Pola kerja dari rumah sejak pandemi Covid-19 lama-kelamaan membuat karyawan bosan dan stres. Solusi yang ditawarkan, karyawan bisa bekerja di kantor dan rumah. Harapannya, karyawan bisa lebih bahagia dan produktif.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
Sejak pandemi Covid-19 memaksa karyawan perusahaan atau perkantoran bekerja dari rumah, terjadi perubahan drastis dalam cara bekerja. Lebih dari 1 tahun, kita terbiasa bekerja dari rumah. Pada awalnya terasa menyenangkan karena jam bekerja bisa lebih fleksibel dan tidak harus keluar rumah dan terjebak di kemacetan atau berdesak-desakan di angkutan umum. Namun, lama-kelamaan orang merasa kesulitan memisahkan antara waktu untuk bekerja dengan waktu untuk kehidupan pribadi. Dampak yang timbul kemudian rasa bosan hingga stres.
Harian The Guardian (8 April 2021), menilai bekerja dari rumah ternyata tidak bisa menjadi solusi permanen. Hasil studi Microsoft menyimpulkan hampir dua pertiga dari 31.000 karyawan tetap di 31 perusahaan mengaku mendambakan untuk tetap bisa bertemu tatap muka dan berinteraksi langsung dengan rekan-rekannya. Bahkan 37 persen dari karyawan mengeluhkan kantor yang kerap menuntut terlalu banyak ketika mereka bekerja dari rumah.
Sekitar 54 persen karyawan merasa bekerja terlalu keras dan 39 persen merasa sudah lelah. Dengan bekerja dari rumah, waktu rapat melalui Zoom, misalnya, justru menjadi lebih panjang dan lebih sering. Pembicaraan melalui aplikasi chat juga naik 45 persen. Begitu pula dengan penggunaan surat elektronik (e-mail) yang naik menjadi 41 juta e-mail hanya dalam satu bulan saja (Februari 2020). Padahal, dulu, e-mail pernah dikhawatirkan mati karena semakin jarang orang yang menggunakannya.
Dari hasil studi itu juga diketahui generasi Z (usia 18-25 tahun) mengaku kepayahan untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi dan itu membuat mereka kelelahan. Mereka juga semakin merasa jauh dan tidak bersemangat bekerja. Lebih parahnya lagi, mereka kesulitan mengeluarkan ide-ide baru saat rapat. Jika begini terus dikhawatirkan akan inovasi pun pada akhirnya bisa mati.
"Jika tidak ada interaksi antarindividu, kita bisa berhenti berinovasi. Akan lebih sulit muncul ide-ide baru yang biasanya muncul dari obrolan atau diskusi kelompok," kata peneliti senior di Microsoft, Nancy Baym.
Untuk menangani kebosanan dan stres karyawan, perusahaan Citigroup memberlakukan hari "bebas Zoom" pada hari Jumat. Karyawan diimbau tidak membuka komputer dan istirahat total. LinkedIn juga memberikan karyawan cuti seminggu supaya tidak stres. CEO Goldman Sachs, David Solomon, menilai konsep bekerja dari rumah itu bentuk penyimpangan yang akan segera diperbaiki. Banyak perusahaan yang menghendaki karyawan kembali berkantor supaya ada proses interaksi langsung sehingga akan ada diskusi bertukar pikiran bersama.
Ilusi kebebasan
Masalahnya, tren bekerja dari rumah agak sulit dilawan. Ini karena ada semacam ilusi bahwa bekerja dari rumah itu lebih bebas, fleksibel, dan hidup menjadi lebih terkendali. Barangkali ini yang membuat 70 persen karyawan menginginkan cara bekerja yang lebih fleksibel di masa depan.
Dari sisi bisnis pun konsep bekerja dari rumah lebih menguntungkan. Karena lebih banyak di rumah dan mengakses internet, orang pun menjadi lebih sering belanja. Perusahaan-perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft, Google, Amazon, dan Apple lebih untung dengan konsep bekerja dari rumah karena banyak yang menggunakan fasilitas aplikasi model kolaborasi berbasis awan (cloud). Perusahaan-perusahaan retail besar juga menikmati kenaikan penjualan online yang dilakukan karyawan yang bosan.
Dari berbagai studi yang ada pun disimpulkan orang yang bekerja dari rumah lebih stres dan kurang bahagia. Ini karena bekerja dari rumah fokus lebih rentan teralihkan sehingga menjadi kurang produktif dan lama-kelamaan membuat inovasi kering.
Situs BBC (5 April 2021), menyebutkan Twitter mempunyai solusi berbeda dengan bekerja lebih fleksibel, separuh waktu di rumah dan separuh waktu lagi di kantor. Microsoft juga mempertimbangkan solusi itu karena kolaborasi dan proses belajar bersama bisa lebih efektif. Perusahaan Spotify memberikan pilihan kepada karyawan untuk bekerja dari rumah, di kantor, atau bisa keduanya. Ini bisa diputuskan oleh karyawan dengan atasan masing-masing.
Perusahaan IBM mengusulkan sistem kerja jarak jauh dengan 80 persen karyawan tetap harus bekerja di kantor setidaknya tiga hari dalam satu pekan. "Kalau orang bekerja dari jarak jauh, saya khawatir akan susah menentukan perjalanan karier karyawan. Akan sulit menilai kinerja karyawan dari jarak jauh," kata Direktur Eksekutif IBM, Arvind Krishna.
Rumah dan kantor
Pembagian kerja sebagian di rumah dan sebagian di kantor ini, menurut majalah The Economist (10 April 2021), lebih dipilih karyawan. Hasil survei tiga ekonom, José Maria Barrero, Nick Bloom, dan Steven Davis, terhadap ribuan warga Amerika Serikat menyimpulkan rata-rata karyawan tetap ingin bekerja di kantor tetapi tidak setiap hari dalam satu pekan. Perusahaan-perusahaan pada umumnya juga tidak akan bisa mengubah total gaya bekerja karena tetap dibutuhkan interaksi secara langsung.
Guru Besar Ekonomi di Stanford University, Nicholas Bloom, di harian The Guardian (21 Maret 2021), memperkirakan kemungkinan perusahaan akan mempertimbangkan karyawan untuk bekerja di kantor tiga hari dalam satu pekan. Pilihan harinya tergantung pada masing-masing perusahaan tetapi bisa jadi Senin, Selasa, dan Kamis kerja di kantor dan Rabu dan Jumat kerja di rumah. Setidaknya ini rencana yang akan dilakukan oleh Google, Salesforce, Facebook, dan HSBC.
Dengan sistem bekerja begini, di satu sisi perusahaan bisa menjaga interaksi dan kreativitas karyawan karena karyawan diyakini akan lebih kreatif jika bertemu tatap muka dan ada proses diskusi informal maupun formal. Karyawan juga tampaknya lebih cocok dengan sistem bekerja rumah-kantor itu. Dari survei Bloom dengan Nottingham University terhadap 5.000 karyawan di Inggris, bekerja di kantor tiga hari dalam satu pekan menjadi pilihan favorit.
Pola kerja seperti ini dinilai tidak hanya akan lebih efisien bagi perusahaan tetapi juga akan membuat karyawan lebih bahagia dan termotivasi. "Karyawan akan bisa lebih produktif bekerja dan lebih bahagia karena hidup menjadi lebih seimbang," kata Bloom.