Vaksin Covid-19 Bakal Semakin Banyak Diproduksi secara Global
Covax, penyedia vaksin Covid-19 bagi orang-orang termiskin di dunia, berupaya mengatasi masalah pasokan utama. Pasokan itu terutama datang dari India yang tengah menghadapi gelombang pandemi terbarunya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
GENEVA, SENIN — Aliansi vaksin Gavi tengah berupaya memperluas basis produksi dan distribusi vaksin Covid-19 secara global melalui fasilitas Covax. Izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 asal China oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diharapkan bisa meningkatkan kesempatan perluasan produksi vaksin. Langkah itu disertai upaya para perusahaan pengembang vaksin Covid-19 yang memperluas basis produksi mereka.
Covax, yang dijalankan bersama oleh Gavi dan WHO untuk menyediakan vaksin Covid-19 bagi orang-orang termiskin di dunia, telah mengatasi masalah pasokan utama. Sampai saat ini vaksin yang dikembangkan AstraZeneca dan diproduksi oleh Serum Institute of India merupakan vaksin yang paling banyak diluncurkan. Namun, pihak berwenang di India membatasi ekspor karena epidemi besar-besaran di India.
”Gavi, atas nama Fasilitas Covax, sedang berdialog dengan beberapa produsen, termasuk Sinopharm, untuk memperluas dan mendiversifikasi portofolio lebih lanjut serta mengamankan akses ke dosis tambahan untuk peserta fasilitas,” kata seorang juru bicara Gavi ketika ditanya Reuters, Senin (10/5/2021). ”Menindaklanjuti pengumuman baru tentang (vaksin) Moderna dan Novavax, kami akan terus memberikan informasi terbaru tentang setiap kesepakatan pada waktunya.”
WHO, Jumat (7/5/2021), menyetujui penggunaan darurat vaksin Covid-19 yang dikembangkan Sinopharm. Ini menjadikan Sinopharm vaksin Covid-19 yang dikembangkan perusahaan asal China pertama yang menerima lampu hijau WHO. WHO sebelumnya telah mengizinkan penggunaan darurat untuk vaksin Covid-19 produksi Pfizer-BioNTech, Moderna, Johnson&Johnson, dan AstraZeneca. Vaksin Covid-19 yang dikembangkan AstraZeneca secara terpisah di India dan Korea Selatan dihitung terpisah izin penggunaan daruratnya.
”Siang ini WHO memberikan daftar penggunaan darurat kepada vaksin Covid-19 buatan Sinopharm, menjadikannya vaksin keenam yang menerima validasi untuk keselamatan, efikasi, dan kualitas,” kata Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah konferensi pers.
Daftar penggunaan darurat oleh WHO membuka jalan bagi negara-negara di seluruh dunia untuk segera menyetujui dan mengimpor vaksin. Hal itu sangat membantu, terutama bagi negara-negara yang tidak memiliki regulator standar internasional sendiri. Persetujuan itu juga membuka pintu bagi vaksinasi dengan skema berbagi vaksin global Covax, yang bertujuan untuk memberikan akses adil atas vaksin Covid-19 di seluruh dunia, khususnya di negara-negara miskin.
Daftar penggunaan darurat oleh WHO membuka jalan bagi negara-negara di seluruh dunia untuk segera menyetujui dan mengimpor vaksin untuk didistribusikan. Hal itu sangat membantu, terutama bagi negara-negara yang tidak memiliki regulator standar internasional sendiri.
Pihak Novavax Inc pekan lalu mengatakan bahwa pihaknya setuju bersama Gavi memproduksi dan mendistribusikan 350 juta dosis vaksin Covid-19 ke negara-negara yang berpartisipasi di bawah fasilitas Covax. Adapun Moderna akan memasok 34 juta dosis vaksin Covid-19 tahun ini dan 466 juta dosis tahun depan melalui mekanisme yang sama. Gavi membutuhkan tambahan 1,7 miliar dollar AS pada Juni guna memastikan pasokan vaksin Covid-19 untuk tahun 2021 dan awal 2022.
Terkait produksi vaksin Covid-19, manajemen BioNTech di Berlin menyatakan rencananya untuk mendirikan pusat regional dan pabrik baru di Singapura. Langkah itu akan meningkatkan kehadiran BioNTech di Asia di tengah perdebatan tentang paten atas vaksin Covid-19 dan tekanan pada produsen obat untuk meningkatkan produksi.
Manajemen BioNTech menyatakan fasilitas pabrik di Singapura diharapkan mengatasi potensi ancaman pandemi di Asia Tenggara. Pusat produksi itu juga akan meningkatkan kapasitas pasokan global kandidat produk-produk BioNTech lain, termasuk di luar vaksin Covid-19, berdasarkan teknologi messenger RNA (mRNA).
Vaksin mRNA, seperti vaksin Covid-19 yang dikembangkan BioNTech bersama Pfizer, mendorong tubuh manusia membuat protein yang merupakan bagian dari virus guna memicu respons kekebalan. Perusahaan bioteknologi Jerman itu mengatakan, pabrik Singapura akan memiliki perkiraan kapasitas tahunan beberapa ratus juta dosis vaksin mRNA, tergantung jenis tertentu. Pabrik itu ditargetkan mulai beroperasi pada 2023.
”Memiliki banyak titik dalam jaringan produksi kami merupakan langkah strategis penting untuk membangun jejak dan kapabilitas global kami,” kata Ugur Sahin, CEO dan Co-founder BioNTech.
Pembuat vaksin terkemuka berada di bawah tekanan untuk membebaskan paten vaksin Covid-19 mereka guna membantu negara-negara miskin. Pihak BioNTech dan pembuat vaksin lainnya mengatakan bahwa mereka telah mentransfer pengetahuan produksi yang penting ke sejumlah negara. BioNTech dan Pfizer bersama-sama mengomersialkan vaksin di seluruh dunia yang tercakup dalam kolaborasi BioNTech dengan Fosun Pharma. Hal itu tidak termasuk di China, Makau, Hong Kong, dan Taiwan.
BioNTech dan Fosun Pharma telah melakukan uji klinis di China tetapi pihak Fosun belum mulai memproduksi vaksin itu. Pihak BioNTech juga belum mendapat persetujuan untuk menggelar uji klinis di sana. Fosun, Minggu (9/5/2021), menyatakan akan menyediakan pabrik dengan kapasitas produksi tahunan hingga 1 miliar dosis vaksin Covid-19 di bawah usaha patungan dengan BioNTech.
Ini menandai langkah lebih dekat bagi China untuk memiliki kemampuan manufaktur lokal vaksin perusahaan Jerman itu. Lima vaksin Covid-19 yang dikembangkan di dalam negeri digunakan di negara itu, sementara tidak ada vaksin asing yang mendapatkan persetujuan peraturan.
BioNTech dan Pfizer bakal memiliki kapasitas produksi hingga 3 miliar dosis pada 2021. Pfizer pekan lalu mengatakan, mereka menargetkan produksi 4 miliar dosis vaksin Covid-19 tahun depan, sebagian besar untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. (AFP/REUTERS)