Penahanan tanker diyakini itu terkait dana 9 miliar dollar AS milik Iran yang dibekukan sejumlah bank Korsel. Seoul harus berunding dengan Washington untuk pelepasan dana itu.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
SEOUL, JUMAT — Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengumumkan tanker Hankuk Chemi telah dibebaskan Garda Revolusi Iran. Pembebasan terjadi di tengah perundingan Iran dengan para penanda tangan Kesepakatan Nuklir 2015.
Dalam pengumuman pada Jumat (9/4/2021), Kemenlu Korsel menyebut bahwa Iran membebaskan tanker yang ditahan sejak 4 Januari 2021 itu. Teheran beralasan, tanker itu mencemari perairan. Walakin, sejumlah pihak meyakini penahanan tanker itu terkait dengan 9 miliar dollar AS milik Iran yang dibekukan di sejumlah bank Korsel.
Selama berbulan-bulan, Seoul-Teheran telah berunding untuk pelepasan dana itu. Perundingan semakin gencar sejak Hankuk Chemi ditahan. Salah satu isi perundingan adalah dana dikirimkan ke lembaga kemanusiaan Swiss. Dengan demikian, dipastikan dana dipakai untuk membeli pangan, obat, dan aneka kebutuhan kemanusiaan lain.
Korsel telah berunding dengan Amerika Serikat soal pelepasan sebagian dana Iran. Seoul harus berunding dengan Washington karena pembekuan dana itu terkait dengan sanksi AS. Sejak keluar dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada Mei 2018, AS memberlakukan lagi sejumlah sanksi terhadap Iran.
Padahal, sampai Mei 2018, Teheran sudah memenuhi sebagian kewajiban di JCPOA, antara lain, mengizinkan pemeriksaan oleh pengawas internasional. Iran, antara lain, membongkar inti reaktor dan mesin pemutar yang dibutuhkan dalam pengayaan uranium. Jumlah cadangan uranium dan air berat juga dibatasi.
Kelanjutan JCPOA
Pelepasan Hankuk Chemi terjadi di tengah perundingan Iran dengan para pihak yang tersisa di JCPOA, yakni China, Rusia, Inggris, Jerman, dan Perancis. Teheran menyebut perundingan di Vienna, Austria, itu sebagai babak baru menghidupkan lagi JCPOA atau dikenal juga sebagai Kesepakatan Nuklir 2015.
Sejak AS keluar, JCPOA nyaris mati suri. Ancaman AS membuat banyak negara tidak menjalankan kewajiban di JCPOA. Dalam JCPOA diatur, komunitas internasional mencabut sanksi terhadap Iran dan menjalin hubungan ekonomi. Hal itu sebagai imbalan atas persetujuan Iran mengizinkan komunitas internasional membatasi dan mengawasi program nuklirnya.
Karena AS keluar dari kesepakatan nuklir dan komunitas internasional tak kunjung menjalin hubungan ekonomi, Iran pun mengingkari sebagian kewajibannya di JCPOA. Teheran, antara lain, meningkatkan aras pengayaan uranium dari maksimal 3,6 persen menjadi melebihi 10 persen. Cadangan uranium dan air beratnya juga sudah melebihi batas yang yang disepakati di JCPOA.
Rangkaian perundingan Iran dengan pihak yang tersisa di JCPOA dimulai sejak Selasa dan terus berlanjut sampai Jumat ini. Delegasi AS hadir di Vienna walau tidak berada di lokasi perundingan.
Uni Eropa mengumumkan, perundingan Jumat akan membahas, antara lain, pandangan ahli soal kembalinya AS ke JCPOA. Para pakar juga akan memaparkan langkah yang dibutuhkan untuk memastikan semua pihak memenuhi kewajiban di JCPOA.
Wakil Menlu sekaligus Ketua Delegasi Iran di Vienna, Abbas Aragachi, juga menemui Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi. Aragachi-Grossi membahas teknis pengawasan program nuklir Iran oleh IAEA.
Aragachi kembali menegaskan, Iran akan mematuhi semua kewajiban di JCPOA jika semua pihak dipastikan telah melakukan hal serupa. Iran akan memverifikasi pemenuhan kewajiban pihak lain. Hal itu sejalan dengan keharusan Iran diperiksa dan diawasi komunitas internasional untuk memastikan telah memenuhi kewajiban di JCPOA.
Aragachi tidak menjelaskan bagaimana verifikasi akan dilakukan. Ia hanya menyebut bahwa hal itu akan dibahas pada kesempatan berbeda.
Meski menyebut perundingan Vienna sebagai harapan membangkitkan ulang JCPOA, Iran tetap menolak segera menghentikan pelanggaran kewajibannya. Teheran beralasan, pihak lain lebih dulu melanggar komitmen. (AFP/Reuters)