Korban Kekerasan Terus Berjatuhan, Suu Kyi Pun Dituduh Terima Suap
Bukti video menunjukkan penggunaan senjata asing dan penembakan yang disengaja oleh aparat Myanmar.
Oleh
Kris Mada/Musthafa Abd Rahman
·4 menit baca
YANGON, KAMIS Warga sipil Myanmar yang memprotes kudeta militer terus menuai kekerasan senjata mematikan dari aparat junta. Pada Kamis (11/3/2021), bersamaan dengan tuduhan baru yang dijatuhkan junta militer kepada pemimpin sipil hasil pemilu demokratis Aung San Suu Kyi, sedikitnya sembilan pengunjuk rasa tewas akibat ditembak aparat.
Belasan orang lagi terluka, termasuk satu korban dalam kondisi kritis akibat luka tembak dalam unjuk rasa di Yangon. Sejumlah saksi menyebutkan para korban terkena tembakan di kepala. Kemarin, demonstrasi menentang kudeta militer kembali berlangsung di sejumlah kota di Myanmar.
Sebelum Kamis, laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan, 61 demonstran tewas ditembak pada 1-4 Maret 2021. Kelompok advokasi, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, menambahkan, lebih dari 2.000 orang ditahan oleh pasukan keamanan sejak kudeta 1 Februari.
Amnesty International, kemarin, menuduh tentara menggunakan senjata mematikan terhadap pengunjuk rasa damai prodemokrasi.
Penembakan tetap terjadi meski Dewan Keamanan PBB telah mengecam junta dan beberapa negara menjatuhkan sanksi. Kecaman didukung China yang selama ini kerap dinilai projunta. ”Waktunya meredakan ketegangan. Waktunya diplomasi. Waktunya dialog,” kata Wakil Tetap China untuk PBB Zhang Jun.
Selain menembaki pengunjuk rasa, aparat terus berpatroli di permukiman setiap malam. ”Mereka melemparkan bom di setiap jalan. Kami meminta siapa pun yang keluar rumah tidak pulang,” ujar seorang warga Sanchaung, Yangon, yang wilayahnya dirazia aparat, Rabu malam.
Sementara itu, rezim junta militer menjerat Suu Kyi, Penasihat Negara sekaligus Menteri Luar Negeri, dengan kasus baru. Juru bicara rezim militer, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan, Suu Kyi dituduh menerima suap 600.000 dollar AS atau sekitar Rp 8,6 miliar dan emas 11,2 kilogram.
”Komisi antikorupsi sedang menyelidiki dugaan ini,” ujar juru bicara rezim itu di Naypyidaw, ibu kota Myanmar.
Mantan Menteri Besar Yangon Phyo Mien Thein disebut sebagai pelapor dalam kasus itu. Min Tun menyatakan, Suu Kyi menerima sendiri semua suap itu. Presiden Win Myint juga terlibat dalam kasus korupsi.
Pada 1 Februari 2021 dini hari, Suu Kyi dan Win Myint ditangkap dan militer melancarkan kudeta. Awalnya, militer menuding Suu Kyi mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal, sedangkan Win Myint dituding melanggar aturan pembatasan mobilitas untuk pencegahan Covid-19 selama kampanye Pemilu 2020. Banyak pihak menyebut dakwaan itu hanya rekayasa.
Senjata asing
Amnesty International secara terpisah mengumumkan, ada bukti video yang menunjukkan penggunaan senjata asing dan penembakan yang disengaja oleh aparat junta militer. Kesimpulan itu didasarkan pada 55 video yang direkam pada28 Februari sampai 8 Maret 2021 di berbagai penjuru Myanmar.
Lembaga itu, antara lain, menemukan rekaman penggunaan senjata mesin ringan RPD buatan China, Uzi BA-93, dan senapan mesin BA-94 yang hak ciptanya dimiliki Israel serta granat kejut DK-44 buatan Korea Selatan. Ada pula tentara yang menggunakan senapan penembak runduk MA-S. Dalam video yang direkam pada hari kudeta, 1 Februari 2021, terlihat iringan kendaraan tempur buatan Israel berpatroli di Naypyidaw.
Selain penggunaan senjata asing, video-video yang diperiksa Amnesty International menunjukkan tembakan ke warga dilakukan secara sengaja.
Dalam video yang direkam di Dawei pada 28 Februari 2021, terlihat seorang tentara bersorak setelah menembaki warga. Ada juga video seorang pria berseragam perwira militer tengah memberi perintah kepada penembak runduk.
Wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir, melaporkan, senjata dan kendaraan militer Myanmar dipasok dari Israel. Senjata itulah yang kini digunakan oleh aparat juta militer Myanmar dalam meredam aksi pengunjuk rasa damai masyarakat sipil.
Pasokan senjata ke Myanmar sudah dimulai sejak 1950-an dan 1960-an, tetapi masih dalam skala kecil. Hubungan keamanan Israel dan Myanmar terus menguat hingga mencapai puncaknya pada 2015, ketika Kepala Staf Angkatan Bersenjata Myanmar saat itu, Min Aung Hlaing (kini pemimpin junta), berkunjung ke Israel. Hlaing mengunjungi pusat industri militer serta pangkalan udara dan laut Israel.
Saat itu, diteken nota kesepahaman Myanmar-Israel dalam bentuk penjualan senjata ke Myanmar, pelatihan militer, dan kerja sama intelijen. Belakangan, Myanmar membeli kapal perang buatan Israel. Disinyalir, Israel juga memasok 100 tank dan kendaraan lapis baja ke Myanmar dalam beberapa tahun terakhir ini.
Setelah 2016, Israel mulai memasok kendaraan lapis baja ke Myamar yang berasal pabrikan senjata Gaia Industries di Israel. Pabrikan senjata Rafael di Israel juga memasok peluncur rudal ke Myanmar.
Pabrikan senjata Israel yang aktif memasok produknya ke Myanmar, antara lain, Rafael, Gaia Industries, The Ramta Aerospace Industries, dan TAR Ideal Concepts. Senjata Israel yang dibeli Myanmar diduga kuat menjadi senjata andalan junta untuk menindas etnis minoritas dan kini untuk meredam gerakan antikudeta militer.
Peningkatan pasokan senjata Israel ke Myanmar yang dimulai pada 2016 terjadi bersamaan dengan aksi gencar Myanmar menindas etnis minoritas Rohingya pada tahun tersebut.
Harian Haaretz Israel menyebutkan, hubungan Israel-Myanmar tidak terkait dengan situasi dalam negeri Myanmar, tetapi lebih pada kepentingan geopolitik Israel di Asia Tenggara dan Asia Selatan.(AFP/REUTERS/RAZ/CAL)