Presiden AS Joe Biden menyebut keputusan bersalah bagi Chauvin merupakan ”lompatan besar” menuju keadilan di AS.
Oleh
Mahdi Muhammad dan Benny Dwi Koestanto
·5 menit baca
HOUSTON, RABU — Warga Amerika Serikat, terutama warga kulit hitam, merayakan putusan juri pengadilan yang memutuskan bahwa mantan polisi Minneapolis, Derek Chauvin, bersalah atas kematian George Floyd, warga kulit hitam AS. Putusan pengadilan atas Chauvin itu dinilai menjadi tonggak sejarah memutus rantai kekerasan rasial di AS dan menjadi teguran atas tindakan penegak hukum pada orang kulit hitam AS.
Juri yang beranggotakan 12 orang, Selasa (20/4/2021) waktu setempat, memutuskan Chauvin (45) bersalah atas ketiga dakwaan: pembunuhan tingkat dua, pembunuhan tingkat tiga, dan pembunuhan. Putusan diambil setelah mereka mempertimbangkan kesaksian dari 45 saksi selama tiga pekan sidang. Para saksi itu termasuk para pengamat, pejabat polisi, dan ahli medis.
Dalam rekaman video yang juga dijadikan pertimbangan pengadilan, Chauvin, polisi kulit putih, menekankan lututnya ke leher Floyd yang sedang menelungkup di pinggir jalan. Kejadian itu terjadi selama sembilan menit pada 25 Mei 2020. Chauvin dan tiga rekannya sesama petugas kepolisian berusaha menangkap Floyd, yang dituduh menggunakan uang palsu senilai 20 dollar AS untuk membeli rokok di sebuah toko.
Chauvin, di persidangan, mengenakan setelan abu-abu dengan dasi biru dan kemeja putih serta masker biru muda, mengangguk dan berdiri dengan cepat ketika hakim memutuskan bahwa jaminan atas penahanannya dicabut. Dia dibawa keluar dari ruang sidang dengan tangan terborgol dan ditempatkan di tahanan sheriff wilayah Hennepin. Dia sekarang bisa menghadapi hukuman 40 tahun penjara.
Sesaat sebelum juri membacakan putusannya, ratusan orang yang berdiri di persimpangan 38th Street dan Chicago Avenue tidak bersuara. Kemudian, sorak-sorai menggelegar memenuhi tempat di mana Floyd ditekan lehernya dengan lutut oleh Chauvin, setahun lalu. Banyak orang menangis. Sebagian terisak.
Di tempat yang kini dikenal sebagai George Floyd Square itu, ada rasa lega. Venisha Johnson melompat kegirangan ketika dia mendengar putusan itu. Beberapa menit kemudian dia hampir tidak bisa berbicara, lalu menangis begitu keras. ”Putusan itu sangat berarti bagi saya,” kata Johnson, yang mengenakan masker pelindung bertuliskan kata-kata terakhir Floyd: ”Saya tidak bisa bernapas”.
Di jalan-jalan di kota Houston, di lingkungan permukiman warga kulit hitam tempat Floyd dibesarkan, bergema dengan jeritan bahagia setelah vonis bersalah atas Chauvin dibacakan. ”Kami merasa baik. Kami berterima kasih kepada semua orang yang berdiri bersama kami, ” kata Jacob David (39) sambil menangis, yang mengenal Floyd dan menganggapnya mentor.
Di luar gedung pengadilan, kerumunan yang terdiri atas beberapa ratus orang bersorak-sorai ketika putusan diumumkan. Mereka meneriakkan nama George Floyd sambil diiringi bunyi klakson mobil-mobil di jalanan.
Titik balik sejarah
Pengacara keluarga Floyd, Benjamin Crump, menyatakan, keadilan untuk warga kulit hitam Amerika adalah keadilan untuk seluruh AS. ”Kasus ini merupakan titik balik dalam sejarah Amerika untuk akuntabilitas penegakan hukum dan mengirimkan pesan yang jelas, kami berharap hal itu dapat didengar dengan jelas di setiap kota dan negara bagian,” kata Crump.
Presiden AS Joe Biden menyebut keputusan bersalah bagi Chauvin merupakan ”lompatan besar” menuju keadilan di AS. ”Ini adalah pembunuhan di siang bolong dan membuka mata seluruh dunia untuk melihat rasisme sistemik,” kata Biden dalam pidato yang disiarkan televisi.
”(Keputusan) ini bisa menjadi lompatan besar menuju keadilan di Amerika.”
Sistem peradilan pidana dan juri AS telah lama dinilai memberikan kelonggaran dan perlindungan hukum kepada petugas polisi yang menggunakan kekerasan terhadap warga sipil. Namun, juri Minneapolis menemukan bahwa Chauvin telah melewati batas dan menggunakan kekerasan yang berlebihan.
Jaksa Agung Minnesota, Keith Ellison, mengatakan kepada wartawan bahwa putusan itu merupakan ”langkah pertama menuju keadilan” dan harus menjadi titik awal bagi reformasi polisi sehingga kasus serupa tidak terjadi. ”Kita perlu menggunakan putusan ini sebagai titik perubahan,” katanya.
Insiden baru
Namun, saat sebagian warga merayakan putusan terhadap Chauvin, sebuah insiden yang melibatkan polisi dan warga kulit hitam terjadi di Negara Bagian Ohio, AS. Polisi menembak mati seorang remaja kulit hitam yang menyerang orang lain dengan pisau. Insiden itu memicu protes di kota Columbus, Ohio.
Kepala polisi kota, Michael Woods, mengatakan, penembakan itu terjadi setelah petugas merespons sebuah panggilan darurat 911 tentang adanya gangguan dari seseorang yang mengaku takut ditikam, Selasa sore waktu setempat. Polisi juga merilis sebagian rekaman dari kamera tubuh yang dikenakan petugas yang menembak remaja itu. Layanan Anak Franklin County mengidentifikasinya sebagai Makiyah Bryant (16).
”Kami pikir penting untuk berbagi dengan komunitas, untuk transparan tentang kejadian ini agar mereka memiliki jawaban yang bisa kami berikan malam ini,” kata Woods.
Video tersebut menunjukkan petugas tiba di tempat kejadian selama perkelahian yang dilihat oleh beberapa orang yang membentuk kerumunan. Seorang gadis remaja terlihat menerjang yang lain dengan apa yang tampak seperti pisau ketika tembakan terdengar dan gadis itu jatuh ke tanah. Petugas tersebut kemudian terlihat melempar pisau dari gadis itu.
Wali Kota Columbus Andrew Ginther mengatakan, kematian gadis itu adalah situasi yang mengerikan dan memilukan. Dia menyebutnya sebagai ”hari yang tragis di kota Columbus” dan meminta kotanya untuk mendoakan keluarga remaja itu.
Ginther mengatakan, petugas dalam video itu, yang namanya belum dirilis, ”mengambil tindakan untuk melindungi gadis muda lain di komunitas kami”.
Ibu remaja yang tewas itu, Paula Bryant, mengatakan kepada televisi CBS, ”Dia adalah seorang gadis kecil yang sangat penyayang dan damai. Dia mendukung perdamaian. Dan itu adalah sesuatu yang saya ingin selalu diingat.” (AP/AFP/REUTERS)