Ribuan Migran Kembali Banjiri Pesisir Selatan Italia
Data Kementerian Dalam Negeri Italia menunjukkan, sepanjang Januari hingga Mei 2021 ada 11.000 imigran yang mendarat di Lampedusa. Kedatangan migran di negara itu menjadi perdebatan antara pihak pro dan kontra.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
ROMA, SENIN — Italia kembali kedatangan rombongan migran yang mendarat di Pulau Lampedusa, wilayah paling selatan di negara itu. Hal ini memicu perdebatan di kalangan politisi dan para aktivis kemanusiaan mengenai perlakuan kepada para migran di tengah fokus Pemerintah Italia menangani pandemi Covid-19.
Lebih dari 1.400 migran datang dengan naik kapal-kapal nelayan ke Lampedusa pada hari Minggu (9/5/2021). Menurut Wali Kota Lampedusa Salvatore Martello, perahu pertama datang pukul 05.00 waktu setempat.
”Dalam kurun waktu 12 jam datang sembilan kapal lagi. Di dalamnya juga ada perempuan, anak-anak, bahkan seorang bayi yang masih merah,” ujarnya.
Imigran yang datang, antara lain, berasal dari Tunisia dan Bangladesh. Kepada televisi Sky TG24, Martello menyebut jumlah migran yang datang kali ini merupakan jumlah terbesar dalam satu hari yang merapat di pelabuhan Italia.
Sebagian dari kapal-kapal itu terbuat dari kayu dan ada pula dari logam. Di dalamnya, para migran berdesak-desakan hendak menuju Eropa. Mereka biasanya berangkat dari Libya di wilayah utara Benua Afrika.
Martello, ketika diwawancarai oleh Italy 24 News, meminta pemerintah pusat membuat kebijakan yang tegas terkait migran. Mulai dari tata cara penyelamatan migran yang diselundupkan dengan perahu-perahu tak layak sampai dengan pembuatan pusat-pusat perlindungan di Lampedusa atau wilayah terdekat.
”Pemerintah pusat dan partai-partai politik jangan mengobarkan sentimen anti-migran. Itu tindakan tidak bertanggung jawab. Aksi perlindungan hak asasi manusia harus menjadi prioritas,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri Italia, sepanjang Januari hingga Mei 2021 ada 11.000 imigran yang mendarat di Lampedusa. Dalam rentang waktu lebih luas, Organisasi Migrasi Internasional (IOM) mencatat, sepanjang 2014 sampai dengan 2021, Italia telah kedatangan 701.312 imigran. Tahun ini IOM mendata ada 1.400 anak yang datang tanpa orangtua.
Tahun 2016 adalah puncak kedatangan imigran dengan jumlah 181.000 orang. Arus imigran ke Italia berkurang drastis pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. Jumlah yang datang tahun ini adalah 34.000 orang. Dua jalur utama kedatangan imigran adalah Pulau Lampedusa di selatan dan perbatasan dengan Slovenia di utara.
Para imigran kebanyakan berasal dari Tunisia, Pantai Gading, Pakistan, dan Bangladesh. Selain bertujuan mengubah nasib agar menjadi lebih baik, terdapat pula para pencari suaka di antara migran ini. Mereka umumnya dipersekusi di daerah asal karena perbedaan ideologi politik, orientasi seksual, atau karena bagian dari kelompok etnis minoritas.
Kementerian Dalam Negeri Italia juga mengungkapkan, pada tahun 2020 pihaknya telah mengusir 1.300 imigran yang datang dari perbatasan utara. Surat kabar The New York Times, yang mewawancarai sejumlah imigran tersebut, menjelaskan bahwa mereka umumnya melalui jalur darat negara-negara Balkan. Ketika sampai di perbatasan Italia, bukannya diberi suaka atau ditampung di perkemahan migran, mereka dimasukkan ke dalam bus dan dibawa ke kantor polisi Slovenia.
Alasannya, Slovenia juga bagian dari Uni Eropa sehingga semestinya bisa menangani migran. Selain itu, Italia dan Slovenia juga memiliki perjanjian bilateral soal pemulangan migran.
Mendagri Italia Luciana Lamorgese beralasan, pengusiran migran ini karena krisis Covid-19. Italia tidak mau mengambil risiko para imigran datang membawa kasus penularan baru.
Pernyataan itu dikritik keras oleh Jaringan Pemantau Kekerasan di Perbatasan melalui koordinator lapangannya, Simon Campbell. ”Uni Eropa jelas memiliki aturan penanganan imigran berbasis HAM. Perbuatan Italia ini melanggar keduanya. Para imigran yang diusir terlunta-lunta. Banyak yang terpaksa menjadi tunawisma di negara luar Uni Eropa,” ujarnya.
Selain itu, IOM turut mencatat, sejak Januari 2021 sudah 3.580 migran yang menuju ke Lampedusa disuruh putar balik di tengah Laut Tengah. Angkatan laut dan polisi penjaga pantai Italia menyuruh mereka kembali ke Libya, padahal itu berarti migran semakin rentan terhadap kekerasan dan bahaya.
Keberadaan migran memang menuai pro dan kontra di masyarakat. Partai sayap kanan menggemakan bahwa migran menambah beban sosial di Italia. Mereka mengutip data Kemendagri tahun 2020 bahwa 42 dari 100 kekerasan seksual dilakukan oleh migran.
Sentimen tersebut dipercaya oleh masyarakat Italia karena berdasarkan survei Ipsos, lembaga riset pemasaran global, terungkap bahwa hanya 18 persen masyarakat Italia yang beranggapan bahwa migran bisa menjadi kekuatan baru ekonomi. (AP/REUTERS)