Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan menggelar pertemuan puncak di Jakarta, Sabtu (23/04/2021), guna membahas krisis Myanmar.
Oleh
FX LAKSANA AS/Anita Yossihara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan menggelar pertemuan puncak di Jakarta, Sabtu (23/04/2021), guna membahas krisis Myanmar. Pertemuan diharapkan mencapai kesepakatan mengenai langkah-langkah yang baik untuk membantu Myanmar keluar dari situasi krisis saat ini.
”ASEAN Leaders Meeting (ALM) merupakan pertemuan in person pertama para pemimpin ASEAN selama pandemi. Komitmen para pemimpin untuk bertemu secara fisik merupakan refleksi kekhawatiran yang dalam ASEAN terhadap situasi yang terjadi di Myanmar dan tekad ASEAN membantu Myanmar keluar dari krisis ini,” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/04/2021).
Sehubungan dengan itu, menurut Retno, para pemimpin ASEAN telah menerima undangan dari Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah selaku Ketua ASEAN untuk menghadiri ALM besok di Sekretariat ASEAN, Jakarta. Pertemuan direncanakan mulai berlangsung siang hari.
ALM itu sendiri merupakan inisiatif Indonesia sekaligus tindak lanjut antara pembicaraan Presiden Joko Widodo dan Hasanal Bolkiah. Namun, berdasarkan konfirmasi terakhir, tiga pemimpin negara anggota ASEAN menyatakan tidak dapat hadir, yakni Thailand, Laos, dan Filipina.
”Presiden RI telah berbicara dengan PM Thailand dan membahas persiapan ALM ini. PM Thailand menyampaikan permintaan maaf tidak dapat hadir karena situasi Covid-19 di dalam negeri Thailand. Persiapan terus dilakukan pada tingkat SOM (Senior Officials Meeting) dan Menlu ASEAN,” kata Retno.
Pada Kamis (22/4/2021), Retno telah bertemu dengan koleganya dari Brunei Darusalam dan Malaysia untuk persiapan penyelenggaran ALM pada Sabtu ini. Selanjutnya, pada Sabtu malam, Retno menjadi tuan rumah working dinner dengan semua menteri luar negeri ASEAN yang sudah hadir di Jakarta.
Sementara itu, Presiden Jokowi bertemu dengan PM Vietnam Phạm Minh Chính dalam forum pertemuan bilateral di Istana Kepresidenan di Bogor, Jawa Barat, Jumat sore. Selain membicarakan hubungan kerja sama bilateral kedua negara, kedua pemimpin juga menyinggung krisis Myanmar.
”Kedua pemimpin melakukan tukar pandangan situasi terakhir di Myanmar dan menyampaikan keprihatinan atas berlangsungnya kekerasan dan jatuhnya korban jiwa. Vietnam menyampaikan apresiasi kepemimpinan Indonesia yang menginisiasi ALM ini. PM Vietnam menyampaikan bahwa kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar,” kata Retno.
Sementara Presiden Jokowi, Retno menambahkan, menegaskan bahwa posisi Indonesia sejak awal jelas mengenai isu Myanmar, yakni keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar menjadi prioritas. Kekerasan dan penggunaan senjata harus dihentikan sehingga korban tidak semakin bertambah. Dialog inklusif harus dilakukan agar demokrasi, keamanan, perdamaian, dan stabilitas dapat segera dikembalikan di Myanmar.
”Kedua pemimpin berharap pertemuan pemimpin ALM besok dapat menghasilkan kesepakatan yang terbaik bagi rakyat Myanmar. Bapak Presiden menekankan bahwa ALM ini semata dilakukan atau diselenggarakan untuk kepentingan rakyat Myanmar,” kata Retno.
Kudeta militer terhadap pemerintahan sah di Myanmar per 1 Februari menyebabkan instabilitas keamanan dan politik. Ratusan pengunjuk rasa dilaporkan tewas. Ratusan keluarga dilaporkan berusaha mengungsi ke luar negeri. Situasi ini kemudian menyebabkan krisis di berbagai sektor, termasuk krisis pangan. Situasi semakin parah karena kondisi pandemi.
Pengajar Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, Musa Maliki, mengatakan, pertemuan para pemimpin ASEAN itu merupakan langkah awal untuk mewujudkan rekonsiliasi di Myanmar.
”Pertemuan ini adalah langkah awal sekali untuk mempertemukan para pihak di Myanmar untuk rekonsiliasi. Hasil konkretnya akan sangat ditentukan oleh kelihaian diplomasi tiap negara dengan junta militer di Myanmar,” katanya.
Oleh karena itu, ALM diharapkan tidak sekadar pertemuan basa-basi. Para pemimpin negara ASEAN diharapkan benar-benar bertukar pikiran untuk mencari jalan keluar bagi krisis di Myanmar. Sebab, selain menimbulkan dampak buruk bagi rakyat dan demokrasi di Myanmar, jika dibiarkan, konflik di Myanmar juga dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas di Kawasan.
”ALM harus bisa menjadi ajang untuk merayu junta militer Myanmar agar menghentikan tindak kekerasan dan penggunaan senjata. Selain itu juga mengajak junta militer duduk di meha perundingan dengan pihak-pihak pro demokrasi di Myanmar. Dalam perundingan, penting pula untuk mendengarkan keinginan junta militer,” kata Maliki.