Penjaga Pantai Filipina Gelar Latihan Bersama di Laut China Selatan
Filipina telah meningkatkan kesiagaannya akhir-akhir ini atas kehadiran ratusan kapal China di Zona Ekonomi Eksklusif sepanjang 200 mil dari daratan negara itu.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
MANILA, SENIN — Aparat penjaga pantai Filipina menggelar latihan di kawasan perairan Laut China Selatan. Latihan di dekat Pulau Thitu yang diduduki Filipina dan Scarborough Shoal yang dikuasai China itu berlangsung di tengah ketegangan yang meningkat di antara kedua negara. Pejabat Filipina menyatakan latihan itu adalah bagian dari upaya Filipina mengamankan yurisdiksi maritimnya.
”Kami mendukung pendekatan keseluruhan bangsa ini dalam mengamankan yurisdiksi maritim kami,” kata juru bicara penjaga pantai Commodore Armando Balilo, Minggu (25/4/2021), di Manila.
Latihan tersebut meliputi pelatihan navigasi, pengoperasian perahu kecil, serta pemeliharaan dan operasi logistik. Latihan penjaga pantai Filipina ini dimulai pada pekan lalu. Latihan itu dimulai saat angkatan bersenjata Filipina juga mengadakan latihan gabungan dengan militer Amerika Serikat (AS) yang berakhir Jumat (23/4/2021).
Latihan itu digelar di dekat Pulau Thitu dan Scarborough Shoal, kawasan Pulau Batanes di utara, dan bagian selatan dan timur China. Scarborough telah lama menjadi titik api perseteruan antara Manila dan Beijing.
China merebutnya dari Filipina pada 2012 menyusul ketegangan kedua pihak. Beijing mengabaikan keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) tahun 2016 yang menyatakan klaim historisnya atas sebagian besar Laut China Selatan (LCS) tidak berdasar.
Latihan tersebut menandai perkembangan terbaru dinamika hubungan Manila-Beijing atas LCS. Pemerintah Filipina pada Jumat lalu telah mengirimkan dua nota protes diplomatik baru ke China. Manila memprotes Beijing yang dinilai gagal menarik kapal-kapal China yang mengancam Filipina di wilayah yang disengketakan di kawasan Laut China Selatan. Pemerintah Filipina menilai China telah mengabaikan komitmennya untuk mendukung perdamaian dan stabilitas di kawasan itu.
Filipina telah meningkatkan retorikanya dalam beberapa pekan terakhir atas kehadiran ratusan kapal China di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil dari daratan negara itu.
Filipina telah meningkatkan retorikanya dalam beberapa pekan terakhir atas kehadiran ratusan kapal China di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sepanjang 200 mil dari daratan negara itu. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Filipina mengatakan bahwa para pejabat maritim negaranya telah mengamati ”kehadiran dan aktivitas tidak sah yang terus berlanjut” oleh 160 kapal penangkap ikan dan milisi China di sekitar pulau-pulau Spratly yang disengketakan dan Scarborough, 20 April lalu.
Kemlu Filipina menyatakan, lima kapal penjaga pantai China juga terlihat di sekitar area tersebut. ”Keberadaan kapal-kapal China yang terus mengerumuni dan mengancam menciptakan suasana ketidakstabilan dan secara terang-terangan mengabaikan komitmen China untuk mendukung perdamaian dan stabilitas di kawasan itu,” demikian pernyataan Kemlu Filipina.
Filipina telah mengerahkan lebih banyak kapal patroli, termasuk penjaga pantai dan kapal angkatan laut, untuk mengintensifkan pengawasan dan mencegah penangkapan ikan ilegal.
Seruan Uni Eropa
Secara terpisah, pada Sabtu (24/4/2021), Uni Eropa menyerukan kepada China untuk tidak mengganggu perdamaian di LCS. UE juga mendesak semua pihak mematuhi putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) tahun 2016. Putusan itu menolak sebagian besar klaim China atas kedaulatan di kawasan LCS, namun ditolak Beijing.
"Ketegangan di Laut China Selatan, termasuk kehadiran kapal-kapal besar China baru-baru ini di Whitsun Reef, membahayakan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu," kata seorang juru bicara UE dalam sebuah pernyataan.
UE pada pekan lalu merilis kebijakan baru yang bertujuan untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik sekaligus untuk melawan pengaruh China yang meningkat. Brussels menegaskan kembali penentangannya yang kuat terhadap "tindakan sepihak yang dapat merusak stabilitas regional dan ketertiban berbasis aturan internasional".
UE juga mendesak semua pihak untuk menyelesaikan sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional. Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) tahun 2016 pun menjadi sorotan UE.
China menolak tuduhan UE bahwa kapal-kapalnya di Whitsun Reef, yang oleh China disebut Niu\'E Jiao, telah membahayakan perdamaian dan keamanan. Misi China untuk UE dalam sebuah pernyataan pada Sabtu menegaskan kembali bahwa area itu adalah bagian dari Kepulauan Nansha China atau Kepulauan Spratly. Maka dari itu, di mata Beijing, adalah masuk akal dan sah bagi kapal penangkap ikan China untuk beroperasi di sana dan berlindung dari angin.
Pernyataan China tersebut juga menegaskan bahwa kedaulatan, hak, dan kepentingan China di LCS dibentuk dalam "perjalanan sejarah yang panjang dan konsisten dengan hukum internasional".
Beijing pun menegaskan penolakan atas keputusan PCA tahun 2016 dan menyebutnya sebagai ”batal demi hukum”. ”LCS seharusnya tidak menjadi alat bagi negara-negara tertentu untuk menahan dan menekan China, apalagi menjadi ajang pergulatan untuk persaingan kekuatan besar,” demikian pernyataan Pemerintah China. (AFP/REUTERS)