Kekuasaan klan Castro, yang telah berlangsung enam dekade, berakhir setelah Miguel Diaz-Canel diangkat sebagai Sekretaris Pertama Partai Komunis Kuba. Diaz-Canel harus bekerja keras untuk membawa Kuba keluar dari krisis.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
HAVANA, SELASA — Setelah lebih dari dua tahun menggantikan Raul Castro sebagai Presiden Kuba, Miguel Diaz-Canel, Senin (19/4/2021) waktu setempat atau Selasa (20/4/2021) dini hari WIB, didapuk menjadi Sekretaris Pertama Partai Komunis Kuba (PCC). Diaz-Canel (60) kini menjadi orang terkuat di negara komunis tersebut. Transisi kepemimpinan ini mengakhiri secara resmi kekuasaan klan Castro yang telah berlangsung selama enam dekade.
Meski begitu, harapan sebagian rakyat Kuba yang menginginkan ada perubahan dalam sikap pemerintah belum terlihat dalam transisi ini. Diaz-Canel bersumpah untuk menjaga sistem satu partai.
”Hal paling revolusioner dalam revolusi adalah untuk selalu membela partai, dengan cara yang sama bahwa partai harus menjadi pembela terbesar revolusi,” katanya, Senin, seusai diserahi tugas sebagai Sekretaris Pertama PCC.
Dia menambahkan, Raul Castro yang kini berusisa 89 tahun masih akan diminta konsultasi tentang berbagai keputusan strategis.
Pada hari Minggu, delegasi partai memilih 114 anggota komite pusat yang baru, yang pada gilirannya memilih 14 anggota dari biro politik PCC di puncak kekuasaan di Kuba. Biro politik, dengan Diaz-Canel sebagai pemimpinnya, memiliki usia rata-rata 61,6 tahun dan mencakup tiga perempuan. Lima dari 14 adalah pendatang baru.
Perubahan kekuasaan yang telah ditentukan sebelumnya pada kongres empat hari PCC di Havana menandai titik balik bagi negara berpenduduk 11,2 juta orang itu. Banyak warga, meski Diaz-Canel telah memimpin Kuba selama tiga tahun terakhir, belum mengenal seorang pemimpin yang bukan seorang Castro.
Di Kuba, Fidel Castro masih dihormati sebagai ayah dan penyelamat negara. Ia memimpin negara itu dari tahun 1959 hingga 2006 sebelum digantikan oleh saudaranya, Raul Castro.
”Sejak saya lahir, saya hanya mengenal satu partai. Dan, tidak ada yang mati karena kelaparan adalah sesuatu yang benar adanya. Namun, hari ini kami sedikit buntu. Dan sayang sekali Fidel telah tiada karena dia menyelesaikan semua masalah kami,” kata Miguel Gainza, 58 tahun di Havana.
Diaz-Canel mengambil kendali negara itu saat Kuba berjuang melawan krisis ekonomi terburuknya dalam 30 tahun terakhir. Inflasi yang sangat tinggi, kekurangan pangan yang menggigit, antrean panjang untuk kebutuhan dasar, dan meningkatnya ketidakpuasan atas kebebasan yang terbatas adalah beberapa masalah krusial yang harus ditangani Diaz-Canel tiga tahun lalu.
Tidak hanya itu, Kuba—satu dari lima negara berideologi komunis di dunia yang masih tersisa—terus-menerus menghadapi kekurangan bahan pangan. Sebanyak 80 persen bahan pangan yang dikonsumsi warga Kuba harus diimpor.
Ideologi tak berubah
Diaz-Canel, penggemar Beatles yang paham teknologi dan menyukai mengenakan jas serta dasi, meski dalam beberapa hal lebih modern daripada Castro bersaudara yang cinta pada seragam militer. Ketiga sosok itu adalah murid partai yang setia. Para analis mengatakan, tidak mungkin ada perubahan ideologis.
Sebuah konstitusi baru yang disahkan pada Mei 2019 memperjelas bahwa komitmen negara terhadap sosialisme tidak dapat dibatalkan.
Walau demikian, ia mendorong perekonomian menjadi lebih terbuka dan tidak terkonsentrasi pada kepemilikan negara semata. Bisnis-bisnis kecil di ratusan sektor, yang sebelumnya berada di bawah kendali negara, dihidupkannya.
Secara perlahan dia juga memberikan kesempatan bagi rakyat untuk menikmati kebebasan berkomunikasi setelah memberikan lampu hijau masuknya telepon seluler dan internet tidak lama setelah memerintah. Internet kini telah menjadi mesin perubahan sosial dan bahkan digunakan untuk mengorganisasi protes, yang sebelumnya tak pernah terdengar di negara itu.
Skeptis dan optimisme
Banyak anak muda Kuba pergi ke luar negeri setiap tahun karena kurangnya kesempatan untuk berkarya di negeri sendiri. Namun, Javier Menendez, salah satu musisi yang mendukung Diaz-Canel, mengatakan bahwa rakyat perlu bersabar menunggu gebrakan pemimpin baru ini.
Setahun pertamanya sebagai presiden, sebelum pandemi melanda, Diaz-Canel bepergian untuk mendapatkan wawasan yang lebih baik tentang kehidupan Kuba. Kontras dengan pendahulunya, Raul.
”Tidak seperti Raul, Diaz-Canel ada di jalanan. Namun, dia perlu memenangkan hati para pemuda karena ada banyak anak muda yang tidak senang dengan jalan yang diambil Kuba,” kata Menendez.
Yamile Gonzalez, seorang pramuniaga toko, menyatakan, pemimpin baru mereka harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan rakyatnya. ”Kami belum melihat pemerintahannya,” kata Gonzalez.
Michael Bustamante, asisten profesor sejarah Amerika Latin pada Universitas Internasinal Florida, mengatakan, gerak pemerintahan Diaz-Canel sangat terbatas karena krisis yang terus-menerus sejak dia mengambil alih kepemimpinan di Kuba, mulai dari bencana alam, kecelakaan pesawat, hingga setumpuk sanksi dari Pemerintah AS dan kini pandemi yang meluluhlantakkan dunia.
Hubungan dengan Amerika Serikat, setelah penurunan ketegangan yang bersejarah di bawah Presiden Barack Obama antara 2014 dan 2016, memburuk di bawah Donald Trump, yang memperkuat sanksi. Dalam pidato terakhirnya kepada partai Jumat lalu, Raul Castro menegaskan ”kesediaan untuk melakukan dialog yang saling menghormati dan membangun hubungan baru dengan Amerika Serikat”.
Namun, dia menekankan bahwa negara tidak akan melepaskan ”prinsip-prinsip revolusi dan sosialisme” karena dia mendesak generasi baru untuk ”melindungi dengan penuh semangat” dogma satu partai.
Jen Psaki, juru bicara Gedung Putih, Jumat, mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak merencanakan perubahan segera dalam kebijakannya terhadap Kuba, yang akan terus fokus pada ”dukungan untuk demokrasi dan hak asasi manusia”. (AP/AFP/REUTERS)