Perundingan Nuklir Dimulai Lagi, Iran Berkeras AS Patuhi Kesepakatan 2015
Teheran menyebut pertemuan delegasi Iran dan perwakilan penanda tangan Kesepakatan Nuklir 2015 di Vienna sebagai babak baru menghidupkan kesepakatan itu. Namun, Washington belum berharap apa pun dari pertemuan tersebut.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
TEHERAN, KAMIS — Meski optimistis pada babak baru yang sedang diupayakan di Vienna, Austria, Iran berkeras bahwa Amerika Serikat harus patuh pada Kesepakatan Nuklir 2015. Teheran tidak membuka peluang berunding dalam bentuk apa pun soal kepatuhan Washington atas kesepakatan itu.
Presiden Iran Hassan Rouhani menyebut pertemuan delegasi Iran dengan perwakilan penanda tangan Kesepakatan Nuklir 2015 di Vienna sebagai babak baru untuk menghidupkan kesepakatan itu. ”Kita menyaksikan babak baru dalam beberapa waktu terakhir,” ujarnya dalam sidang parlemen Iran, Rabu (7/4/2021).
Delegasi Iran tengah bertemu delegasi China, Rusia, Inggris, Perancis, dan Jerman di Austria. Delegasi AS, negara penanda tangan lain, tidak ikut hadir dalam pertemuan walau ada di Vienna. Wakil Menteri Luar Negeri sekaligus pemimpin delegasi Iran, Abbas Aragachi, menyebut bahwa pertemuan di Vienna akan berlanjut pada Jumat besok. Belum diketahui apakah delegasi AS akan ikut atau tidak dalam pertemuan Jumat.
Secara terpisah, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan, Washington belum berharap apa pun dari pertemuan di Vienna. AS hanya bersiap dengan semua peluang. ”Kami tak meremehkan tantangan. Masih terlalu dini. Kami tidak mengharapkan terobosan dalam waktu singkat dari pembicaraan ini,” ujarnya di Washington DC, AS.
Masalah serius bagi AS adalah rencana Iran untuk kembali memenuhi seluruh kewajiban pada Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), yang lebih dikenal sebagai kesepakatan nuklir itu. Masalah lain adalah pencabutan sanksi oleh AS. Rencana aksi untuk dua hal itu akan melibatkan para pakar. Diplomat senior AS, Rob Malley, memimpin delegasi AS untuk perundingan tersebut.
Pada Mei 2018, AS di bawah Presiden Donald Trump secara sepihak keluar dari JCPOA. Setelah keluar, Washington menerapkan serangkaian sanksi baru kepada Teheran dan memaksa komunitas internasional untuk bertindak serupa.
AS mengancam menjatuhkan sanksi pada siapa pun yang bertransaksi dengan Iran dan ancaman itu berlaku pula untuk warga serta badan usaha dari negara-negara penandatangan JCPOA. Gara-gara ancaman AS, para pihak lain di JCPOA tidak kunjung menjalankan kewajiban mereka kepada Iran.
Dalam JCPOA diatur, komunitas internasional mencabut sanksi terhadap Iran dan menjalin hubungan ekonomi. Hal itu sebagai imbalan atas persetujuan Iran mengizinkan komunitas internasional membatasi dan mengawasi program nuklirnya. Karena AS keluar dari kesepakatan nuklir dan komunitas internasional tak kunjung menjalin hubungan ekonomi, Iran mengingkari sebagian kewajibannya di JCPOA.
Saling kunci syarat
Pada masa Presiden Joe Biden, yang menggantikan Trump sejak awal tahun ini, AS menunjukkan keinginan kembali ke JCPOA dengan syarat Iran kembali mematuhi JCPOA. AS menyatakan siap berunding dengan Iran soal kewajiban masing-masing di JCPOA.
Rouhani mengatakan, tidak perlu perundingan apa pun soal kembalinya AS ke JCPOA. AS harus mencabut seluruh sanksi bila serius dan tulus kembali ke JCPOA. Hal senada disampaikan juru bicara pemerintah Iran Ali Rabiee.
”Mempertimbangkan berbagai pelanggaran komitmen, kami telah memastikan Iran dan AS tidak akan berunding jika AS tidak kembali ke JCPOA,” ujar Rabiee, sebagaimana dikutip IRNA.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, memastikan Iran akan kembali mematuhi JCPOA, termasuk memangkas kapasitas pengayaan uranium dan penambahan mesin pemutar di reaktor, apabila AS dipastikan mencabut sanksi.
Sementara sejumlah anggota parlemen Iran menegaskan, Teheran akan balik mengajukan syarat ketat jika komunitas internasional mengajukan tuntutan ketat. ”Jika mereka mengajukan tuntutan ketat, seperti membatasi pengayaan (uranium) 3,6 persen, kami mengajukan syarat ketat pula,” kata salah seorang anggota parlemen, Ehsan Khandoozi.
Syarat itu, antara lain, hak menjual 2,3 juta barel minyak per hari. Khandoozi juga meminta miliaran dollar AS dana Iran yang dibekukan di sejumlah negara dikembalikan. Selain itu, komunitas internasional juga harus bertransaksi dengan nilai sekurangnya 4 miliar dollar AS per bulan dengan Iran.
Sejak 1979, aset dan dana bernilai ratusan miliar dollar AS milik Iran disita berbagai negara. Dalam berbagai perundingan, Iran selalu menuntut dana dan aset itu dikembalikan. (AFP/REUTERS)