Meski Klaim Menang, Masa Depan Netanyahu Belum Pasti
Hasil sementara pemilu Israel menunjukkan tak ada satu partai pun meraih mayoritas kursi parlemen. Masa depan PM Benjamin Netanyahu pun belum pasti.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
JERUSALEM, RABU — Masa depan Perdana Menteri Israel Netanyahu di pemerintahan masih belum pasti menyusul hasil sementara pemilu parlemen Israel menunjukkan tidak ada satu pun partai yang meraih kursi mayoritas di Knesset, parlemen Israel, dengan 120 kursi.
Meski begitu, Netanyahu, Rabu (24/3/2021), mengklaim partainya, Likud, telah memenangi pemilu.
Pemilu Israel keempat dalam dua tahun terakhir ini dilihat oleh sebagian orang sebagai referendum atas gaya kepemimpinan Netanyahu yang terpolarisasi.
Hasil sementara pemilu parlemen (Knesset) menunjukkan, Israel masih terbelah begitu dalam seperti biasanya dengan partai-partai kecil sektarian mendominasi parlemen.
Netanyahu, yang menjabat sebagai PM Israel terlama, berharap pemungutan suara pada Selasa (23/3/2021) akan membawanya untuk mempersatukan koalisi sayap kanan yang mendukungnya setelah tiga pemilu yang tidak meyakinkan sejak 2019.
Dia berkampanye soal kecepatan upaya vaksinasi Covid-19 Israel yang telah berhasil memvaksin sekitar separuh populasi, yaitu 9 juta jiwa, kondisi yang membuat iri negara-negara di dunia.
Netanyahu menggambarkan prediksi hasil pemilu Selasa kemarin sebagai ”kemenangan besar untuk sayap kanan” dan untuk Partai Likud.
”Saya akan merangkul semua pejabat yang terpilih yang memiliki prinsip-prinsip yang sama. Saya tidak akan mengesampingkan siapa pun,” katanya kepada pendukungnya.
Jajak pendapat dari tiga lembaga penyiaran terkemuka di Israel memprediksi, Partai Likud Netanyahu memenangi mayoritas kursi Knesset, parlemen Israel dengan 120 kursi. Namun, hasil itu masih bisa berubah.
Apabila prediksi itu sesuai dengan prediksi akhir minggu lalu, artinya Likud bisa memenangi 30 atau 31 kursi. Dengan menambahkan perolehan kursi anggota koalisi Partai Likud lainnya, maka kelompok pro-Netanyahu bisa mengamankan lebih dari 50 kursi.
Salah satu koalisi Netanyahu adalah kelompok ekstrem kanan yang disebut Zionisme Religius yang diperkirakan meraih 6-7 kursi.
Dengan komposisi seperti itu, berarti koalisi tersebut bakal mengantarkan Itamar Ben-Gvir yang mengagumi pembunuhan massal 29 peziarah Palestina di Hebron tahun 1994.
Namun, satu-satunya jalan Netanyahu menuju koalisi sayap kanan sangat bergantung pada kesepakatannya dengan mantan anak didiknya, Naftali Bennett, yang tidak menutup kemungkinan justru bergabung dengan kelompok yang menentang Netanyahu.
Bennett telah menunjukkan indikasi akan mendorong daya tawarnya dengan Netanyahu, meminta kursi menteri senior dalam kabinet dan mungkin pembagian kekuasaan yang mencakup tugas sebagai perdana menteri.
”Jika Bennett bergabung dalam koalisi, Netanyahu semakin dekat untuk membentuk pemerintahan yang di dalamnya terdapat elemen paling ekstrem di masyarakat Israel,” kata Yohanan Plesner, Presiden Israel Democracy Institute, sebuah lembaga pemikir, setelah hasil sementara pemilu diumumkan.
Pemimpin oposisi Yair Lapid yang partainya, Partai Yesh Atid, kemungkinan menempati urutan kedua setelah Likud mengklaim bahwa blok anti-Netanyahu berpeluang untuk menjadi mayoritas.
”Saat ini Netanyahu tidak memiliki 61 kursi,” kata Lapid saat berpidato di hadapan pendukungnya di Tel Aviv.
Hingga Rabu (24/3/2021) dini hari, penghitungan suara masih berlangsung dan Netanyahu masih sangat mungkin kehilangan suara mayoritas bahkan dengan dukungan Bennet sekalipun.
Lapid mengatakan, dirinya telah ”memulai pembicaraan dengan para pemimpin partai dan akan menunggu hasil akhir, tetapi akan melakukan apa pun untuk menciptakan pemerintahan yang waras di Israel”.
Sekalipun Bennet diperkirakan mendapat tujuh kursi dan secara teknis memungkinkan Netanyahu untuk menyatukan pemerintahan, tetap tidak ada jaminan bahwa keduanya bisa bersatu.
Netanyahu dan Bennett pernah dekat dan tetap memelihara hubungan ideologisnya, tetapi hubungan mereka dalam beberapa tahun terakhir merenggang. (AFP/AP)