Bukan untuk pertama kalinya ASEAN terlibat dan memberi perhatian pada sejumlah isu yang dihadapi Myanmar. Beragam upaya serius dilakukan oleh ASEAN dan negara anggota ASEAN untuk membantu Myanmar.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
Untuk pertama kalinya dari sejarah ASEAN, organisasi bangsa-bangsa Asia Tenggara, menggelar pertemuan khusus terkait masalah negara anggotanya. Di Sekretariat ASEAN yang terletak di kawasan Blok M, Jakarta, pada Sabtu (24/4/2021), digelar pertemuan bersejarah itu.
Atas permintaan Indonesia-Malaysia yang didukung Singapura, Ketua ASEAN 2021 Brunei Darussalam menggelar pertemuan soal Myanmar di Jakarta. Dari sembilan kepala negara ASEAN selain Myanmar, Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yasin dan PM Vietnam Pham Minh Chinh hadir. Raja Brunei Darussalam Sultan Hasanal Bolkiah memastikan akan memimpin pertemuan Sabtu ini.
Bukan kali ini ASEAN mengurus masalah atau berkomunikasi soal Myanmar. Sebelum Myanmar bergabung dengan ASEAN pada 1997, ASEAN berkomunikasi dengan Myanmar secara pelan-pelan sejak 1988. Di tengah penolakan Eropa dan Amerika Serikat, ASEAN setuju menerima Myanmar sebagai anggotanya.
Sembari mempertahankan prinsip tidak saling mencampuri urusan dalam negeri (non-interference), ASEAN mengenalkan konsep baru untuk mengurus Myanmar. Menteri Luar Negeri Thailand, belakangan menjadi Sekretaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan menggunakan istilah hubungan lentur (flexible engagement) antara ASEAN dan Myanmar. Dalam konsep itu, ASEAN tetap mendorong transisi demokrasi tanpa dianggap mencampuri urusan dalam negeri Myanmar.
Kala menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi APEC 2000, Sultan Hasanal Bolkiah sekaligus menggelar pertemuan dengan pemimpin ASEAN. Isunya sama dengan yang dibahas pada Sabtu ini di Jakarta, Myanmar. Sultan, pemimpin satu-satunya negara monarki absolut di Asia Tenggara, mulai bertanya kepada koleganya, kapan akan mulai mengurus Myanmar? Sementara di sela pertemuan ASEAN di Singapura pada November 2000, Perdana Menteri Singapura Goh Chock Tong menggelar pertemuan khusus dengan Presiden Myanmar Than Swee. Goh menanyakan perkembangan politik di Myanmar.
Tekanan serius kepada ASEAN kembali datang pada 2005 menjelang giliran Myanmar jadi ketua bergilir. Karena tekanan internasional, Myanmar batal jadi ketua bergilir. Bahkan, Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo sampai mengatakan, ASEAN mungkin perlu sedikit berjarak dari Myanmar. Meski demikian, ASEAN tetap tidak menggunakan istilah mengisolasi apalagi menjatuhkan sanksi pada Myanmar.
Myanmar membuka pintu untuk ASEAN selepas topan Nargis 2008. Awalnya kemanusiaan, belakangan meluas ke politik. Hasilnya, Than Swee mengumumkan transisi akan dimulai. Bahkan, Aung San Suu Kyi dibebaskan dari tahanan politik.
Indonesia membantu Myanmar dengan memberikan pendidikan bagi perwira militer dan perwakilan masyarakat sipil. Mantan Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda mengundang beberapa perwakilan masyarakat sipil Myanmar untuk belajar pengelolaan pemilu. Hasil pelajaran mereka, antara lain, dipakai untuk menggelar pemilu Myanmar pada 2015.
Indonesia juga pernah membantu sejumlah perwira militer dan politisi Myanmar belajar cara rekonsiliasi dan resolusi konflik. Mereka dikirim ke Indonesia timur untuk mempelajari itu dari pihak-pihak yang pernah terlibat konflik dan setuju rekonsiliasi.
Myanmar memang menghadapi masalah serius soal persatuan nasional. Suku-suku memberontak dan sudah bertahun-tahun ada baku tembak antara Tatmadaw dengan milisi suku. Bahkan, ada kelompok masyarakat yang dianggap pendatang meski sudah berabad-abad tinggal di Myanmar. Kelompok itu adalah Rohingya.
Untuk Rohingya, Myanmar praktis menutup diri kecuali kepada beberapa anggota ASEAN. Meski sangat lamban dan lebih terkesan membuang waktu, Myanmar tetap setuju berkomunikasi dengan ASEAN soal penyelesaian Myanmar.
Kini, Myanmar kembali menjadi urusan Myanmar selepas kudeta 1 Februari 2021. Dari Sekretariat di kawasan Blok M, Jakarta, ASEAN mencoba mengurai kekusutan Myanmar. (AFP/REUTERS)