dan Tepi Barat yang bentrok dengan aparat keamanan Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa hampir sepanjang bulan Ramadhan.
Dari konteks geografis, gerakan intifada atau musim semi Arab mencakup wilayah geografis yang luas atau merambah ke seantero negeri. Inilah yang terjadi saat ini di wilayah Palestina dan Israel. Gerakan perlawanan Palestina tidak hanya terjadi di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Jerusalem Timur, tetapi merambah ke beberapa kota di Israel yang memiliki penduduk Arab Palestina dalam jumlah cukup besar, seperti kota Lod, Jaffa, dan Haifa.
Seperti halnya gerakan musim semi Arab di negara-negara Arab, tak ada aktor tertentu atau menonjol yang menggerakkan intifada ketiga atau musim semi Arab di Palestina dan Israel saat ini. Memang ketegangan bermula dari kasus Sheikh Jarrah di Jerusalem Timur dan bentrokan di kompleks Masjid Al-Aqsa antara aparat keamanan Israel dan warga Arab Palestina.
Seperti halnya gerakan musim semi Arab di negara-negara Arab, tak ada aktor tertentu atau menonjol yang menggerakkan intifada ketiga atau musim semi Arab di Palestina dan Israel saat ini.
Isu Sheikh Jarrah meletus, menyusul pengadilan Israel mengeluarkan keputusan 12 rumah warga Arab Palestina di Distrik Sheikh Jarrah harus diserahkan kepada warga Yahudi dengan dalih warga Arab Palestina itu menempati rumah-rumah tersebut secara tidak sah. Keputusan pengadilan Israel tersebut mengobarkan kemarahan rakyat Palestina dengan tuduhan bahwa Israel melancarkan aksi Yahudinisasi atas kota Jerusalem Timur dengan terus menggusur warga Arab dari kota tersebut.
Baca juga: Konflik di Sheikh Jarrah, Potret Legalisasi Penggusuran Palestina di Jerusalem Timur
Bersamaan itu, aparat keamanan Israel terus berusaha meminimalisasi kehadiran warga Palestina selama bulan Ramadhan di kompleks Masjid Al-Aqsa dalam upaya mencegah bentrokan dengan kaum ekstremis Yahudi yang berniat memasuki kompleks Al Aqsa pada 10 Mei lalu. Tanggal 10 Mei 2021 bertepatan dengan peringatan jatuhnya kota Jerusalem Timur ke tangan Israel pada perang Juni tahun 1967 sesuai kalender Ibrani.
Upaya aparat keamanan Israel itu mendapat perlawanan sengit dari warga Arab Palestina. Namun, aksi protes atas kasus Sheikh Jarrah dan kompleks Masjid Al Aqsa itu segera meluas secara spontan dan cepat ke seantero Tepi Barat, Jerusalam Timur, Jalur Gaza dan wilayah Israel.
Tipikal gerakan perlawanan Palestina saat ini, dengan cakupan geografis cukup luas dan bergulir cukup cepat pula, menunjukkan ada faktor sosial dan ekonomi yang secara akumulatif turut menjadi penggerak perlawanan Palestina. Kasus Sheikh Jarrah dan kompleks Masjid Al Aqsa hanya sebagai titik tolak penggerak yang berkelindan dengan faktor sosial-ekonomi yang akumulatif itu.
Beban paling berat
Jika isu faktor sosial-ekonomi turut berandil besar dalam menggerakkan perlawanan Palestina saat ini, generasi milenial selalu sering menjadi penggerak gerakan perlawanan. Generasi tersebut merasa tertimpa beban ketidakadilan paling berat dalam sosial-ekonomi.
Menurut pengamat politik Palestina, Nabil Amr, generasi milenial Palestina yang lahir pasca kesepakatan Oslo adalah penggerak perlawanan Palestina terhadap Israel saat ini. Hal itu dikemukakan dalam artikelnya di harian Asharq Al-Awsat edisi Jumat (14/5) dengan judul “Tua- rentanya Oslo dan Generasi Palestina Pasca-Oslo”.
Oslo adalah kesepakatan damai yang dicapai di Oslo, Norwegia, antara Palestina dan Israel pada tahun 1993 yang mengantarkan terbentuknya pemerintahan otonomi Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Nabil Amr menyebut, banyak rakyat Palestina yang kini sebagian besar terdiri dari generasi milenial belum lahir atau masih sangat kecil ketika lahir kesepakatan Oslo itu. Menurut Nielsen Media Research, generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1981 hingga pertengahan tahun 1990-an atau dalam rentang usia antara 22 tahun hingga 39 tahun.
Generasi inilah yang kini menjadi tulang punggung rakyat Palestina. Generasi milenial Palestina ini paling banyak mendapat perlakuan diskriminasi dan praktik apartheid dari masyarakat Yahudi dan pemerintah Israel. Sebagai generasi Palestina paling produktif saat ini, mereka generasi yang paling banyak berinteraksi dengan warga Yahudi sehari-hari.
Generasi milenial Palestina ini paling banyak mendapat perlakuan diskriminasi dan praktik apartheid dari masyarakat Yahudi dan pemerintah Israel.
Tidak heran jika narasi yang terbangun dalam benak generasi milenial Palestina ialah kesepakatan Oslo gagal total karena hanya menciptakan keadaan yang semakin buruk. Banyak dari generasi milenial Palestina kini memiliki tuntutan yang tidak muluk-muluk, yakni hanya ingin menjadi manusia terhormat dan memiliki hak setara dengan warga Yahudi.
Baca juga: Palestina-Israel di Ambang Perang, Negara-negara Bergerak Redakan Konflik
Karena itu, banyak generasi milenial Palestina memimpikan perbaikan kondisi sosial-ekonomi dan hak-hak mereka dahulu sebelum tercapai impian mereka, yakni berdirinya negara Palestina dengan ibu kota Jerusalem Timur.
Adapun bagi Israel, ada tiga perkembangan yang sangat mengejutkan dan membuat panik Israel saat ini. Pertama, kerusuhan dalam bentuk konflik horizontal warga Arab dan Yahudi melanda kota-kota di Israel yang memiliki penduduk warga Arab dalam jumlah besar, seperti Lod, Jaffa, Kafr Kassem, dan Haifa. Media dan pengamat Israel menyebut, Israel di ambang perang saudara.
Baca juga: Bentrokan Komunitas Arab-Yahudi, Israel Hadapi Situasi Darurat
Kedua, reaksi Hamas dan faksi-faksi Palestina lainnya di Jalur Gaza yang kini tidak hanya menyasar kota-kota Israel dekat Jalur Gaza dengan serangan rudal, seperti kota Ashkelon dan Ashdood. Kini Hamas juga menghujani kota Tel Aviv dan sekitarnya dengan ratusan rudal balistik. Bahkan, Israel terpaksa menutup Bandar Udara Internasional Ben Gurion dekat kota Tel Aviv yang turut jadi sasaran rudal balistik Hamas.
Semua penerbangan menuju Bandara Ben Gurion dialihkan ke Siprus dan Yunani. Ini yang disebut oleh PM Israel Benjamin Netanyahu bahwa Hamas telah melampauhi garis merah.
Suatu hal yang juga mengejutkan Israel adalah Hamas ternyata masih memiliki stok rudal jarak menengah dengan jangkauan tembak sejauh 100 hingga 150 kilometer dalam jumlah besar. Artinya, Hamas selama ini masih terus memproduksi rudal jarak menengah tersebut dalam jumlah besar.
Rudal jarak menengah milik Hamas itu dengan mudah menyasar kota Tel Aviv (sekitar 71 km dari Gaza City), kota Haifa, Israel tengah (sekitar 150 km dari Gaza City), dan kota Jerusalem (sekitar 76 km dari Gaza City).
Ketiga, sistem pertahanan anti-serangan rudal milik Israel yang dikenal dengan nama “Iron Dome” dan selama ini sangat dibanggakan Israel, ternyata tidak mampu membendung serangan masif ratusan rudal milik Hamas dalam satu waktu. Buktinya, banyak rudal yang ditembakkan dari Jalur Gaza lolos dari sergapan Iron Dome.
Bisa dibayangkan jika Israel harus menghadapi Hamas dan Hezbollah dalam satu waktu dengan menerima serangan ribuan rudal dari Jalur Gaza dan Lebanon. Hal ini tentu menjadi bahan evaluasi pimpinan militer Israel terkait efektivitas Iron Dome, jika harus menghadapi serangan rudal secara masif dari Jalur Gaza dan Lebanon dalam satu waktu.
Baca juga: Satu Rudal Suriah Menyingkap Tiga Persoalan Israel
Menghadapi serangan rudal secara masif milik Hamas saja yang mengguncang kota Tel Aviv, mulai terlihat eksistensi negara Israel cukup rentan. Belajar dari gerakan intifada ketiga ini memang lebih baik segera ada solusi Palestina, baik dalam bentuk satu negara atau solusi dua negara, Palestina dan Israel.
Tantangan terbesar bagi Israel di masa mendatang adalah faktor demografi di mana pertumbuhan penduduk Arab Palestina jauh lebih tinggi dibanding warga Yahudi. Penduduk Israel tahun 2021 sekitar 9 juta jiwa, sebanyak 20 persen di antaranya adalah warga Arab. Adapun penduduk Tepi Barat sekitar 3 juta jiwa dan Jalur Gaza sekitar 2 juta jiwa.
Komposisi penduduk Yahudi dan Arab jika digabung antara wilayah Israel, Tepi Barat, dan Jalur Gaza kini berimbang, yakni sama-sama sekitar 7 juta jiwa. Dalam 5 atau 10 tahun mendatang, penduduk Arab bisa dipastikan menjadi mayoritas jika digabung di wilayah Israel, Tepi Barat, dan Jalur Gaza.
Andai kelak ada kerusuhan massal antara warga Yahudi dan Arab, misalnya, hal itu akan dipandang menjadi masalah besar bagi Yahudi. Inilah sebenarnya pentingnya bagi Israel jika segera ada solusi isu Palestina.