Ada Konsekuensi Regional jika Pasokan Air Sungai Nil Terganggu
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengancam bakal ada konsekuensi regional yang parah jika pasokan air Sungai Nil untuk negaranya terganggu.
Oleh
Mahdi Muhammad/Kris Mada
·3 menit baca
ISMAILIA, RABU — Pemerintah Mesir mengancam bakal ada konsekuensi atau ketidakstabilan regional yang parah jika pasokan air Sungai Nil bagi negara itu terganggu oleh pihak-pihak lain. Namun, Kairo masih membuka ruang negosiasi dengan para pihak yang terkait pengelolaan langsung air Sungai Nil.
Ancaman tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Selasa (30/3/2021), di Kairo. ”Tidak ada yang bisa mengambil setetes air pun dari Mesir. Siapa pun yang ingin mencobanya, biarkan dia mencobanya. Tak ada yang membayangkan itu akan jauh dari kemampuan kita,” kata Sissi.
Dalam pernyataannya, Sisi tidak secara langsung menyebut nama negara lain. Namun, Etiopia saat ini tengah membangun Bendungan Renaisans, yang bisa menjadi ancaman serius bagi suplai air dan kelangsungan hidup rakyat Mesir.
Kebuntuan perundingan beberapa tahun terakhir antara Mesir, Etiopia, dan Sudan yang dilintasi Sungai Nil belum menemukan titik terang meski bendungan sudah hampir selesai.
Bahkan, Pemerintah Etiopia sudah mulai melakukan pengisian waduk sejak Juli 2020 walau belum ada kesepakatan dari Mesir dan Sudan, yang juga berkepentingan atas Sungai Nil.
”Saya ulangi bahwa perairan Mesir tidak tersentuh, dan menyentuhnya ada garis merah,” katanya.
Sengketa di antara ketiga negara, di mana Mesir yang lebih ngotot, terpusat pada kecepatan pengisian reservoir yang ada di belakang bendungan. Juga metode pengisian ulang tahunannya dan seberapa besar volume air yang dikeluarkan Etiopia di hulu jika terjadi kekeringan terus-menerus di wilayah Mesir.
Perbedaan lain yang belum disepakati adalah bagaimana cara mereka menyelesaikan perselisihan pada masa depan. Mesir dan Sudan menyerukan perjanjian yang mengikat secara hukum tentang pengisian dan pengoperasian bendungan. Sementara Etiopia berkeras kesepakatan hanya sebatas pada prinsip-prinsip penyelesaian sengketa dan bukan pada substansinya.
Sisi, yang saat itu tengah mengunjungi proses pembukaan kembali Terusan Suez setelah selama beberapa hari mampat karena sebuah kapal kargo melintang dan menutup jalur pelayaran, secara terang-terangan mengingatkan tentang kemungkinan terjadi ketidakstabilan di wilayah tersebut. Terutama jika Bendungan Renaisans di Etiopia diisi dan dioperasikan tanpa persetujuan yang mengikat secara hukum.
Meski mengeluarkan pernyataan yang bernada mengancam, Sisi mengatakan, negaranya tetap memprioritaskan negosiasi untuk menyelesaikan perselisihan yang masih ada sebelum Etiopia terus mengisi waduk raksasa bendungan selama musim hujan tahun ini.
”Pertempuran kami adalah pertempuran negosiasi. Kami serius untuk mencapai win-win (kesepakatan) untuk semua orang, tidak ada yang akan mendapatkan segalanya sendirian,” katanya.
Presiden Sisi mengatakan, putaran baru negosiasi diharapkan dalam beberapa minggu mendatang. Dia tidak merinci lebih lanjut apakah pemain internasional akan bergabung dalam pembicaraan sebagai mediator seperti yang diminta Khartoum dan Kairo.
Tidak ada pernyataan balasan dari pemerintah Etiopia soal pernyataan Sisi itu. Perwakilan diplomatik Etiopia di Mesir menolak untuk berkomentar.
Etiopia telah menolak proposal Sudan yang didukung Mesir untuk menginternasionalkan perselisihan tersebut dengan memasukkan AS, PBB, dan Uni Eropa sebagai mediator dalam pembicaraan yang telah dimediasi oleh Uni Afrika.
Mesir adalah negara yang sebagian besar gurun yang bergantung pada Sungai Nil untuk hampir semua kebutuhan airnya. Ia khawatir bahwa pengisian cepat akan secara drastis mengurangi aliran Sungai Nil.
Dampaknya bisa parah pada pertanian dan sektor lainnya, terutama karena 97 persen irigasi pertanian dan air baku untuk air minum rakyat Mesir berasal dari Sungai Nil.
Sudan di satu sisi berharap bendungan itu akan membantu mereka mengatasi banjir. Namun, pada saat yang sama, Pemerintah Sudan juga mengingatkan bahwa jutaan nyawa akan berada di dalam risiko besar jika Etiopia secara sepihak mengisi bendungan itu tanpa kesepakatan.
Sudan ingin Etiopia berkoordinasi dan berbagi data tentang operasi bendungan untuk menghindari banjir dan melindungi bendungan penghasil listriknya sendiri di Blue Nile, anak sungai utama Sungai Nil. Blue Nile bertemu dengan White Nile di tengah Sudan. Dari sana, angin Nil mengarah ke utara melalui Mesir dan mengalir ke Laut Mediterania.
Etiopia mengatakan, bendungan senilai 5 miliar dolar itu penting, dengan alasan sebagian besar penduduknya kekurangan listrik. Bendungan itu akan menghasilkan lebih dari 6.400 megawatt listrik, peningkatan besar-besaran untuk produksi negara saat ini sebesar 4.000 megawatt.
Keberadaan bendungan itu diyakini pemerintah Etiopia bisa mengangkat warganya dari kemiskinan. (AP/REUTERS)