Kebakaran kembali melanda sebuah rumah sakit di India. Rumah sakit itu menangani pasien Covid-19. Belasan pasien menjadi korban.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
NEW DELHI, SABTU — Kebakaran terjadi di rumah sakit khusus Covid-19 Patel Welfare di Bharuch, Negara Bagian Gujarat, India, Sabtu (1/5/2021) pukul 01.00 waktu setempat. Sebanyak 16 pasien dan dua perawat tewas dalam insiden itu. Peristiwa ini merupakan rangkaian tragedi yang menimpa rumah sakit khusus Covid-19 pada tahun ini.
Berdasarkan keterangan Kepala Polisi Bharuch Rajendrasinh Chudasama, seperti dilansir dari Asian News International, api terjadi di unit perawatan intensif (ICU) pukul 00.30 waktu setempat akibat hubungan pendek arus listrik. Api sudah dipadamkan dan para pasien beserta petugas telah dipindahkan ke rumah sakit lain.
Pemerintah Negara Bagian Gujarat, seperti diutarakan oleh Menteri Kepala Gujarat Vijay Rupani, berjanji memberikan santunan 400.000 rupee atau setara dengan Rp 77,8 juta kepada keluarga para korban. Sejauh ini, pemerintah masih melakukan penyelidikan mengenai penyebab kebakaran dan tata kelola RS Patel Welfare untuk melihat jika ada kemungkinan kelalaian dalam perawatan infrastruktur.
Sebelumnya, pada 23 April, juga terjadi kebakaran di RS khusus Covid-19 Vijay Vallabh di kota Palghar, Negara Bagian Maharashtra. Sebanyak 13 pasien tewas. Mereka semua sedang berada di ICU bersama lima pasien lain ketika unit penyejuk ruangan mengeluarkan percikan api akibat korsleting pukul 03.00 waktu setempat. Api berhasil dipadamkan pada pagi hari pukul 05.20.
Dua hari sebelumnya, terjadi tragedi di RS Covid-19 Nashik, juga di Maharashtra, yang menewaskan 22 pasien. Mereka semua merupakan pasien yang membutuhkan asupan oksigen melalui ventilator. Alat-alat tersebut tiba-tiba berhenti akibat kerusakan di mesin penyuplai utama sehingga 22 pasien itu meninggal karena sesak napas.
Pada 25-26 Maret juga terjadi kebakaran di Mumbai’s Dream Mall, Maharashtra. Kompleks pusat perbelanjaan ini beberapa unitnya diperuntukkan sebagai RS khusus Covid-19. Kebakaran yang berlangsung selama 40 jam itu, menurut Yahoo News India, menewaskan sembilan orang, termasuk pasien yang tengah dirawat memakai ventilator.
India mengalami krisis akibat Covid-19 yang terparah sedunia. Data per 1 Mei menunjukkan, ada lonjakan 400.000 kasus baru dalam kurun waktu 24 jam. Ini adalah fenomena pertama di dunia. Rumah sakit-rumah sakit kewalahan karena tidak bisa menampung jumlah pasien yang terus bertambah. Persediaan oksigen dan ventilator pun kian menipis serta stok baru membutuhkan waktu lama untuk mencapai RS.
Di dalam harian The Guardian, pengarang sekaligus tokoh intelektual India, Arundhati Roy, mengkritisi pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi karena tidak becus menangani pandemi. ”Ini kejahatan kemanusiaan. Menyebut pemerintah gagal menangani pandemi justru terlalu halus. Kenyataan yang terjadi ialah pemerintah membiarkan rakyat menderita,” tuturnya.
Kritik menyebut PM Modi terlalu pongah ketika menyatakan berhasil menanggulangi gelombang pertama pandemi Covid-19. Saat itu, Modi mengatakan krisis berhasil dihindari karena jumlah pasien positif dan orang yang meninggal dunia di bawah perkiraan para ahli kesehatan. Ternyata, terjadi ledakan kasus di gelombang kedua. Jumlah pasien positif kini mencapai 17,9 juta orang dan jumlah orang yang kehilangan nyawa akibat terkena virus korona baru berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melewati angka 200.000 jiwa.
Sejumlah negara di dunia menutup penerbangan dari India, termasuk Indonesia. Bahkan, Australia menerapkan sanksi pidana bagi orang-orang yang datang dari negeri Bollywood itu, termasuk warga negara Australia sendiri. Mereka yang nekat pulang ke ”Negeri Kangguru” akan didenda dan dipenjarakan. Aturan ini efektif berlaku sejak 3 Mei 2021.
Direktur Human Rights Watch Australia, lembaga yang mengawasi pemenuhan hak-hak asasi manusia, Elaine Paige, mengutarakan peraturan ini sangat rasialis dan represif. ”Setiap warga negara ataupun penduduk permanen Australia berhak untuk pulang ke Tanah Air. Kewajiban pemerintah ialah menyediakan tempat isolasi yang layak, bukannya memenjarakan warga,” katanya. (AFP/Reuters/DNE)